Nenek Mizanah Mengais Rezeki di Kerasnya Batu

Jalan 3 Km, Seminggu Hanya Rp 60 Ribu

Hampir 50 tahun Mizanah menekuni pekerjaan sebagai pemecah batu. Kehidupannya yang tak kunjung membaik membuat dia terus menggeluti pekerjaan itu meski kini sudah renta.

Siang itu mentari pas di ubun-ubun. Panasnya menyengat kulit. Namun, nenek Mizanah, 70, tak peduli. Warga ke Desa Jubenger, Kelurahan Banyuanyar, Kacamatan Kota Sampang, itu tetap bekerja memecahkan batu di sebuah bukit batu desa setempat, tempat warga sekitar mengais rupiah.

Sepintas lokasinya cukup membahayakan karena terletak di bawah jurang. Penambangan batu itu bersebelahan dengan kuburan China.

Mereka tak peduli dengan ancaman longsor yang sewaktu-waktu mengancam nyawanya. Sebab, jurang itu berada di bawah dataran tinggi yang rawan runtuh.

Mizanah tak sendirian. Dia ditemani anak dan cucu saat memecahkan batu keras. Mizanah harus bekerja keras memecah batu setiap hari hanya untuk mendapatkan uang Rp 60 ribu selama seminggu.

Mizanah menuturkan, sejak 1960 dia sudah menjadi tukang batu. Setiap hari dia berjalan kaki dari rumahnya yang berjarak 3 km. Dalam bekerja, dia hanya bermodal palu dan kayu.

Dalam sehari Mizanah hanya menghasilkan beberapa tumpukan kecil bongkahan batu. Batu itu ditumpuk, tidak langsung dijual.

Setelah bekerja seminggu, batu satu mobil pikap baru bisa dijual. Harga batu sepikapnya hanya Rp 60 ribu. Jadi, rata-rata penghasilannya setiap bulan Rp 240 ribu-Rp 250 ribu.

Hasil itu tidak sebanding dengan kerja keras memecahkan batu. Kini dia ikut membantu keperluan hidup satu anak dan lima cucunya.

Apalagi, jika ada keperluan lain, seperti undangan pernikahan dan undangan lain, jelas uangnya tidak mencukupi.

Sementara itu, suami dan menantunya sebagai pengayuh becak yang setiap hari hanya membawa pulang Rp 30 ribu. "Kadang kalau lagi apes tidak dapat uang sama sekali," kata Mizanah.

Dia menyadari usianya sudah lanjut. Tenaganya tidak akan kuat lagi memecah batu. Tapi, apa daya, dia tidak bisa berhenti bekerja karena memang harus mendapatkan uang demi bertahan hidup.

Sudah begitu, nenek dari keluarga miskin itu mengaku hingga saat ini tidak pernah mendapat bantuan yang diprogramkan pemerintah. Misalnya, bantuan langsung tunai (BLT) maupun jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Padahal, dia sangat membutuhkannya. "Masak orang yang mampu ekonominya yang dapat bantuan," protesnya.

Dia berharap pemerintah benar-benar memperhatikan orang miskin seperti dirinya. Sebab, bantuan dari program pemerintah untuk masyarakat miskin sangat membantu meringankan beban hidupnya. "Paling tidak, dapat bantuan kesehatanlah. Kan biaya berobat sekarang mahal," harapnya. (ISMAIL)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 01 April 2009

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda