Musik Tradisional Ul Daul

Musik Tradisional Rambah Pentas Nasional

MUSIK tradisional ul-daul sudah tak asing lagi bagi masyarakat Madura, khusus Sumenep. Musik tersebut awalnya lahir dari musik tradisional tong-tong.

Sekitar empat tahun belakangan ini, perkembangan musik ul-daul cukup pesat di tiga kabupaten. Yakni Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Kini, ul-daul menjadi bagian dari khasanah kekayaan seni dan budaya masyarakat Madura.

Sejarah lahirnya musik ul-daul hingga kini belum diketahui. Tapi, dengan eksisnya keberadaan dan banyak perkumpulan ul-daul di Madura, khususnya Sumenep, menjadi bukti bahwa Madura merupakan tanah yang kaya karya seni.

Kini, musik tersebut menjadi salah satu kesenian yang sering banyak ditampilkan dalam berbagai kegiatan. Mulai, selamatan, hitanan, hingga perkawinan.

Berdasarkan penelusuran wartawan koran ini, kumpulan musik tradisional ul-daul di Sumenep sulit dihitung jumlahnya. Hal ini disebabkan jumlah kelompok musik ul-daul sangat banyak. Diperkirakan setiap desa punya pekumpulan ul-daul.

Baik kelompok rintisan maupun kelompok yang sering unjuk kebolehan di Jatim maupun Nasional. Sebut saja, kompolan musik tradisional ul-daul Arrisalah Gong Mania, Desa Bataal Laok, Kecamatan Ganding.

Kompolan ul-daul yang satu ini membawa nama Kabupaten Sumenep menempati urutan ke dua di pentas lomba musik ul-daul tingkat Nasional. Banyak hal yang melatarbelakangi proses untuk meraih poin kemenangan itu. Baik yang bersifat meterial, moral, dan semangat pantang menyerah.

Ketua Kompolan ul-daul Arrisalah Gong Mania, Abul Khaoir, menjelaskan, prinsip mengembangkan kumpulan miliknya berpijak pada semangat melestarikan warisan nenek moyang. Menurutnya, ul-daul merupakan musik alam berciri khas ke-Madura-an. Sebab, dalam perkambangannya musik ul-daul tak pernah lepas dengan tabuhan (alunan musik) bernafaskan alam Madura. Mulai dari irama, musik, dan aksesoris yang melingkapi musik tradisional itu.

Sehingga, tidak berlebihan ketika pertama kali mendirikan kompolan ul-daul gong mania pada 2002 dia bisa seharian berlatih. "Ternyata, lantunan tabuhan musik bisa menghilangkan capek dan kesibukan lainnya," kata Khoir.

Meski demikian, mendirikan komunitas musik ini bukan hal mudah. Dia mengisahkan, kali pertama kompolan ul-daul gong mania didirikan dengan keterbatasan. Sehingga penampilan alakardarnya.

Meskipun berbekal kesederhanaan, komunitas ini tidak mau kalah bersaing dengan kompolan ul-daul yang lebih dahulu berdiri. Pada 2004, banyak warga yang mengundang ul-daul gong mania untuk tampil. Sejak itulah sejumlah alat mulai dilengkapi.

"Dengan dana pas-pasan, kami menambah perlengakapan yang dibutuhkan. Seperti jidul, terompet, dan mobil untuk mengangkut background ul-daul," jelasnya.

Untuk satu ul-daul dengan peralatan komplit, terang Khoir, dibutuhkan dana sedikitnya Rp 30 juta. Sedangkan setiap kali diundang tampil, tarifnya bervariasi. Untuk lokal Rp 1 juta. Dan luar kota Rp 1,5 juta.

Dengan tarif sewa tersebut, dia hanya mendapat keuntungan sedikit. Sebab, jumlah penabuh yang harus dibayar 10 orang dengan seorang pelatih. Tapi, dia mengaku senang. Karena beberapa tahun kemudian perkumpulan itu berkembang semakin pesat. Sehingga, namanya semakin dikenal banyak orang.

Namun, personel dan jajaran pengurus tak pernah puas. Semakin sering tampil di berbagai pentas akbar, pengurus makin tertantang untuk membenahi kelompoknya.

Dari sejarah perjalanannya, semangat itu mampu mengantarkan kelompok musik ul-daul gong mania menjuarai berbagai perlombaan bergengsi. Pada 2006, kompolan ini menjadi juara I musik tradisional yang dilaksanakan PCNU Pragaan.

Pada 2007 dinyatakan sebagai juara terbaik I dalam grand prix traditional art contemporer new year 2007 di Sampang. Juara terbaik dekorasi dan penyaji musik dalam pagelaran musik tradisional se Madura oleh FKPPI Sumenep.

Selain itu, pada 2008 kembali mejadi juara terbaik dalam grand prix traditional art contemporer. Puncaknya, kompolan gong mania didaulat mewakili Madura dalam kejuaraan musik tradisional tingkat Nasional.

Dengan sederet prestasi, mereka patut berbangga. Meski demikian, kehormatan dan anugerah tidak membuat kelompok gong mania terlena. Sebab, tujuan berdirinya kompolan tersebut untuk mengajak masyarakat melestarikan budaya tradisional. Serta memberikan hiburan yang sarat budaya Madura. "Dengan musik ini, kita tumbuhkan kecintaan kepada budaya Madura," katanya. (tur/zr/tra)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 12 Oktober 2008

Label: , ,

1 Komentar:

Pada 29 Juli 2017 pukul 10.43 , Blogger Unknown mengatakan...

MINTA INFONYA SEWA SEKARANG?

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda