Situs Makam Rato Ebuh
Banyak Kerusakan, Berharap Pemkab Bisa Turun Tangan
Pemeliharaan situs bersejarah yang memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat di suatu daerah, rupanya masih menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Akibatnya, saat terjadi kerusakan tak langsung bisa tertangani. Seperti yang menimpa situs makam Ratoh Ebuh di Desa Polagan, Kecamatan Kota Sampang. Bagaimana kondisinya kini?
Situs makam Ratoh Ebuh terletak di Desa Polagan, Kecamatan Kota, Sampang. Untuk menuju situs tersebut, hanya membutuhkan waktu tidak lebih 10 menit dari pusat Kota Bahari. Yakni, 1 km arah utara.
Situs tersebut merupakan makam ibunda Raden Praseno atau Pangeran Cakraningrat I, yang sekaligus merupakan raja pertama di Madura. Berdasar catatan sejarah, kerajaan tersebut berkedudukan di Sampang pada tahun 1624 Masehi.
Di samping memiliki nilai historis bagi masyarakat Sampang terkait hari jadi kotanya, di lokasi tersebut juga terdapat salah satu masjid tertua di Madura. Yakni Masjid Madeggan. Konon, masjid tersebut dibangun hanya dalam waktu semalam. Tak heran, hingga kini makam dan masjid tersebut masih dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, dan Madura pada umumnya.
Kondisi masjid ini masih terlihat baik dan terawat. Bahkan menurut warga sekitar, masjid ini hingga kini masih sering digunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan sumpah pocong.
Pintu masuk masjid tersebut bersebelahan dengan pintu masuk menuju komplek pemakaman Rato Ebuh ini. Letak pintu masuk makam Ratu Ebuh ini berada di tengah-tengah antara komplek makam para sesepuh Bupati Sampang sekarang (H Noer Tjahja) dan pintu masjid.
Pemandangan menjadi sedikit terganggu karena terhalang atap gedung sebelah barat gapura makam Rato Ebuh ini. Kesannya, begitu kuno dan sarat nilai budaya. Termasuk kaya nilai pengetahuan sejarah tentang Madura dan adat-istiadat Pulau Garam ini.
Sempit, pendek, dan kecilnya pintu masuk menuju situs makam, memperlihatkan bagaimana harus menjaga kesopanan untuk masuk makam. Menurut cerita, para abdi yang hendak masuk makam, atau para peziarah dulunya harus masuk secara tertib. Satu-persatu dengan posisi berjongkok. Ini melambangkan penghormatan pada sang ratu.
Sayangnya, pintu gapura tersebut diamankan di Balai Pelestarian Peninggalan Peninggalan Purbakala di Trowulan, Mojokerto. "Rencananya akan saya ambil, tapi masih belum ada dana," ungkap Nurul Amik, juru kunci situs makam tersebut.
Menurut dia, di pintu makam tersebut terdapat ukiran naga terkena panah. "Kata ahli sejarah itu artinya naga kapanah titis ing midi. Ini melambangkan tahun pembuatannya, yaitu 1624," terangnya.
Usai menjelaskan pintu masuk situs, dirinya mulai menunjukkan beberpa titik kerusakan di gapura tersebut. "Ini lihat mas, keropos seperti ini. Kalau dibiarkan lama-lama bisa roboh," katanya sambil menunjukkan kerusakan yang dimaksud.
Lubang-lubang lainnya juga bayak terdapat di gapura. Di kanan-kiri serta atas dan bawah gapura, hampir seluruhnya mengalami kerusakan. "Mari masuk mas, kita lihat kondisi makamnya," ajak Amik -sapaannya.
Tahun 1996 adalah pemugaran pertama dan terakhir yang pernah dilakukan pihak Balai Pelestarian Peninggalan Peninggalan Purbakala Dinas Pedidikan dan Kebudayaan Surabaya. "Itupun hanya dipugar 1 makam saja. Padahal disini ada 12 makam," ujar pria yang sudah mengabdikan diri selama 14 tahun sebagai juru kunci ini.
Menurut Amik, itu wajar terjadi. Karena dibalai pemeliharaan tidak hanya mengurus situs di Sampang saja. Tapi juga daerah lainnya di wilayah Jawa Timur yang juga memiliki situs purbakala.
"Setiap bulan memang ada biaya pemeliharaan sebesar Rp 480 ribu," tuturnya. Tapi, lanjutnya, dana itu hanya cukup untuk membayar uang kebersihan untuk warga sekitar yang menjaga situs tersebut. "Jadi tidak bisa dibuat perbaikan," tandasnya.
Mengenai hal tersebut, dia sebenarnya berharap pemerintah setempat bisa membantu. Karena situs tersebut merupakan tonggak sejarah bagi Kota Sampang. Namun, dia berharap, jika pemerintah maupun pihak lain ingin melestarikan situs ini, maka harus dikembalikan ke balai purbakala.
"Sebab hanya mereka saja yang bisa dan paham cara atau teknik pemeliharaannya. Jadi tidak bisa asal bantu kemudian ditenderkan," ujarnya tersenyum.
Batu-batu yang tersusun untuk makam Rato Ebuh dan 11 makam lainnya memang terlihat begitu memprihatinkan. Hitam karena terkena hujan dan panas, tertumpuk tidak rata dan muali miring karena tidak ada pondasi dalam tanahnya.
"Kami sendiri sebenarnya sudah setiap minggu mengusulkan ada perbaikan. Tapi mau bagaimana lagi," keluhnya.
Terpaksa, sambungnya, setiap harinya dia dan beberpa orang warga sekitar lainnya hanya bisa membersihkan situs saja. Kerusakan bukannya dibiarkan, tapi tidak ada kemampuan. Tidak hanya alam, tapi juga oleh tangan-tangan jahil manusia. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 08 Mar 2008
Label: budaya, cagar budaya, humaniora, jadul, sampang
2 Komentar:
Artikel di blog ini sangat bagus dan berguna bagi para pembaca. Agar lebih populer, Anda bisa mempromosikan artikel Anda di infoGue.com yang akan berguna bagi semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersediaa plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
http://www.infogue.com
http://arkeologi.infogue.com/situs_makam_rato_ebuh
eh,,,,,
tlong donk buatin krangan sejarah crt ratu ebuh..........
plissss secepatnya,ntr kalok udah selesai kirim ke facebook ku,alamatnya ;nurlovers68@yahoo.co.id
paling lambat hari senin tanggal 25 0ktober 2010
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda