Bahasa Madura Masuk Pelajaran Sekolah

Dinas P dan K Pamekasan, Madura, Jawa Timur, memutuskan untuk memasukkan Bahasa Madura sebagai pelajaran sekolah dari tingkat SD hingga SMA.

"Diharapkan dengan masuknya Bahasa Madura tersebut, nantinya para siswa akan lebih paham akan bahasa daerahnya sendiri" kata Kasubdin Dikmen Dinas P dan K Pamekasan Nur Kodim, Minggu (10/08).

Selama ini, kata Nur Kodim banyak pelajar dan kaum remaja Madura yang tidak paham bahkan tidak bisa berbahasa Madura. Akibatnya mereka cenderung menjadi orang asing di daerahnya sendiri.

"Usulan memasukkan Bahasa Madura sebagai salah satu mata pelajaran lokal di Pamekasan ini dari para tokoh dan sesepuh Madura. Mereka tidak ingin bahasa Madura menjadi punah," jelas Nur Kodim.

Di sejumlah lembaga pendidikan di Pamekasan, selama ini memang ada sekolah yang memberikan pelajaran tambahan bahasa Madura, tapi belum merata dan terbatas untuk tingkat SD hingga kelas 1 SMP. Sedang untuk kelas 2 dan kelas 3 serta SMA ditiadakan.

Sapto Aji Wirantho, S.Sos dari Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pegembangan (Balitbang) Depdiknas pusat dalam simposium pendidikan nasional yang digelar Komunitas Pemuda Peduli Pamekasan (KP3) pada Sabtu (09/08) di Pamekasan, menyatakan, pada era otonomi daerah ini Dekdiknas memang mengharapkan agar sistem pendidikan dan muatan kurikulum pendidikan di daerah senantiasa memperhatikan kebutuhan masing-masing daerah.

"Dalam hal ini adanya muatan pelajaran lokal diharapkan mampu mempertahankan tradisi dan budaya yang memang ada dan berkembang di masyarakat setempat," katanya.

"Pemerintah," lanjut Aji, "juga telah mengatur tentang upaya pemeliharaan potensi dan budaya lokal tersebut melalui undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, serta Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan satuan Pendidikan Dasar dan Menengah."

Dalam undang-undang nomor 22 tahun 2006 tersebut dinyatakan, bahwa alokasi waktu untuk muatan pelajaran lokal sebanyak 2 jam dan kedudukannya sama dengan mata pelajaran lainnya.

"PP ini mengharapkan agar daerah bisa melestarikan dan mengembangkan potensi yang ada, sehingga akan menjadi kebanggaan tersendiri," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Staf kebudayaan dinas P dan K Jawa Timur Parso Adiyanto, S.Pd, M.M, M.BA. Menurut dia, warga Madura memiliki tradisi dan budaya tersendiri sebagai ciri khas. Maka selayaknya hal itu dipertahankan.

Ia juga menyebutkan sejumlah tradisi dan kesenian ada di Madura dan yang masih bertahan hingga saat ini. Seperti Tari Dhangga, Rokat Tase, Budaya Nyather, Tari Rondhing, Tembang Macopat, dan Tari Topenng Gethak.

"Semua jenis kesenian dan budaya ini menggunakan bahasa Madura. Dan ini bisa dipertahankan apabila warga Madura bisa berbahasa dengan baik dan benar Bahasa Madura," katanya.

Sebagian warga Pamekasan berharap, materi pelajaran bahasan Madura tak hanya disajikan dari tingkat SD hingga SMA, tapi juga hingga di perguruan tinggi.

"Ini menurut saya perlu dilakukan terutama para jurusan pendidikan atau tarbiyah karena mereka yang akan berkomunikasi langsung dengan anak didiknya dan itu tidak bisa dilakukan dengan bahasa Indonesia murni, tanpa adanya campuran bahasa Madura," kata Muakmam dari Yayasan Pakem Maddu Pamekasan. (*/npy)

Sumber: Kapanlagi.com, 10/08/2008

Label: , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda