Ribuan Warga Saksikan Sapi Sonok

Ribuan pasang mata tertuju pada kontes sapi hias alias sapi sonok di halaman Bakorwil IV Pamekasan kemarin. Mereka terlihat asyik dengan pertunjukan atrakrif budaya asli Madura yang memang terkenal memiliki keunikan tersebut.

Warga yang datang untuk menyaksikan kontes sapi sono ini bukan hanya dari Pamekasan. Mereka banyak yang datang dari luar Pamekasan, seperti Sumenep, Sampang hingga Bangkalan.

Selain itu, banyak juga warga pendatang yang berasal dari luar Madura. Umumnya mereka ini adalah turis lokal yang memang hadir untuk melihat dari dekat sapi hias tersebt.

Satu per satu sapi sonok berjalan menuju "gerbang" kontes. Musik khas Madura saronen mengiringi keberangkatan dua pasang sapi menuju finish. Nah, selama perjalanan menuju finish terlihat para pengiring begitu atraktif. Ada yang menari, ada juga yang sambil menembang.

Berbeda dengan sapi kerapan, sapi-sapi ini tidak hanya dimanjakan dengan perawatan. Melainkan, juga harus rajin dengan latihan. Pelatih yang juga disebut pawang ini mengajarkan cara berjalan dan cara menjejakan kaki depan keatas sebuah kayu di "gerbang" kontes.

Inilah sebabnya mengapa diberi nama sapi sonok. Ada yang menyebut penggunaan istilah sonok berasal dari Bahasa Madura sokonah nungkok atau kakinya naik. Dan, pada kontes sapi sonok memang kaki sapi harus naik bersamaan pada balok kayu di "gerbang" kontes.

Pemilik sapi sonok, Zain, asal Pamekasan mengatakan, setiap pasangan sapi sonok akan melewati lapangan yang panjangnya 180 meter. Untuk putaran pertama, arena hanya dilalui oleh dua pasangan sapi sonok dan pawangnya.

"Sapi-sapi betina ini harus berjalan lurus ke depan dalam waktu 15 menit. Jika sapi menginjak tali pembatas maka akan ada pengurangan nilai sebanyak 5 poin. Di ujung lintasan, sapi-sapi betina yang terlatih baik ini kelihatan berhati-hati saat menaikkan kaki depan," katanya.

Berbeda dengan kontes pada umumnya, pada kontes sapi sonok semua kontestannya memeroleh piala penghargaan. Itu sebagai apresiasi terhadap pemilik sapi yang sudah merawat dan memelihara sapi-sapinya dengan baik sambil menjaga tradisi budaya. (c9/zid)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 26 Oktober 2008

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda