Saat Air Laut Surut di Gili Raja

Perahu Tak Bisa Menepi, Penumpang Harus Jalan Kaki

Menjadi warga pulau memerlukan kesabaran tersendiri. Bila malam tiba, lampu penerang tak seperti di daratan. Ketika pagi tiba, agak sulit mencari air tawar di musim kemarau. Saat ingin ke kota, warga harus berjalan hingga ratusan meter menuju perahu yang ditambatkan di tengah laut. Mengapa?

Pulau Gili Raja hanya terdiri atas 4 desa. Di deretan paling timur terdapat Desa Lombang, Desa Jate yang menjorok ke selatan, serta Desa Ben Beru dan Ben Maleng. Di sebelah barat Gili Raja, terdapat satu pulau kecil yang diberi nama pulau Gilingan. Pulau ini termasuk salah satu dusun di Desa Ban Maleng yang dihuni 34 KK.

Di sebelah barat Gilingan, terdapat tiga pulau lagi. Yakni Pulau Sumber Pandan, Keramat, dan Pulau Sek Pote. Tiga pulau ini tak bertuan. Kini, daratannya timbul tenggelam setelah pasir-pasir putih di tiga pulau tersebut di tambang orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Gili Raja sendiri terdapat dua anjungan, yakni Lombang dan Ban Beru. Satu anjungan lainnya di Ban Maleng, milik pribadi H Rokib, Kades Desa Ban Maleng. Tiga anjungan tersebut dimanfaatkan pelaut untuk berlabuh. Jalur padat yang sering digunakan hanya dua. Yakni anjungan di Ban Beru dan Lombang.

Bagi warga pulau, setiap musim nyaris memunculkan masalah tersendiri. Jika musim angin, warga cemas. Mereka khawatir abrasi mengganas dan gelombang pasang naik ke pinggiran pulau.

Pada musim angin besar inipun, warga pulau merasa kesepian. Sebab, tangkapan ikan menurun. Padahal, ikan merupakan sumber utama penghidupan mereka.

Jika air laut surut, warga pulau juga tak nyaman. Terutama ketika hendak bepergian ke luar pulau. Sebab, mereka harus berjalan hingga menembus ratusan meter dari bibir pantai. Mereka bergerak dengan baju yang basah kuyup menuju perahu tambengan yang diparkir di tengah laut.

Selanjutnya, perahu tambangan itu mengantar penumpang ke perahu yang lebih besar lagi. "Susah Pak jadi oreng polo (warga pulau, Red)," kata Mashudi sambil menggendong anaknya bergerak dari bibir pantai menuju tambengan.

Menurut dia, penumpang terjun bebas dari perahu menuju daratan seringkali terjadi pada tanggal muda. Sebab, sebelum bulan purnama, gelombang laut tidak pasang. Surutnya air laut ini, menyisakan masalah bagi perahu pengangkut barang. Sebab, perahu tak bisa mengantar penumpang/barang hingga ke tepian pantai. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 13 September 2008