Swasembada Garam Sulit

Obsesi pemerintah yang menargetkan swasembada garam dipastikan sulit terwujud, selama larangan impor garam tidak diberlakukan secara ketat. Hal itu dikatakan pengawas Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogab) wilayah Madura, yang juga sebagai Ketua Koperasi Primer Garam Indonesia (KPG) Sampang, H Badruttaman.

Dia menanggapi positif program Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Helmy Faisal Zaini, yang berobsesi ingin menjadikan Pulau Madura sebagai kawasan swasembada garam nasional.

“Sebagai pelaku bisnis garam, bukannya saya pesimistis apabila swasembada garam nasional itu tidak akan bakal terwujud. Pasalnya, larangan impor garam kenyataannya hanya sebatas slogan saja, tanpa ada tindakan konkret oleh pemerintah,” ungkap Badruttaman, Kamis (28/1) pagi tadi.

Menurut dia, jika memang pemerintah serius menerapkan larangan impor garam konsumsi, kecuali garam yang terdaftar sebagai garam industri, maka dipastikan tidak akan terjadi harga garam rakyat setiap menjelang musim panen anjlok di pasaran karena kalah bersaing dengan garam impor.

“Setiap musim panen para petani kelimpungan karena harga garam turun drastis. Bahkan ada yang terpaksa membuang hasil panennya karena harga jualnya tidak sebanding dengan biaya angkut yang jauh lebih tinggi. Jadi, saya berharap pemerintah benar-benar serius menstabilkan harga garam agar kesejahteraan petani bisa dientaskan,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Aprogab Wayah Madura, H Ainur Rofik, optimistis program swasembada garam nasional dapat terwujud. Mengingat, stok garam di Madura berjumlah 230 ribu ton, baik kualitas 1 maupun 2.

Berdasarkan data yang disampaikan Helmy saat berkunjung ke Madura beberapa hari lalu, luas lahan garam di Madura yang diekploitasi mencapai 15.347 hektare, tersebar di tiga kabupaten, yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

Sedangkan produksi garam nasional pada 2008 lalu hanya sekitar 1,2 juta ton, jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan garam nasional pada 2009 yang mencapai 2,8 ton, sehingga pemerintah terpaksa melakukan impor garam sebesar 1,6 juta ton untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Namun, janji pemerintah untuk menghentikan impor garam rakyat dan garam produksi, serta keinginan untuk menaikkan harga garam yang sesuai ketentuan di tingkat petani Rp 325/ kilogram, dalam praktiknya belum terlaksana. Hal itu terjadi karena harga garam cenderung dipermainkan oleh para calo yang bekerja sama dengan para pengusaha garam besar. rud

Sumber: Surabaya Post, Kamis, 28 Januari 2010

Label: , , ,

Madura Kawasan Swasembada Garam

Pemerintah akan menjadikan Madura sebagai kawasan swasembada garam. Saat ini kebutuhan garam nasional, baik untuk industri maupun konsumsi rumah tangga, mencapai 2,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 1,4 juta ton masih diimpor dari luar negeri. Sedangkan dari 1 juta ton garam produk dalam negeri, 60%-nya produk garam Madura.

Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Ir A Helmy Faisal Zaini, mengatakan, dengan program Madura sebagai pengembangan kawasan swasembada garam, maka dalam waktu 3 sampai 4 tahun Madura akan bisa memasok semua kebutuhan garam dalam negeri, dan juga akan bisa ekspor garam. “Saya yakin akan tercapai,” katanya saat memberi sambutan dalam kunjungannya ke Pamekasan, Senin (25/1).

Program swasembada garam di Madura ini, kata dia, merupakan sebagian dari program Kementrian PDT dalam bidang pengembangan kawasan dengan komoditi unggulan daerah. Selain garam, di Madura juga ada komoditi unggulan lain yang termasuk dalam program pengembangan Kementrian PDT, yakni batik tulis Madura.

“Batik tulis Madura ini masuk unggulan daerah yang juga harus dikembangkan. Bapak Presiden sudah memesan dan meminta secara khusus pada saya. Batik Madura terpilih karena memiliki motif yang khas, yakni dinamis dan berani,” kata Helmy Faisal yang juga sempat meninjau sentra usaha batik tulis di Desa Klampar Kecamatan Proppo.

Ia juga sempat menyerahkan bantuan kepada Kelompok Masyarakat (Pokmas) berupa bantuan dana untuk program P2KPDT, P2IDT dan P2SEDT. Terkait dengan program pemberantasan kemiskinan, Helmy mengatakan salah satu upaya yhang dilakukan Kementrian PDT adalah mengembalikan masyarakat desa yang kini sudah banyak melakukan urbanisasi ke kota. Dalam menjalankan program ini, Kementrian PDT akan melakukan pembangunan dengan model bedah desa.

Dikatakan Helmy, pada tahun 1980-an perbandingan antara warga desa dengan kota adalah 70% warga tinggal di desa dan 30% tinggal di kota. Namun, pada tahun 2009 lalu jauh berubah. Warga yang tinggal di desa turun jadi 58%, sedangkan yang tinggal di kota naik mencapai 42%. Padahal, luas wilayah pedesaan jauh lebih luas daripada kota.

Banyaknya warga desa yang urbaninasi ke kota karena mereka yakin fasilitas hidup yang lengkap ada di kota, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjan dan sebagainya, sehingga warga desa tertarik pindah ke kota. Karena itu, perlu program pengembalian warga itu dengan model bedah desa sehingga warga kembali tertarik untuk hidup, membangun dan sejahtera di desa.

Kementrian PDT juga mempersilakan daerah untuk mengajukan proposal bantuan, jika membutuhkan bantuan Kementrian PDT. Dia melihat Madura, khususnya Pamekasan, memiliki banyak potensi yang kini mulai bergeliat dan tinggal mendapatkan bantuan pengembangan. “Kami minta agar proposal segera diajukan, dan kami tunggu,” katanya. (mas)

Sumbaer: Surabaya Post, Selasa, 26 Januari 2010

Label: , , , ,

Impor Garam Stop Mulai 2012

ANTARA/Saiful Bahri
Seorang petani melintas di pematang pegaraman, usai melakukan panen perdana pada musim garam tahun ini, di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Madura, Jatim, Kamis (09/07/09).

Pemerintah menargetkan pada tahun 2012 akan menghentikan impor garam rakyat dan pada tahun 2015 akan menghentikan impor garam produksi.

Hal tersebut sampaikan Fadel saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pamekasan dan menyerahkan bantuan 50 rumah ramah bencana kepada warga miskin wilayah pesisir.

"Kita harus berupaya maksimal agar kita menjadi masyarakat yang mandiri dan tidak lagi mengimpor garam ke luar negeri," kata Fadel saat melakukan pertemuan dengan para petani garam di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Pamekasan Sabtu sore.

Fadel Muhammad menjelaskan, laham garam di Indonesia sebenarnya cukup luas, yakni sekitar 34 ribu hektar."Jika semua lahan garam ini dikelola secara optimal, kami yakin kebutuhan garam di Indonesia akan terpenuhi," katanya.

Menurut Fadel ke-34 ribu hektar lahan garam yang ada di Indonesia itu tersebar di 9 Provinsi. Yakni Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Tengah (Sulteng).

Di Madura, luas lahan garam yang diekploitasi mencapai 15.347 hektar, tersebar di tiga kabupaten, yakni Sampang, Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.

Menurut Fadel, produksi garam nasional pada tahun 2008 lalu hanya sekitar 1,2 juta ton, jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan garam nasional pada 2009 yang mencapai 2,8 ton. Sehingga pemerintah terpaksa melakukan impor garam sebesar 1,6 juta ton untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Selain berjanji menghentikan impor garam rakyat dan garam produksi, Fadel juga berjanji akan berupaya menaikkan harga garam.

Menurut dia, ketentuan pemerintah tentang harga garam di tingkat petani Rp325/ kilogram, praktiknya belum terlaksana. Hal itu terjadi karena harga garam cenderung dipermainkan oleh para calo atau "cukong". Sehingga, sambung Fadel, pemerintah juga perlu memberantas mata rantai pembelian garam melalui para "cukong" tersebut.(*)

Sumber: AntaraNews, Minggu, 27 Desember 2009

Label: , ,