Pantai Lombang: Pantai Dengan Hamparan Hutan Cemara

(EKO OSCAR NUGROHO/ THE EPOCH TIMES)
Suasana matahari terbit di Pantai Lombang Sumenep - Madura. Ombak yang tidak terlalu besar membuat pantai ini cocok untuk berenang atau sekedar bermain air.

Pantai Lombang terletak pada 30 Km timur laut kota Sumenep, tepatnya di desa Lombang, kecamatan Batang-batang.

Perjalanan menuju kawasan paling ujung timur Pulau Madura ini dapat ditempuh selama 4 – 5 jam dari Surabaya dengan kendaraan pribadi. Bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi bisa memanfaatkan alat transportasi umum dari Bangkalan ke Desa Legung, yang dilanjutkan dengan menyewa ojek untuk sampai ke lokasi tujuan.

Pantai dengan hamparan pasir sepanjang ± 12 km ini terletak di kawasan utara laut Jawa menghadap ke timur laut, sehingga memungkinkan para wisatawan melihat keindahan matahari terbit, disertai deburan ombak yang lembut.

Yang menjadi ciri khas pantai Lombang ini adalah tumbuhan cemara udang (jenis Casuarina) yang berjejer di sepanjang pantai membentuk pagar. Tumbuhan ini merupakan jenis langka karena hanya terdapat di Indonesia dan China. Itupun hanya terdapat di beberapa daerah saja. Cemara udang yang memiliki tinggi sekitar 4 meter ini bentuknya tidak tegak seperti pohon-pohon cemara pada umumnya, melainkan sedikit membungkuk dengan banyak cabang yang terjulur memanjang, sehingga menyerupai udang.

Dan di pantai Lombang ini merupakan satu-satunya pantai di Indonesia yang dikelilingi hamparan hutan cemara udang, sehingga anda tidak akan menjumpai pohon kelapa di sekitar pantai ini. Cemara-cemara udang ini pun dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan menjadikannya bonsai, untuk dijual kepada para wisatawan dengan harga yang relatif terjangkau.

EKO OSCAR NUGROHO/ THE EPOCH TIMES
Cemara udang yang menjadi ciri khas pantai Lombang.

Didukung dengan suasana yang masih alami, bersih, dan tidak terlalu banyak bangunan di sekitarnya, menjadikan pantai ini tempat yang ideal bagi anda untuk sekedar refreshing, mencari ketenangan sejenak, dari rutinitas sehari-hari yang padat. Selain untuk dinikmati keindahannya, pantai ini juga cocok untuk berenang, snorkeling atau olahraga lainnya. Di samping itu, hamparan pasir yang lebar dan landai, menjadikannya tempat yang nyaman untuk berkemah.

Pada acara pesta rakyat Ketupatan yang digelar seminggu setelah hari raya Idul Fitri, pantai ini ramai dengan berbagai macam atraksi wisata, diantaranya pentas musik dan pentas seni tradisional yang ditampilkan selama seminggu penuh oleh warga sekitar.

Jika hendak menginap di sekitar pantai tanpa perlu berkemah, Anda harus menuju kota Sumenep, karena tidak terdapat hotel di sekitar pantai ini. Di sini hanya tersedia pondok-pondok tradisional yang terbuat dari kayu yang hanya diperuntukkan bagi peserta paket wisata dari agen perjalanan tertentu.

EKO OSCAR NUGROHO/ THE EPOCH TIMES

Namun jika anda tidak sempat menginap, setidaknya usahakan sepagi mungkin tiba di pantai ini untuk menikmati sunrise, atau jika masih tidak sempat dapat juga menikmati keindahan air laut ketika sunset, sambil menikmati es kelapa muda maupun rujak khas Madura, dengan harga yang sangat terjangkau.


Kurangnya promosi maupun sarana-prasarana, membuat pantai ini tidak seramai pantai-pantai di Bali maupun Lombok. Banyak wisatawan, terutama wisatawan asing yang mengeluhkan jauhnya perjalanan darat yang harus ditempuh, karena tidak ada bandar udara di Pulau Madura. Akan tetapi, kini dengan adanya Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Madura, dapat lebih mempersingkat jarak dan waktu tempuh sekitar 2 – 3 jam jika dibandingkan dengan menggunakan angkutan ferry. (Eko Oscar Nugroho/The Epoch Times)

Sumber: The Epoch Times, Jumat, 08 Oktober 2010

Label: , , , ,

Pantai Slopeng - Sumenep,
Pantai Indah nan Alami di Ujung Timur Laut Madura

Laut di Pantai Slopeng yang tenang ditambah dengan pemandangan barisan perahu nelayan tradisional di bagian barat pantai.
(OSCAR NUGROHO/THE EPOCH TIMES)

Pantai Slopeng merupakan pantai “kedua” di Kabupaten Sumenep, setelah Pantai Lombang.

Untuk menuju ke pantai ini, dari kota Sumenep, Anda ambil jalan ke utara, arah ke Bangkalan/Surabaya melalui jalur utara. Maka kurang lebih setelah 20 km perjalanan meninggalkan kota Sumenep, Anda sudah akan tiba.

Memang dengan jarak yang jauh dari kota Surabaya, ditambah dengan tidak adanya sarana transportasi udara menuju ke Pulau Madura, membuat pantai ini tidak terlalu ramai pengunjung. Kalaupun ramai, hanya pada saat hari libur sekolah, itu pun didominasi oleh wisatawan lokal dari sekitar daerah situ.

Namun justru dengan kondisi seperti inilah yang sangat menyenangkan bagi penikmat panorama alam seperti saya ini. Kecantikan pantai ini sama sekali belum terusik. Dengan laut biru yang tenang, pasir pantai yang bersih, deretan karang di sebelah timur pantai, dan barisan perahu nelayan di sebelah barat pantai, makin menambah “hidup” suasana pantai alami ini.

Pantai Slopeng ini memang tidak se-“khas” Pantai Lombang, yang terkenal dengan cemara udang-nya, namun vegetasi di pantai ini juga cukup unik dengan jajaran pohon siwalan yang tumbuh di tepi pantai. Dan yang menjadi keunikan di pantai ini adalah kuda-kuda yang disewakan untuk pengunjung yang biasanya dihias dengan berbagai macam pernak-pernik berwarna-warni.

“Kuda-kuda ini biasanya selain disewakan, juga dipakai untuk mengiring upacara pernikahan di daerah sini,” tutur Imam, salah satu pemilik kuda. “Biasanya kuda dibeli sejak kecil, kemudian dirawat dan dilatih, sehingga antara kuda dan pemilik biasanya telah terjalin hubungan emosional yang dekat,” tambahnya.

Jajaran pohon siwalan yang tumbuh di sekitar Pantai Slopeng.
(OSCAR NUGROHO/THE EPOCH TIMES)

Selain sebagai tempat berwisata, Pantai Slopeng ini juga tempat yang cocok untuk digunakan memancing, karena banyak terdapat berbagai jenis ikan laut, seperti ikan tongkol, dan lainnya. Kemudian di hari-hari besar seperti hari ketupatan, di tempat ini banyak ditampilkan antraksi wisata seperti kesenian tradisonal dan lomba sabung ayam. Tak ketinggalan pula berbagai aktivitas olah raga air seperti perahu layar, dan selancar angin.

Dan setelah lelah melakukan berbagai aktivitas, Anda dapat beristirahat sambil menikmati suguhan aneka makanan seperti rujak madura, bakso, maupun soto, diiringi dengan kelapa muda dan siwalan segar, yang tentunya dijual dengan harga yang sangat terjangkau. (Oscar Nugroho / The Epoch Times)

Sumber: The Epoch Times, Jumat, 08 Juli 2011

Label: , , , , ,

Lombang Terancam Terisolir

Warga menutup jalan masuk Pantai Lombang di Sumenep, Madura

Polsek Minta Pemkab Tegas

Wisata Pantai Lombang di Kec Batang Batang, Sumenep, terancam terisolir. Sebab, beberapa pemilik tanah yang tidak terlibat dalam sengketa tanah mengancam akan menutup jalan akses menuju pantai.

Sebelumnya, pemilik tanah lainnya memang menutup beberapa titik di jalan akses dengan batu. Mereka berupaya agar pemkab tidak berpangku tangan dengan adanya dugaan pungutan liar (pungli )maupun pemangkasan pohon cemara.

Masdawi, salah seorang warga Desa Lombang, mengatakan, tanah di beberapa jalan akses akan diisolasi. Pemilik tanah tidak hanya terfokus pada jalan akses utama, tapi di beberapa jalan menuju pantai juga akan ditutup.

"Sebenarnya adanya wisata Lombang itu kan merupakan berkah tersendiri bagi penduduk sekitar. Tapi, kalau penggugat seenaknya menguasai pantai dan pemerintah juga tidak bereaksi, kami akan mengisolasi Lombang," katanya kepada koran ini kemarin (22/11).

Menurut dia, pemilik lahan yang sudah bersertifikat di beberapa titik pantai itu tidak hanya akan menggertak. Terbukti, mereka sudah mulai menutup jalan akses dengan batu gunung maupun bata.

"Kali pertama kami menutup sekitar empat truk, tapi pengunjung masih bisa masuk. Beberapa hari kemudian kami tambah. Dan, sekarang pengunjung dipastikan hanya bisa berjalan kaki," jelasnya.

Sementara Kapolres Sumenep AKBP Pri Hartono Eling Lelakon melalui Kapolsek Batang Batang AKP Mukit mengatakan, langkah awal kepolisian hanya sebatas koordinasi dengan kedua belah pihak. "Kepada penggugat kami minta agar pohon cemara tidak dipotong karena masih status banding," katanya.

Sementara kepada pemkab melalui disbudparpora, diharapkan lebih tegas. Menurut Mukit, hingga sekarang polisi belum menerima laporan secara resmi terkait dengan tindak lanjut penanganan di wilayah sengketa.

Bagaimana teknis pengamanan Lombang? Mukit mengatakan, pengamanan di Pantai Lombang dengan pemantauan. Sedikitnya dua personel polisi setiap hari aktif patroli ke Lombang. "Terus kami pantau. Ini untuk mencegah agar kami tidak kecolongan," jelasnya. (uji/zid)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 23 November 2009

Label: ,

Warga Tutup Total Pantai Lombang

Setelah sebelumnya ratusan warga yang mengaku kerabat dan simpatisan pemilik tanah di kawasan Pantai Wisata Lombang menutup sebagian besar areal Pantai Wisata Lombang, kini warga lainnya juga menutup seluruh akses masuk ke Pantai Wisata Lombang yang terletak di Desa Lombang, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep, Jumat (13/11).

Hanya saja, kali ini penutupan tidak dilakukan oleh pemilik lahan, melainkan oleh seluruh penjual makanan dan minuman serta pedagang lainnya yang biasa berjualan di areal wisata Pantai Lombang. Mereka tidak menutup sebagian besar areal wisatanya saja, tetapi semua pintu masuk ke obyek wisata termasuk pintu masuk utama tempat pemungutan karcis masuk pun ditutup dengan memasang batu bata dan batu karang.

Mereka memilih menutup semua akses masuk ke kawasan wisata karena kesal perseteruan yang tak kunjung berakhir antara pemilik dan pemkab. Bahkan belakangan ini, para pedagang juga diusir oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan, sehingga mereka tidak bisa mencari nafkah.

Dikatakan, Masdawi, mestinya perseteruan itu segera diakhiri karena dapat merugikan tidak saja kepada para wisatawan, pemerintah, tetapi juga kepada pedagang yang banyak bergantung hidupnya dengan berjualan di pantai Lombang. Karena akibat perseteruan antara pemilik lahan dan Pemkab Sumenep, mereka juga kecipratan bahkan diusir berjualan di lokasi tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Sumenep, Drs H Moh Nasir MM melalui Staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pantai Wisata Lombang, Atmoni mengaku tidak bisa berbuat banyak. Apalagi kasus penutupan yang dilakukan warga di areal Pantai Wisata Lombang kerapkali terjadi.

Padahal dalam sidang gugatan yang dilakukan oleh warga yang mengaku pemilik lahan di areal Pantai Wisata Lombang itu terhadap Pemkab Sumenep dibatalkan oleh majelis hakim PN Sumenep memutuskan menolak gugatan perdata tentang klaim kepemilikan tanah dan selanjutnya diserahkan ke Pemkab Sumenep untuk dikelola Disbudparpora.

” Tetapi walapun hakim menolak dan memenangkan Pemkab Sumenep, tetapi pagar duri dan bambu yang dipasang oleh warga yang mengaku pemiliknya belum juga dibongkar,” katanya. (st2)

Sumber: Surya, Sabtu, 14 Nopember 2009

Label: ,

Investor Tertarik Pantai Jumiang

Pemerintah bakal menjual pesona pantai Jumiang di Kecamatan Pademawu. Pasalnya, pantai tersebut dinilai unik, menarik, dan layak jual. Bahkan, beberapa investor dikabarkan memantau dan melakukan riset pantai bertebing tinggi itu.

Bupati Khalilurrahman mengaku kedatangan invertor yang tertarik mengembangkan beberapa tempat wisata di Pamekasan. Salah satunya Pantai Jumiang. Alasannya, dia mendengar Jumiang seperti Tanjung karena daratannya menjorok ke lautan. Selain itu, Jumiang berada di kawasan tebing di satu sisi yang menyebabkan lautan bisa dilihat dari ketinggian.

Sedangkan sisi lainnya, Jumiang juga terdiri atas pesisir yang bisa dinikmati pasirnya seperti di Parang Tritis, Jogjakarta. "Kabarnya, ada investor yang tertarik Jumiang," ujarnya pada wartawan di pendopo.

Selain Pantai Jumiang, investor juga akan mengembangkan Branta Pesisir di Kecamatan Tlanakan. Disana terdapat objek wisata pancing dan dapat dijadikan wisata ikan. Ini, kata bupati, harus didukung semua lapisan masyarakat luas. "Tanpa dukungan, tak akan ada kemajuan," katanya.

Salah seorang tokoh pemuda di Kecamatan Pademawu, Jamali, mengklaim Jumiang lebih cantik dibanding saat ini. Itu berarti, dia yakin ekonomi warga Jumiang juga terdongkrak. Sebab, bila wisatwan datang pasti akan berbelanja di sekitar pantai. Secara otomatis, warga ketiban rezeki. Namun, jika Jumiang tetap tidak berubah, dia ragu pengunjung akan lebih ramai. "Jumiang bisa dikelola dengan baik," katanya. (c23/abe)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 19 Oktober 2009

Label: , ,

Potensi Wisata Pantai yang Terbengkalai

Pernah Mau Dikembangkan, Nyaris Dibangun Masjid

Warga setempat pernah ingin mengembangkan kawasan pantai Rongkang menjadi lebih menarik. Namun, keinginan itu justru berkembang jadi polemik. Sebab, wilayah pantai itu memang terkenal lokasi mesum. Sekarang, masih adakah keinginan mengembangkan pantai itu?

MENURUT penduduk setempat, 1989 lalu sudah ada sebagian warga berinisiatif mengembangkan wilayah Pantai Rongkang di Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar. Namun, keinginan tersebut menuai banyak pendapat. Termasuk kalangan tidak justru melihat pengembangan Pantai Rongkang akan menyebabkan dekadensi moral warga.

"Kata warga itu benar. Dulu memang ada keinginan untuk mengembangkan Pantai Rongkang. Tapi, ulama melihat pengembangan pantai akan lebih banyak dampak negatif daripada manfaatnya," ujar Mukaffi Anwar, anggota dewan dari dapil Kwanyar. Kekhawatiran para ulama setempat menurut dia cukup beralasan. Pasalnya, lokasi pantai memang sering digunakan orang tak bertanggung jawab untuk melakukan hal tidak senonoh bersama pasangannya.

Bahkan, saking khawatirnya terhadap kemerosotan moral masyarakat, beberapa ulama pernah berinisiatif membangun masjid. "Itu supaya Pantai Rongkang tidak jadi tempat mesum lagi," tandasnya.

Kekhawatiran itu pernah ditentang oleh golongan muda di sekitar pantai. Golongan muda ini yakin dengan pengolahan yang baik, kawasan pantai akan bermanfaat besar bagi warga sekitarnya. "Nah, yang muda-muda itu yakin bahwa mengembangkan pantai akan lebih baik daripada membiarkannya seperti sekarang. Sebab, mereka yakin tindakan amoral di sekitar pantai bisa ditertibkan kalau ada pengelolaan pariwisata yang benar," paparnya.

Menurut Mukaffi, saat pemerintahan Bangkalan dipimpin oleh almarhum Muhammad Fatah, pernah ada usulan agar pantai itu dikembangkan. "Kalau tidak salah mau dijadikan Marina Bay. Tapi ya akhirnya tidak jadi," ungkapnya.

Terlepas dari polemik pengembangan Pantai Rongkang, Mukaffi mengatakan sebaiknya mulai ada pemikiran bahwa kekayaan wisata di Kwanyar itu harus dikembangkan. Tidak hanya pantai. Makam Sunan Cendana yang dipercaya sebagai penyebar agama Islam di Madura juga ada di kecamatan tempat pantai Rongkang ada. Demikian juga dengan potensi wisata kuliner unik. "Wisata pantai, tempat religius, dan kuliner unik seperti kerupuk di Kwanyar kan harus dikembangkan. Jadikan satu paket seperti di Tuban atau Lamongan," ujarnya.

Pengembangan berbagai potensi itu menurutnya juga merupakan bagian dari alasan Suramadu dibangun. "Dampak positif Suramadu harus dinikmati oleh warga Madura secara umum. Termasuk di Bangkalan dan Kwanyar itu. Yang penting itu ada akses jalan, inisiatif plus fasilitasi pemerintah dan kesadaran dari semua masyarakat," tuturnya.

Polemik pengembangan Pantai Rongkang juga dikomentari Imron Rosyadi yang juga dewan asal Kwanyar. Menurut dia, polemik yang sudah berlangsung lama itu sama dengan polemik sebelum Jembatan Suramadu selesai dibangun. "Saya kira kalau semua bisa ambil peran sesuai dengan porsinya masing-masing tidak akan ada polemik panjang. Misalnya seperti di Tanjung Kodok (Lamongan, Red). Luar biasa sekarang manfaatnya pada warga di sana," ungkapnya.

Menurut dia, banyak warga yang mempertanyakan "what next" setelah Jembatan Suramadu. Pengembangan wisata bisa menjadi salah satu jawaban atas pertanyaan itu. "Kita lihat banyak warga datang ke Madura. Tapi setelah sampai di Madura mereka balik pulang. Lha wong Lumpur Lapindo saja bisa jadi wisata, kenapa Pantai Rongkang dan segala macam itu tidak bisa dijadikan paket wisata," sergahnya. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 01 Oktober 2009

Label: , , , ,

Pedagang Dadakan di Pondok Wisata Pantai Camplong

Berkah Lebaran, Bisa Raup Rp 500 Ribu Sehari

Sejak Idul Fitri hingga Tellasan Topa', beberapa warga meraih berkah dengan berpenghasilan ratusan ribu. Apa yang dilakukan?

SUASANA berbeda terjadi di Pantai Wisata Camplong. Puluhan pedagang memadati deretan pantai landai yang indah dengan hamparan pasir putihnya itu. Tentu saja, mereka berupaya meraup untung dengan aneka jenis usahanya masing-masing. Bahkan tak jarang beberapa di antaranya berlatar belakang non-pedagang.

Dari pantauan koran ini, hingga kemarin puluhan pedagang masih memadati satu-satunya pantai wisata di Kota Bahari tersebut. Tetapi, masih banyak juga yang sudah 'gulung tikar'. Mungkin, mereka yang memilih berkemas pulang tersebut karena pembeli memang sudah menyusut.

Salah seorang pedagang rujak, Buk Sumariyatun, 45, mengaku sangat bahagia pada musim Lebaran tahun ini. Sebab untung yang didapat bisa mencapai ratusan ribu dalam setiap harinya. "Sejak Lebaran, alhamdulillah lumayan banyak pembelinya mas," ujarnya.

Menurut ibu satu anak itu, sebenarnya dia masih berharap pengunjung akan terus membeludak. Sebab jika banyak pengunjung, potensi dagangannya laris terbeli akan semakin besar. "Tapi mau gimana lagi, yang pasti besok (hari ini, Red.) sudah tidak mungkin lagi ada pelancong," ujarnya dalam bahasa Madura yang kental.

Menurut ibu yang mengaku tinggal di depan Kantor Kecamatan Camplong itu, kesehariannya dia bukanlah penjual rujak. "Kalau di rumah, setiap harinya saya hanya menjual nasi Kobal," ujarnya.

Diakui sengaja beralih dagangan saat Lebaran. Itu karena ketika Lebaran pengunjung tidak terlalu meminati makanan nasi. Namun kalau rujak, imbuhnya, biasanya lebih laris. Dan prediksinya itu terbukti. Selama seminggu dia berjualan rujak di Pantai Camplong, tak sedikit pengunjung yang berminat membeli rujaknya.

"Kalau lagi ramai seperti keesokan hari setelah Lebaran dan pas saat Tellasan Topa', saya bisa mengumpulkan uang Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu," ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Syafraji. Pria yang memilih berjualan pentol keliling di sekitar objek wisata Pantai Camplong ini mengaku mendapat lebih banyak pembeli dibanding hari biasanya. "Kalau hari biasa, sedikit untung yang bisa kami peroleh," ujarnya.

Namun, bapak dua anak tersebut tidak menjelaskan secara detail pendapatannya. "Kalau tidak terlalu ramai, kami hanya mendapat Rp 100 ribu tiap hari," ujarnya.

Diapun mengakui, sebelumnya tidak pernah menjual pentol. Tetapi, karena momen yang menentukan, akhirnya dia mau menjual pentol. "Kebetulan istri pinter buat pentol. Sebab, kalau waktu-waktu yang lain saya mencari ikan di laut," ujarnya.

Namun karena Lebaran sudah mulai habis, mereka merencanakan akan mengakhiri dagangan mereka sejak hari ini. "Untuk kebersihan pantai kita sudah bayar Rp 500 bagi pedagang bakso dan Rp 3000 khusus penjual rujak. Jadi, mungkin kami akan bekerja seperti biasa lagi, jualan nasi Kobal," pungkas Buk Sariyatun tersenyum. (c17/ed)

Sumber: Jawa Pos, 30/09/2009

Label: , ,

Potensi Wisata Pantai yang Terbengkalai

Pantai Rongkang Sering Jadi Lokasi 'Eksekusi'

Berbagai potensi wisata tersebar di se-antero Bangkalan. Namun, tidak semuanya tergarap dengan baik, terutama wisata pantai. Saking butuhnya, hiburan pantai pun dimanfaatkan ala kadarnya. Tak peduli kurang sedap dipandang atau kurang fasilitas, pantai tetap menjadi tujuan wisata.

PADATNYA pantai-pantai yang masih disuguhkan secara alami adalah fakta bahwa potensi wisata tersebut masih belum dikelola secara baik. Belum bisanya wisata pantai jadi tumpuan hidup masyarakat sekelilingnya juga membuktikan hal tersebut. Padahal, lokasi wisata selalu jadi tujuan perjalanan pelancong dari luar daerah. Umumnya perputaran uang di lokasi wisata juga sangat tinggi.

Pemandangan di ruas jalan Desa Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar Minggu (27/9) ramai sejak pagi. Sayangnya tidak ada wajah 'asing' di sepanjang jalan tiga meter itu. Mereka yang berkunjung di Pantai Rongkang hanya warga sekitar yang tahu akses mencapai pantai tersebut. Sebab, cukup sulit akses wisatawan menuju pantai ini jika bukan warga Labang, Tragah, Kwanyar atau Modung.

Warga sekitar mengatakan, pantai ini hanya dikunjungi banyak orang hanya setahun sekali. Yaitu, saat orang Madura pada umumnya merayakan Tellasan Topa'. Selebihnya, pantai ini sepi. Tanpa hiburan, tidak ada orang jualan dan kerap kali dijadikan tempat 'eksekusi' pasangan mesum. "Orang di sini sampai gerah melihat pantai ini dijadikan tempat begituan. Dilarang, nanti ada lagi dan begitu seterusnya," ujar Rifai, warga setempat yang ikut berjualan saat Tellasen Topa' tiba.

Menurut dia, di pantai itu juga kerap kali ditemukan mayat tak beridentitas. "Entah datang dari mana. Mungkin memang dibunuh lalu dibuang ke sini atau terdampar di pantai ini karena ombak yang membawanya," ujarnya. Syukur kejadian tersebut tak terjadi terlampau sering. Namun, tiap ada penemuan selalu menggemparkan warga.

"Padahal tempat ini sangat bagus. Lokasinya strategis, dekat Suramadu dan bisa memandanginya dari sini. Sayangnya, orang luar tidak tahu keberadaan pantai ini. Pemerintah juga tak pernah mencoba mempromosikan pantai ini jadi objek wisata," sesal Rifai.

Sementara itu, sebagian warga ternyata memandang pantai berbatu itu sebelah mata. Sebab, di pantai itu warga terlalu sering menemukan pasangan berbuat tidak senonoh. "Meski sering dipergoki warga, pasangan-pasangan lainnya tidak kapok juga. Kalau sudah sabtu minggu sampean bisa lihat sendiri," ujar Umar yang juga warga Kwanyar Barat.

Seringnya warga memergoki pasangan mesum di pantai membuat tokoh ulama di sekitar pantai itu ikut geram. Namun, ketidaksukaan tersebut tak membuat perbuatan mesum di wilayah pantai berhenti total. "Setiap hari itu ada saja yang sembunyi di karang-karang pantai untuk berbuat mesum. Saya sampai tidak habis pikir," sesalnya. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH) (bersambung)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 30 September 2009

Label: ,

Kepemilikan Bermasalah, Warga Tutup Lokasi Wisata

Tim Liputan 6 SCTV
Warga menutup jalan masuk Pantai Lombang di Sumenep

Lokasi wisata Pantai Lombang di Sumenep, Madura, Jawa Timur, ditutup untuk umum oleh warga setempat yang mengaku sebagai pemilik tanah. Penutupan dilakukan dengan memasang pagar bambu dan batu di setiap jalan menuju pantai. Warga beralasan kepemilikan tempat wisata ini masih bersengketa sehingga harus ditutup.

Sengketa menyangkut pantai Lombang antara warga dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep tampaknya tak kunjung usai. Proses persidangan yang selalu ditunda membuat warga kesal dan mengambil sikap dengan menutup akses menuju ke tempat tersebut. Selengkapnya simak video berita ini.(UPI/YUS)

Sumber: Liputan6.com, 30/08/2009

Label: ,

Bonsai Cemara Udang di Pantai Lombang

Bonsai Tujuh Tahun Harganya Hanya 50 Ribu

Pantai Lombang di Kecamatan Batang-Batang merupakan salah satu jujugan wisata pada Hari Raya Ketupat (H+7 Idul Fitri). Momen ini peluang bagi pedagang untuk menjual bonsai cemara udang, tanaman khas Pantai Lombang. Bagaimana prospeknya?

LEBARAN Ketupat tinggal empat hari lagi. Tapi, pantai yang sebagian lahannya disengketakan itu tidak sepi dari pengunjung. Bahkan, mobil pribadi setiap hari mengular hingga 200 meter sepanjang jalan akses menuju pantai.

Kondisi seperti itu dimanfaatkan warga untuk berjualan. Di hari ke empat pasca-Lebaran Idul Fitri kemarin, banyak pedagang berdatangan dan menempati lokasi yang ditentukan. Seperti pedagang bonsai cemara udang, mereka mulai menata tanamannya untuk menyambut membeludaknya jumlah pengunjung kemarin.

Abd. Aziz, salah satu pedagang bonsai cemara udang di Pantai Lombang, mengatakan, dia bersama dua rekannya sengaja menawarkan bonsainya sebelum Lebaran. "Kalau Lebaran bonsai tidak laku. Sebab, terlalu banyak pengunjung dan tidak ada angkutan yang bisa masuk ke dalam sini (sekitar pesisir pantai, Red)," katanya.

Dia mengaku, bonsainya laku hingga 20 buah per hari. Pembelinya kebanyakan datang dari luar daerah. "Mereka ada yang bilang dari Bandung, Jogjakarta, dan Jakarta. Pokoknya dari luar Madura paling banyak," katanya.

Sedangkan harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung pada jenis dan bentuk bonsai. Mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 300 ribu. "Yang umurnya berkisar tujuh tahunan seperti ini kami jual Rp 50 ribu," katanya sambil menunjjukkan bonsai yang berada di urutan paling pinggir sebelah selatan.

Dahnan, penjual bonsai lainnya menuturkan, kebanyakan pedagang hanya mengambil keuntungan Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu dari cemara udang yang berumur 7 tahun. "Mungkin juga ada yang lebih. Tapi pengalaman kami, dengan harga Rp 50 ribu saja kadang masih ada yang menawar Rp 20 ribu. Itu bukan hanya rugi modal, tapi rugi tahun," cetusnya lalu tersenyum.

Karena itu, pedagang tidak menanam sendiri bonsai. Mereka kebanyakan kulakan dari warga lainnya yang sudah menanam cemara udang yang berumur tahunan. "Kalau menanam sendiri, umur dua tahun saja kadang dicari orang. Makanya, kami sering kewalahan dalam menyetok bonsai," ujarnya.

Bagaimana mengangkut bonsai itu? Dahnan menggaku menggunakan mobil pribadi. Menurut dia, pedagang hanya menjual bonsai di lokasi pemasaran. "Kalau sampai di tempat yang mereka tuju, masak dijual dengan harga Rp 50 ribu. Beda dengan penjual bonsai kelas atas dengan harga puluhan juta," sergahnya.

Sementara Rustam, pemilik bonsai cemara udang berkelas, mengatakan, memasarkan bonsai yang tergolong mahal tidak harus ke lokasi keramaian. Alasannya, bonsai-bonsai seperti yang dimaksud meskipun sulit ditempuh, tetap dicari. "Memang bonsai saya dijual di sini (pinggir jalan akses pantai Lombang, Red)," katanya sambil menyiram bonsai-bonsainya.

Dijelaskan, untuk penjualan hingga tiba tempat yang dituju pembeli, ongkos transportasi disesuaikan dengan harga bonsai. "Beberapa hari yang lalu kami menjual bonsai dengan harga Rp 3 juta ke Sumenep. Dan ongkosnya Rp 250 ribu. Jadi, disesuaikan saja," jelasnya. (ZARNUJI)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 24 September 2009

Label: ,