Perajin Ukir Tangan Tetap Eksis
Perajin kayu jati ukir tradisional (tangan) di Bangkalan, jumlah cuma hitungan jari. Kebanyakan mereka membuat tempat tidur, lemari, dan perabotan rumah tangga lainnya. Mereka mampu bertahan di tengah kemajuan pembuatan mebeler yang menggunakan peralatan.
SIANG itu lima remaja berusia belasan tahun tengah melakukan pengerjaan pembuatan lemari ukiran. Masing – masing pengrajin mengerjakan sesuai bidangnya. Ada yang memahat kayu dan mengukir, ada juga yang memoles ukiran. Itu kegiatan rutin perajin yang mengandalkan keterampilan tangan di show room Durantique di Jl. Raya Bancaran, Kel.Bancaran, Bangkalan.
"Mereka sedang mengerjakan pesanan konsumen. Konsumen datang ke sini memesan apa yang diinginkan. Bisa lemari, atau kursi, tempat tidur dan lainnya," kata Chaliq, pengusaha kerajinan ukir itu.
Dikatakan, konsumen tinggal datang pesan apa kebutuhannya. Bahan baku berupa kayu jati tidak perlu khawatir karena sudah tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasar. Itu juga terlihat di show room. Selain beberapa hasil karya perajin tampak pula tumpukan yang siap dipoles menjadi barang jadi yang bernilai ekomis tinggi.
"Memang kami hanya menyediakan bahan baku kayu jati. Sehingga harga lemari atau kursi yang kita tawarkan lebih mahal. Meman konsumen yang datang ke kami, adalah kelas menengah ke atas," ujar pengrajin lulusan SMAN 1 Bangkalan ini.
Kenapa membidik konsumen menengah ke atas, menurut Chaliq tidak ingin bersaing dengan para perajin yang sudah ada di tempat kelahirannya. Para perajin lain yang juga mengandalkan pesananan dari konsumen, sudah begitu banyak. Bahan baku kayu yang dipakai mereka beragam, mulai meranti, bengkirai dan kaju asal Kalimantan lainnya.
"Biarlah kami fokus pada kayu jati. Jadi keberadaan kami tidak menggangu rekan–rekan seprofesi lainnya. Toh kita bekerja ini, sama–sama cari makan dengan uang halal. Kalau kita bersaing terlalu ketat, sama–sama mendapatkan kesulitan. Kami cari haluan lain, dengan menggunakan bahan baku khusus jati," ujarnya.
Bahan kayu jati yang dipakai untuk pembuatan kebutuhan interior di rumah tidak ada kesulitan mendapatkannya. Dia sudah membuat jaringan dengan para pemilik pohon kayu jati di desa – desa.
“Selama ini kami mendapatkan kayu jati dari masyarakat di wilayah Galis. Kadang kita yang mencari, atau masyarakat yang menawarkan kalau punya kayu jati. Kita saling tawar – menawar, bila sepakat, kayu di kirim ke sini,” ucapnya.
Dengan bahan baku kayu jati, lanjut dia sudah barang tentu hasil karya kerajinan ukir ini harganya cukup mahal. Harganya jutaan rupiah, tergantung tingkat kesulitan pengerjaan dan besaran bahan baku yang diperlukan. "Harganya bervariasi dari jutaan rupiah hingga puluhan juta. Tergantung bahan baku dan tingkat kesulitan ukiran yang dikerjakan teman–teman," tambah Chaliq.
Meski harga cukup mahal namun cukup banyak pesanan yang masuk. Hampir setiap bulan produksi home industri kerajinan ini bisa mencapai 100 unit guna memenuhi konsumen . "Teman – teman yang bekerja cukup banyak, tergantung pesanan. Semakin banyak pesanan, banyak teman–teman yang diperlukan untuk bekerja. Hasil yang didapat teman–teman tiap bulannya, cukup untuk kebutuhan hidup sehari–hari," tegasnya. “Ya, masih di atas UMK lah," tambahnya.
Di tengah modernisasi, dia tetap menilai prospek kerajinan ukiran kayu ini di masa mendatang masih cukup menjanjikan. Meskipun sekarang jamannya serba instan."Biarlah kita akan terus bertahan dengan menekuni profesi sebagai pengrajin ukiran kayu. Dua tahun ke depan prospeknya masih cerah. Kita juga mendapatkan pesanan dari masyarakat termasuk dari kelembagaan. Jadi tetap kami bisa menikmati pekerjaan ini," ungkapnya.
Kepala Disperindag Bangkalan Drs Geger, MM mengatakan memang tidak cukup banyak perajin kayu ukir tradisional di kabupaten Bangkalan. Namun mereka mampu menghasilkan karya yang bernilai kualitas secara estetika, bahkan berciri khas tersendiri.
Seperti kursi Inlai dari Kec. Tragah, Ranjang Pale’ dari Kec. Arosbaya. "Kursi Inlai dari Tragah, bisa menembus Bali. Hasil karyanya perorangan itu mempunyai ciri khas tersendiri," ujarnya.
Untuk membantu pengembangan jaringan pasar, pihaknya juga tidak segan-segan mendorong pelaku usaha home industri ini, untuk ikut pameran di tingkat lokal atau regional.
"Seperti PRB (Pekan Raya Bangkala) beberapa waktu lalu, mereka ikut tampil. Ini tidak lain untuk lebih mengenalkan pada konsumen," kata Geger. (KASIONO).
Sumber: Surabaya Post, Senin, 10 Nopember 2008
Baca juga:
Ranjang Pale' Dongkrak Gengsi Pengantin
Label: barang antik, industri, pengrajin ukir
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda