Pemilik Lahan Ancam Usir Siswa dan Guru SDN I Desa Batukalangan
Pemilik lahan SDN I Desa Batukalangan, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, mengancan akan mengusir siswa dan guru jika pemerintah tidak segera menyelesaikan sengketa lahan di sekolah tersebut.
“Kami beri waktu selama lima hari. Jika dalam lima hari ini belum ada penyelesaian, maka akan kami usir siswa dan guru SDN Batukalangan yang selama ini numpang di Madrasah saya,” kata pemilik lahan SDN I Desa Batukalangan, Haji Muqid, dalam keterangan persnya, Kamis (18/3/2010).
Selama satu bulan lebih terhitung sejak 11 Februari 2010, para siswa SDN I Desa Batukalangan, melakukan kegiatan belajar mengajar dengan cara numpang di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Ulum, milik Haji Muqid.
Menurut dia, kebijakan memberikan pinjaman tempat belajar di lembaganya itu dengan tujuan agar persoalan sengketa lahan miliknya diselesaikan. Namun, hingga satu bulan berjalan, Pemkab belum ada itikat baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Haji Muqid yang juga tokoh masyarakat di Desa Batukalangan ini mengaku, memang pernah ada pertemuan dengan jajaran Pemkab Pamekasan, mulai dari aparat desa, camat hingga bupati Pamekasan. Namun, pertemuan yang selama ini digelar belum menemui titik temu.
“Dalam setiap pertemuan kami selalu menyampaikan dua opsi. Yakni Pemkab memberikan ganti rugi Rp 250 juta atau mengangkat saya menjadi pesuruh di sekolah itu,” kata Haji Muqid menuturkan.
Menurut Muqid, ganti rugi untuk sewa lahan sejak 1972 hingga 2010 ini mencapai Rp 250 juta.
Jika Pemkab tidak mau memilih salah satu opsi tersebut, maka Muqid dirinya tetap tidak akan membuka segel di lembaga itu, bahkan akan mengusir para siswa dan guru yang selama ini menumpang di lembaga pendidikannya.
Tidak hanya itu, warga yang selama ini rumahnya ditempati kegiatan belajar mengajar juga akan mengusir para siswa dan guru. “Sebab, kami melakukan penyegelan ini tidak sendirian, namun bersama masyarakat desa. Artinya tindakan yang saya lakukan atas dukungan masyarakat, karena mereka mengetahui siapa pemilik lahan yang ditempati SD itu yang sebenarnya,” ujar Haji Muqid.
Ia juga menjelaskan akan memberikan tenggat selama lima hari, terhitung sejak pertemuan antara dirinya dengan Bupati Pamekasan Kholilurrahman yang digelar Rabu (17/3).
“Jika hingga lima hari kedepan ini belum ada kepastian, maka kami bersama warga akan menanam pohon pisang di halaman sekolah,” katanya.
Haji Muqid mengaku, tindakan penyegelan yang dilakukan oleh dirinya itu karena terpaksa. Sebab, selama ini permintaannya kepada Pemkab Pamekasan untuk memberikan ganti rugi atas tanah seluas 1.800 meter persegi itu tidak dihiraukan sama sekali.
Bahkan belakangan tanah miliknya itu diakui menjadi milik Pemkab Pamekasan, melalui bukti sertifikat. Padahal, pajak atas tanah tersebut masih atas nama dirinya, bukan Pemkab Pamekasan.
Sementara akibat aksi penyegelan yang dilakukan pemilik lahan Haji Muqid
para siswa terpaksa belajar secara lesehan. Mereka mengaku sangat tidak nyaman, karena tidak bisa konsentrasi belajar sebagaimana di ruang kelas.
Bupati Pamekasan Kholilurrahman berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ia juga mengakui telah menggelar pertemuan dengan pemilik lahan guna menyesaikan persoalan tersebut.
“Kami telah membentuk tim adhock untuk menyelesaikan persoalan ini dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami yakin akan selesai,” kata Kholilurrahman.
Sumber: Surya, Kamis, 18 Maret 2010
Label: humaniora, pamekasan, pemkab, pendidikan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda