Perempuan Pemecah Batu di Bukit Rong-Ngerong
Bahan Baku Disediakan Alam, Dikerjakan Secara Berkelompok
Sebagian warga di Kecamatan Bluto bekerja sebagai pemecah batu. Pekerjaan ini bukan yang utama. Sebab, mereka mulai menumbuk batu jika pekerjaan utamanya sebagai petani telah dilaksanakan. Mengapa?
JIKA sedang berkendaraan dan melewati daratan tinggi Kecamatan Bluto, tampak di sisi jalan beberapa gubuk yang dijadikan tempat bernaung bagi perempuan pemecah batu.
Gubuk ini hanya digunakan pada pagi hingga sore hari. Sedangkan jika senja mulai usai, para perempuan pemecah batu ini pulang ke kediamannya masing-masing.
Tangan-tangan perempuan pemecah batu itu kapalan dan pecah-pecah. Kapalan disebabkan karena pekerjaannya yang kasar dan bersentuhan dengan palu dan batu-batu.
Pecahnya tangan mereka, lantaran mengapit batu sesaat sebelum dijatuhi palu. "Malarat alako nette bato Pak! (Sulit bekerja sebagai penumbuk batu Pak!)," turur Zubaidah, perempuan berusia 60 tahun.
Dia mengakui, pekerjaan ini bukan sebagai andalan dalam keluarga. Apalagi, pembeli batu cor tidak setiap hari membeli baru darinya. Menurut Idah, bekerja menumbuk batu hanya mengisi waktu luang. Yakni, saat musim tanam atau panen telah usai dan di waktu senggang lainnya.
Biasanya, para pembeli batu cor tidak menakar per kubik. Tetapi, pembeli dan penjual batu menghitung per pick up. Setiap 1 pick up batu cor ukuran 2 cm x 2 cm, dibeli Rp 100 ribu. Tetapi jika ukuran batu cor lebih kecil dari 2 cm x 2 cm, pembeli membayar lebih mahal.
Perempuan pemecah batu lainnya Aminah mengakui, waktu seminggu tak cukup mendapatkan tumbukan batu sebanyak 1 pick up. Tetapi bila dikerjakan secara berkelompok, sepekan dapat mendapatkan 1 pick up seharga Rp 100 ribu. Selanjutnya, uang hasil penjualan itu dibagi 7 sampai 8 orang.
Mina bekerja sejak pagi hari atau setelah memberi makan ternaknya pukul 08.00, dengan berjalan kaki sejauh 700 meter dari rumahnya. Saat adzan dluhur, para pekerja meninggalkan gubuk untuk sekedar shalat dan makan siang. Setelah itu, mereka kembali lagi ke gubuk meneruskan pekerjaan memecah batu. "Kalau kerja sendiri-sendiri, nggak kuat Pak!," ungkapnya. (ABRARI)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 06 September 2008
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda