Pasir Dieksploitasi, Madura Bisa Tenggelam
SP/Hairuddin Para penambang pasir liar sedang mengangkut pasir di tepi pantai Sreseh, Sampang Madura. |
Rencana eksploitasi penambangan pasir sepanjang pantai Sreseh, Sampang, yang mulai dilirik investor asal Jakarta dikhawatirkan dapat memicu kerusakan lingkungan yang cukup parah.
Aktivis lingkungan, Yusak Ali Syahbana menyatakan, upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang yang akan memberikan peluang kepada pihak investor untuk mengeksploitasi tambang pasir dinilai sangatlah tidak bijaksana. Mengingat tingkat kerusakan dampak lingkungan akibat penambangan pasir yang tidak terkontrol tersebut dapat menimbulkan terjadinya abrasi dan erosi di pinggir pantai.
"Sebaiknya pemerintah mengkaji lebih dalam tawaran investor tersebut, karena hasil yang diterima tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan. Itu akan menimbulkan instrusi atau masuknya air kedalam celah-celah tanah didarat. Sehingga resapan air laut yang merebes kedaratan mengakibatkan air sumur milik warga setempat menjadi asin. Bahkan jika tanahnya sudah mengandung kadar garam yang cukup tinggi, maka tidak akan produktif lagi ditanami, karena sudah tidak subur," papar Yusak, ditemui Minggu (10/3).
Menurut Yusak, fungsi pasir sebagai tempat berkembang biaknya berbagai biota laut. Apabila instensitas pengambilan pasir cukup tinggi, maka dapat merusak ekosistem biota laut dan menganggu kelangsungan hidup ikan-ikan disekitar perairan tersebut. "Para nelayan juga akan terkena imbasnya karena kesulitan mencari ikan," ujarnya.
Apabila gejala kerusakan lingkungan tidak ditanggulangi secara cepat dan komprehensif, lanjutnya, justru akan berdampak lebih membahayakan lagi yaitu pulau Madura terancam akan tenggelam. Dia mencontohkan ada salah satu gugusan pulau di Sumenep sudah ada yang tenggelam, akibat pasir lautnya sering ditambang warga setempat.
"Mungkin pendapat saya ini dinilai terlalu berlebihan, karena tidak didukung dengan penelitian secara mendalam. Tetapi jika melihat gejala awal bahwa pasir yang berfungsi sebagai media tanam pohon mangrove, ternyata sudah tidak bisa berfungsi untuk ditanami pohon akar tunjang tersebut. Sehingga kemungkinan itu bisa saja kelak akan terjadi," ulasnya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Amdal Laboratorium Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sampang, Faisol Ansori, mengatakan, memang ada investor yang tertarik untuk melakukan eksploitasi pasir di Kec. Sreseh. Namun pihaknya bersama Dinas Perhubungan, Kantor Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal (KP3M), Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan (Disperindagtam) serta Satpol PP, sudah sepakat mengajukan persyaratan yang harus dipenuhi pihak investor.
"Salah satu persyaratan dari BLH yang harus dipenuhi yaitu menghendaki agar investor harus menyelesaikan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari Provinsi Jawa Timur. Sedangkan Satpol PP mengajukan syarat ijin gangguan (HO) harus disosialisasi kepada masyarakat setempat apakah mereka merima atau menolak kegiatan penambangan pasir itu," terang Faisol.
Dia menambahkan, selama berbagai persyaratan yang diajukan oleh sejumlah instansi terkait itu tidak dipenuhi. Maka KP3M sebagai instansi yang berwenang mengeluarkan izin tentu saja tidak akan dapat mengabulkan permohonan pihak investor tersebut. "Yang jelas izin akan diterbitkan apabila semua syarat sudah dipenuhi oleh investor," tukasnya. rud
Sumber: Surabaya Post, Minggu, 10/03/2013
Label: lingkungan hidup, sampang
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda