Pembuatan Perahu Tradisional di Madura

Butuh Waktu 3 Bulan, Telan Dana Rp 300 Juta

Bagi sebagian pemilik perahu motor di Madura -terlebih di Sampang, tentunya mengenal nama Abdul Gani. Pria dimaksud berasal dari Talango, Sumenep. Dia masyhur sebagai tukang kayu spesialis pembuat perahu handal. Sampai kini, tercatat 90-an unit perahu kayu beraneka bentuk dan ukuran sudah diciptakan.

SUDAH hampir 38 tahun ini, Abdul Gani Talango malang melintang menekuni profesi sebagai tukang pembuat perahu kayu. Pekerjaan ini, ia tekuni bersama lima rekan yang ternyata masih satu keluarga.

"Kami ini sudah seperti teamwork. Sebab, sudah puluhan tahun lamanya kami berenam bekerja membuat perahu," ujar Abdul Gani saat ditemui koran ini di bantaran Sungai Tanglog, kemarin siang.

Menurut dia, profesi yang digeluti itu merupakan berkah. Sebab berkat pergaulan positif semasa remaja, ia akhirnya memiliki keterampilan sebagai tukang pembuat perahu. "Pekerjaan ini sudah saya tekuni sejak berusia 10 tahun. Setelah belajar selama tujuh tahun, saya akhirnya mandiri dan merangkul saudara dan teman-teman," ungkapnya.

Pria berusia 48 tahun ini mengatakan, ia rela melewati bulan puasa di Sampang. Sebab dia terlanjur teken kontrak guna menggarap perahu pesanan salah seorang pengusaha pasir. "Saya sudah di Sampang dan mulai bekerja membuat perahu sejak bulan Juli lalu. Perahu ini, pesanan dari salah seorang pengusaha pasir, yakin H Hasan," ujarnya.

Dijelaskan, perahu yang memiliki panjang 25 meter dengan lebar 6,15 centimeter dan tinggi 3 meter tersebut diprediksi bisa selesai akhir bulan ini. Tapi karena ada kendala teknis, perahu ini diperkirakan selesai Oktober mendatang. "Biasanya, kami hanya membutuhkan waktu tiga bulan guna merampungkan perahu ini. Kalau perahu besar, baru menelan waktu sekitar empat bulan," katanya.

Lalu kira-kira berapa biaya total pembuatan perahu ini? Menurut bapak yang dikaruniai tiga putra ini, dana yang dikeluarkan untuk membuat perahu sekitar Rp 300 juta. "Tapi kalau membuat perahu besar yang panjangnya 47 meter dengan lebar 13 meter dan tinggi 8 meter, biaya sekitar Rp 1 miliar. Artinya, perahu pesanan tersebut sudah selesai alias tinggal pakai," imbuhnya.

Perahu kayu yang digarap kali ini, lanjut dia, merupakan perahu khusus pengangkut pasir hitam dan memang bukan pengangkut ikan. Sedangkan perahu yang ukurannya lebih besar, biasanya dimanfaatkan untuk mengangkut kayu maupun garam. "Perahu ini menggunakan mesin 120 PS yang biasa digunakan untuk truk. Sementara kapasitas maksimal menampung pasir, jumlahnya sekitar 30 meterkibik," terangya.

Untuk membuat kerangka dan perahu lebih kokoh, pihaknya biasa mengkombinasikan lima jenis kayu. Kelima kayu tersebut rincianya adalah kayu jati, kesambi, camplong, kormis, dan kayu leban atau kayu Kalimantan. "Untuk membuat sambungan semakin kokoh, kami menggunakan paku baja dan lem khusus yang terbuat dari kapur dicampur minyak pohon jarak," jelasnya.

Pria kelahiran 1960 ini menganggap keterampilan yang dimiliki tersebut sebagai anugerah dari Allah SWT. Sebab berkat bakatnya tersebut, ia bisa berkeliling Madura dan sebagian daerah di Pulau Jawa. "Setahun, saya menerima pesanan 3-4 perahu. Bahkan, saya pernah menerima pesanan dan bekerja di Banyuwangi, Probolinggo, Situbondo, dan Bali," paparnya bangga.

Karena sering menerima pesanan perahu, otomatis Abdul Gani jarang berkumpul bersama anak dan istrinya. Namun demikian, sebelum bekerja ia senantiasa membuat kesepakatan dengan juragan. Salah satunya, waktu efektif bekerja berkisar 20-25 hari. "Sisa waktu yang ada, saya manfaatkan pulang kampung bertemu keluarga. Setelah itu, saya balik lagi bekerja," pungkasnya. (HARIYANTO)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 13 September 2008

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda