Melihat Lebih Dekat Wisata Perahu Selat Madura

Wisata Baru Pantai Suramadu

Selain Pantai Ria Kenjeran, di kawasan utara terdapat dua lokasi bahari di lepas pantai Selat Madura yang mulai diminati masyarakat Surabaya. Yakni, Pantai Kenjeran Batu dan Pantai Suramadu. Kedua tempat terakhir itu saat ini menjadi kawasan wisata bahari aternatif. Bagaimana kondisinya?

JIKA ingin menikmati keindahan pemandangan bahari di Surabaya, kunjungi saja wisata perahu di beberapa lokasi perairan pantai utara. Berbagai alternatif wisata ditawarkan bagi pelancong. Misalnya, wisata perahu yang membawa pengunjung hingga tengah laut Selat Madura. Bahkan, wisatawan bisa langsung menuju tepian pantai selatan Pulau Madura.

Kini ada dua lagi lokasi wisata bahari yang menggunakan fasilitas perahu. Yakni, Pantai Kenjeran Batu dan Pantai Suramadu. Para pengunjung bisa menyewa perahu konvensional alias menggunakan dayung atau layar. Tapi, pengunjung juga bisa menggunakan perahu motor tempel.

Pengunjung bisa meminta para nelayan berperahu hingga menuju kaki Jembatan Suramadu. Bahkan, pengunjung bisa berada di bawah Jembatan Suramadu. Atau, sekalian menuju ke pantai selatan Pulau Madura.

Rata-rata perahu-perahu tersebut milik nelayan sekitar. Mereka menjadikan perahunya sebagai usaha wisata untuk menambah penghasilan. Di Pantai Kenjeran Batu, misalnya. Sekitar 150 perahu siap mengantar pengunjung menikmati keindahan tengah laut. "Jarak untuk menuju Pulau Pasir lebih dekat dari sini," kata Ahmad Hasim, salah satu pemilik perahu. Pria 53 tahun itu sejak 2006 lalu menyewakan perahunya untuk berlayar hingga ke tengah laut.

Menurut Hasim, tarif berlayar hingga ke tengah laut lebih mahal. Yakni, sekitar Rp 200 ribu per perahu. Tapi, jika hanya ingin diantarkan sampai ke Pulau Pasir atau hanya sampai ke tengah, biayanya sekitar Rp 7 ribu per orang. Itu pun bergantung pada jumlah muatan. Semakin banyak penumpang, jelas harga yang ditanggung setiap orang semakin murah.

Jika ingin menyewa perahu tersebut, penumpang cukup mendatangi pos penjaga yang berdiri di pantai di bawah Jembatan Suramadu. "Langsung bisa tanya. Tapi biasanya anak-anak (nelayan) yang menawarkan untuk diantar," ucap Suwandi dengan dialeg khas Madura.

Biasanya banyak wisatawan yang menggunakan jasa pada Minggu. Jika libur tiba, penumpang bisa membeludak. Ini tentu berdampak positif bagi pemilik perahu.

Pria 53 tahun itu menambahkan, banyak wisatawan yang menggunakan jasa persewaan perahu untuk pergi memancing atau sekadar mengabadikan kemegahan jembatan sepanjang lima kilometer itu. "Biasanya pada sore dan tengah malam banyak yang minta diantarkan berlayar," ujar Suwandi.

Para nelayan yang berdomisili di kawasan Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, tersebut banyak yang memilih menyewakan perahu karena menurunnya jumlah tangkapan ikan. "Minimal menjadi penghasilan tambahan buat jaga-jaga kalau masa paceklik," papar Suwandi.

Munculnya tempat wisata baru yang mulai diminati masyarakat Surabaya itu juga dicermati Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wiwiek Widayati. Namun, pihaknya masih mengembangkan potensi wisata Pantai Ria Kenjeran . "Agenda wisata memang lebih banyak difokuskan di kawasan tersebut untuk sementara ini," ujarnya. Wiwiek menambahkan, konsep tersebut sejak lama menjadi program pengembangan pariwisata Kota Surabaya.

Meski demikian, bukan berarti kawasan tersebut menjadi 'anak tiri' dan jauh dari penataan. Pihaknya saat ini berupaya mengecek kodisinya secara langsung di lapangan. "Kami akan periksa dulu, apa benar-benar aman dan nyaman untuk tempat wisata. Kalau memang semua sudah dirasa cukup, program berikutnya akan kami coba," tuturnya. (edw/dim/c2/mik)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 29 Maret 2010

Label: , , ,

Tawarkan Pesona Pulau Pasir dan Jembatan

ADA dua objek wisata yang ditawarkan nelayan pesisir Suramadu dan Pantai Kenjeran. Yaitu, pesona Pulau Pasir dan eksotisme Jembatan Suramadu yang dilihat dari Selat Madura. Biasanya, nelayan menjadikan dua tempat wisata tersebut dalam satu paket perjalanan. Namun, pengunjung bisa menawar untuk satu tujuan saja, sesuai kantong masing-masing.

Menyaksikan Suramadu bisa dilakukan mereka yang berkunjung di pantai dekat jembatan itu. Dari tempat tersebut, uang sewa kapal tidak terlalu mahal. Jika tidak ada rombongan lain, biaya perjalanan hingga bentang tengah Suramadu cukup Rp 50 ribu untuk satu hingga tiga penumpang. Tarif tersebut bisa turun drastis hingga Rp 5 ribu sampai Rp 7 ribu per orang jika naik perahu bersama delapan orang lain.

Dari bawah Jembatan Suramadu, penumpang perahu bisa puas berfoto dengan latar belakang jembatan yang diresmikan pada 10 Juni 2009 itu. Pemandangan semakin menarik ketika mentari mulai tenggelam. Yakni, saat petugas jembatan mulai menyalakan lampu-lampu yang membentang di jembatan sepanjang 5,4 km tersebut. Pemandangan semakin indah karena Suramadu telah dilengkapi pencahayaan yang artistik.

Art lighting itu membuat pylon bentang tengah yang megah jadi semakin menarik dengan permainan cahaya LED dari lampu color reach. Kombinasi lampu hemat energi tersebut dapat menghasilkan aneka warna. Begitu juga, di bagian steel box girder telah dipasang lampu color blast yang juga dapat menampilkan kombinasi beraneka ragam warna. "Banyak yang foto-foto dari perahu. Katanya kalau dari jembatan, kendaraan bisa kena tilang," ujar Slamet, salah seorang pemilik perahu.

Irvan, nelayan lain, mengatakan bahwa biaya menuju Suramadu Rp 100 ribu. Dia beralasan nelayan membutuhkan sedikitnya 4 liter bensin untuk menuju Suramadu. Sebab, tidak banyak orang yang mau menuju Suramadu dari Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran. "Jauh dari sini. Sepi karena pengunjung tidak mau panas-panas di tengah laut," ucapnya.

Oleh sebab itu, Irvan dan 73 pemilik perahu di THP Kenjeran lebih banyak menerima order ke Pulau Pasir. Untuk ke sana, setiap penumpang hanya kena Rp 5 ribu. Pulau pasir adalah sebutan untuk hamparan pasir sepanjang 1,5 kilometer dan berada di tengah Selat Madura. Jaraknya dari bibir Pantai Kenjeran sekitar 750 meter. Harus naik perahu sekitar 10 menit. Pulau itu terbentuk dari sedimentasi material yang terbawa oleh Sungai Brantas dan mengendap di Selat Madura.

Kepala UPTD THP Kenjeran Mulyono mengatakan tidak setiap saat bisa mengakses pulau tersebut. Sebab, pulau pasir baru bisa total dikunjungi saat air laut surut. Ketika itu, pulau tersebut tampak jelas dan penumpang perahu tidak perlu khawatir basah. Selama ini, pulau pasir disukai karena pengunjung bisa mencari keong maupun binatang laut lain. "Itu salah satu daya tarik pantai ini," ucapnya.

Tidak hanya itu, warga sekitar juga memanfaatkan pulau pasir untuk berjualan di tengahnya. Biasanya, setiap Minggu di tengah pulau tersebut ada ibu-ibu yang menggelar dagangan. Mulai minuman hingga makanan ringan. "Kepadatan umumnya mengikuti pengunjung pantai. Kalau pengunjungnya banyak, pulau pasir juga dipenuhi orang," tuturnya. (dim/edw/c6/roz)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 29 Maret 2010

Label: , , ,

Batik Madura Makin Moncer

Batik Madura memang sudah terkenal. Tapi peminat batik dulu biasanya membeli di distributor Jakarta atau Surabaya. Sebab sentra batik Madura berada jauh di pelosok seperti Tanjung Bumi, Sampang, Pamekasan, Sumenep.

Tapi sejak Jembatan Suramadu dibangun, penyuka baju batik cukup datang ke Burneh, Kab. Bangkalan. Sebab di daerah yang menjadi akses Jembatan Suramadu ini sekarang bermunculan gerai toko batik yang menjual produk perajin dari semua daerah Madura.

Dari Burneh hingga Kota Bangkalan tidak kurang berdiri 20 toko batik. Toko-toko batik itu milik perajin batik Burneh, Tanjung Bumi, atau Pamekasan yang menangkap peluang bisnis setelah Jembatan Suramadu dibangun.

Ada koleksi batik tulis yang dikerjakan secara tradisional tapi harganya mahal. Pilihan lain tersedia juga batik cap yang harganya lebih murah. Jangan khawatir, semuanya bercorak khas Madura seperti warna dominan merah, hijau dengan kembangan etnisnya.

”Saya sebenarnya jualan batik sudah lama. Namun sejak ada Jembatan Suramadu, saya membuka gerai di rumah. Memang sangat terasa, sekarang banyak pengunjung dari luar daerah mencari batik Madura ke sini,” kata Yayuk, pemilik gerai ’Baju Batik Madura’ di Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, ditemui Selasa (9/3).

Di rumah batiknya dia menjual batik produk Tanjung Bumi dan Pamekasan. Dia mengaku, sekarang kewalahan memenuhi pesanan dari luar kota. ”Saat ini saya harus memenuhi pesanan 400 potong batik Pamekasan dari ibu-ibu di Jawa,” cerita dia. ”Ibu – ibu itu ke sini datang lihat sendiri barang yang cocok dan langsung pesan," ujarnya.

Untuk menyediakan bahan baku dia membuka jaringan dengan pemilik batik di Tanjung Bumi dan Pamekasan. Dia datang sendiri mencari batik ke perajin yang cocok dengan permintaan pasar. ”Saya sudah mempunyai beberapa pemasok batik dari Tanjung Bumi dan Pamekasan," ujar aktivis perempuan ini.

Dia menjual batik dalam bentuk kain dan baju. Harganya bervariasi mulai Rp 35 ribu per potong hingga Rp 100 ribu per potong. ”Ya modal saya kecil. Pernah saya satu minggu mendapat pemasukan Rp 9 juta," ujarnya.

Selain warga Burneh, ada pula perajin batik dari Tanjung Bumi yang membuka gerainya di Kota Kecamatan Burneh. Salah satunya Siti Syamsiyah yang membuka gerai batik di Jl. Raya KH Munif. Di tokonya ini berjajar ratusan macam batik corak Tanjung Bumi. Harganya mulai dari Rp 75 ribu per potong – Rp 1,5 juta per potong.

“Kami khusus menjual batik tulis Tanjung Bumi. Kenapa agak mahal harganya, karena ini batik tulis. Beda dengan batik cap dari daerah lain. Apalagi dengan batik printing dari kota-kota di Jawa," ujar Ifah, salah satu karyawan yang menjaga tokonya.

Dia yang ditemui sedang membatik itu mengatakan cukup ramai pengunjung datang ke tokonya sejak ada Suramadu. Mereka dari Jakarta, Jateng, Malang, dan Surabaya. ”Dulu mereka kenal dengan kami saat di Jakarta saat ada pameran. Sekarang orang Jakarta yang kebetulan ke Surabaya datang ke Madura membeli batik di tempat produksinya,” katanya.

Jembatan Suramadu juga menjadikan gerai batik di Kota Bangkalan makin ramai. Ada tiga gerai yakni Nusa Indah Jl. KH Kholil, Tresna Art, Jl. KH Kholil. Satu lagi rumah batik di komplek perumahan Kelurahan Mlajah, Jl. Sidingkap.

Seperti akhir pekan kemarin di gerai batik Nusa Indah menjelang siang hari hingga sore ramai dikunjungi pembeli dari Surabaya, Jogjakarta, Jakarta, Bandung, hingga Balikpapan.

Gerai batik ini paling strategis karena di pinggir jalan raya. Di sini tersedia batik produk Tanjung Bumi, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep dan Sampang. Karena itu di etalase toko dituliskan ‘Batik Madura’.

”Saya dari Sidoarjo membawa teman-teman dari luar kota. Ada dari Jogjakarta, Jakarta, Kalimantan. Mereka kebetulan ada acara di Surabaya. Usai acara mereka ingin melihat Suramadu, lalu dilanjutkan ke Bangkalan mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang ke daerahnya masing-masing," ujar pengunjung Ny. Umi Latifah.

Di toko ini ada kain hingga pakaian jadi. Batik produk Bangkalan ternyata harganya paling mahal namun banyak diminati karena corak dan warnanya lebih ngetrend dibandingkan batik Madura lain.

Seperti seorang ibu dari Jogjakarta ini memborong empat kain batik dengan harga masing – masing Rp 250 ribu. “Saya tahu mana batik yang berkualitas dan tidak. Meski harganya cukup mahal tak masalah, yang penting mantap. Ini untuk oleh-oleh keluarga di rumah," ujar ibu muda ini.

Ada juga batik yang sudah jadi dalam bentuk baju. Baju pendek harga Rp 75 ribu dan baju batik lengan panjang Rp 100 ribu. Selain itu juga tersedia kaos khas Madura loreng warna merah-putih harga Rp 30 ribu. Gantungan kunci berhias patung kecil orang Madura berpakaian Madura, pecut, udeng, dan lainnya.

“Mumpung barangnya ada, saya beli baju batik. Ini untuk oleh–oleh teman–teman kerja di kantor, selain untuk keluarga," kata seorang bapak yang memborong baju–baju batik Madura.

Embun, pemilik gerai batik Nusa Indah mengatakan, pada akhir pekan pengunjung sangat ramai hingga dia kewalahan melayani pembeli yang datang silih berganti. ”Kalau stok batik tersedia cukup. Karena kami selalu mendapatkan pasokan barang yang diinginkan selera konsumen," ujarnya di sela melayani pengunjung.

Tak lama kemudian datang lagi rombongan ibu-ibu naik bus dari Malang datang ke toko ini. “Mumpung di Madura, kami cari batik yang katanya bagus," ujar seorang ibu bergegas menuju gerai batik begitu turun dari bus.

Hampir semua pengunjung yang datang mencari batik mengatakan tujuan utama piknik ini melihat Suramadu. Setelah itu mencari oleh-oleh khas seperti batik tulis Madura.

“Kalau kita ke Jogjakarta, mesti mampir di Malioboro. Di sana kita bisa mencari beraneka macam batik dan baju khas Jogja. Coba di Bangkalan, di buat seperti di Jogja, lebih bagus lagi. Kalau di Solo mencari batik pasti ke pasar Klewer. Di Bangkalan, rombongan ini bingung, kalau tidak ada yang menunjukkan tempatnya di mana dijual batik madura,’’ tanya pengunjung ini.

Embun menceritakan, sebelum ada Jembatan Suramadu, toko Nusa Indah tidak ada yang menoleh karena dulu berjualan mebeler dan makanan kering khas Madura. Setelah ada Jembatan Suramadu, banyak warga luar daerah berdatangan bertanya sesuatu yang khas Madura seperti batik. Dia langsung menangkap peluang bisnis. Langsung saja tokonya diisi kain dan baju batik Madura yang ternyata diminati pembeli.

Kepala Bappeda Bangkalan, Moh. Muhni mengakui saat ini ada perkembangan di Bangkalan pasca Suramadu seperti rumah makan dan toko batik. Bupati Bangkalan RKH Fuad Amin SPd, katanya, mempunyai gagasan mendirikan sentra kerajinan batik di sekitar Suramadu tapi anggarannya belum tersedia.

“Kita serahkan ke masyarakat untuk menangkap peluang ini. Pemerintah daerah akan memfasilitasi, di antaranya mempermudah periziannya dan lainnya," ungkapnya. (KASIONO)

Sumber: Surabaya Post, Rabu, 10 Maret 2010

Label: , ,

Penjualan Batik Madura Meningkat

Penjualan batik madura melonjak pesat setelah Jembatan Suramadu beroperasi. Peningkatan juga dipengaruhi kesadaran warga menggunakan batik untuk keperluan sehari-hari.

Peningkatan omzet dirasakan Supik, pemilik Toko Batik Tresna Art Bangkalan, dan pedagang di Pasar Batik Tujuh Belas Agustus, Pamekasan, akhir pekan ini.

Menurut Supik yang membuka gerai batik dan oleh-oleh khas Madura, Sabtu (6/2), omzetnya mulai meningkat setelah pengakuan batik sebagai warisan budaya Nusantara pada 2 Oktober 2009. Penjualan semakin baik ketika Jembatan Suramadu dioperasikan.

”Omzet saya bisa naik dua sampai tiga kali lipat, tetapi paling ramai Jumat, Sabtu, dan Minggu. Pada akhir pekan, saya bisa menjual 500 potong kain,” ujar Supik, yang hari Sabtu menerima konsumen asal Padang.

Pedagang batik di Pasar Tujuh Belas Agustus, Fatimah Tuzzahro (40), Minggu kemarin, mengatakan, penjualan batik meningkat setelah ada Jembatan Suramadu. Minggu kemarin dia membawa 700 potong kain batik tulis dan cap yang dijual Rp 30.000 sampai Rp 250.000. Stok sebanyak itu biasanya terjual separuhnya.

Meski berjualan di pasar tradisional, rata-rata omzet penjualan para pedagang batik tradisional di Pasar Tujuh Belas Agustus mencapai jutaan rupiah per hari. Miskiyah (40) beserta Kosni (60) mengungkapkan, setiap hari rata-rata omzet penjualan batiknya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.

Muhammad Hasan (30), salah seorang pembeli batik madura asal Surabaya, setiap Kamis dan Minggu selalu menyempatkan diri membeli batik ke pasar batik tradisional Tujuh Belas Agustus dan menjualnya kembali ke Surabaya. ”Batik madura memiliki kekhasan, antara lain pewarnaan yang tajam, sebagian besar berupa batik tulis, dan modelnya variatif,” katanya.

Antusiasme masyarakat

Salah seorang konsumen dari Sumenep, Yoyok Mustajab (40), mengatakan, antusiasme warga menggunakan batik meningkat setelah ada pengakuan batik dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO). Dia biasanya membeli batik untuk dikirim ke Surabaya dan Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, memfasilitasi lokasi penjualan batik di Pasar Batik Jokotole. Kios disiapkan belasan, dengan harga sewa Rp 35 juta untuk 20 tahun.

Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo mengatakan, pemkab sedang membuka pasar batik Pamekasan ke luar daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Targetnya, kerajinan batik yang masih menjadi mata pencarian sampingan bisa menjadi mata pencarian pokok bagi masyarakat.

Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pamekasan, tahun ini ditargetkan Rp 38 miliar. Diharapkan kerajinan tradisional batik madura mampu mendongkrak PAD. (HRD/INA/ABK)

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Pembeli memilih batik di salah satu sudut Pasar Tujuh Belas Agustus, pasar tradisional batik khas madura di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Minggu (7/2). Setelah Jembatan Suramadu beroperasi, bisnis batik di Madura meningkat pesat.


Sumber: Kompas, Senin, 8 Februari 2010

Label: , ,