Pondok Pesantren Raudah Najiyah,
Desa Bragung, Guluk-Guluk

Diajari Keterampilan Membuat Jamu dan Akupunktur

Pondok pesantren di Madura bertebaran di hampir semua wilayah. Tak terkecuali di Desa Bragung, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep. Disini terdapat salah satu pondok pesantren yang bernama Raudah Najiyah. Bagaimana konsep pendidikannya?

Pondok Pesantren Raudah Najiyah didirkan oleh KH Muhammad Kholil alias K. Abdulmajid pada tahun 1930. Meski berada di desa, pondok pesantren ini sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Madura, khususnya di Sumenep.

Seperti pada pondok pesantren umumnya, di Raudah Najiyah ini memiliki bangunan pondok. Yakni, terdiri dari bangunan lembaga pendidikan dan bangunan pondok pesantren, baik putra maupun putri.

Hingga saat ini jumlah santrinya tercatat lebih dari 300 orang, berasal dari berbagai wilayah di Madura. Bahkan, ada juga yang berasal dari pulau Jawa, seperti dari Situbondo dan sekitarnya. Di pondok pesantren ini para santri mengikuti jenjang pendidikan dari TK atau RA, MI, MTS dan MA.

Selain memiliki gedung untuk pendidikan dan pondok pesantren, juga ada fasilitas untuk para santri. Mulai dari ruang laboratorium komputer, perpustakaan, gedung koperasi pesantren dan gedung musholla putra dan putri.

Kini, diusianya yang mencapai 78 tahun, Pondok Pesantren Raudah Najiyah diasuh oleh KH. Mukri, seorang pengasuh yang mumpuni dibidang ilmu keagamaan. Dibawah asuhan KH. Mukri pondok pesantren ini menjadi salah satu pondok yang berhasil menorehkan kualitas bagi para santrinya.

"Rutinitas di sini dimulai menjelang pagi, dimana santri salat tahajuud bersama. Terus, dilanjutkan dengan subuh sebelum digelar pengajian Al-Quran dan kitab kuning," ujar KH. Mukri.

Setelah pengajian selesai, santri biasanya langsung ziarah kubur di pendiri pondok pesantren yang lokasinya cukup dekat. Selain mengaji Al-Qur’an dan tahlil sebagai wujud pengabdian mereka kepada sang guru, santri ingin mendapatkan barokah ilmu yang bermanfaat bagi agama negara dan bangsa.

Mulai jam 7 pagi para santri sudah memulai kegiatan rutin lainnya. Yakni, menempuh pendidikan formal di sekolah yang juga ada dilingkungan pondok pesanten. Pada sore harinya, santri bebas beraktivitas diluar pendidikan pondok. Misalnya, kursus Bahasa Inggris, Pramuka maupun pencak silat.

"Sedangkan malam hari santri harus mengikuti pendidikan diniyah yang dibimbing oleh tenaga-tenaga yang mumpuni dalam hal bidang kitab kuning," katanya.

Pondok pesantren yang satu ini tampaknya sangat peduli dengan masa depan santri. Itu dibuktikan dengan pembekalan khusus kepada santri yang meliputi berbagai ketrampilan. Mulai dari pembelajaran manajemen keungan di koperasi pondok, hingga keterampilan membikin ramuan jamu tradisional.

"Disini juga ada keterampilan pijat akupuntur. Sehingga, diharapkan santri bisa memiliki keterampilan saat keluar dari pondok untuk terjun dengan masyarakat," pungkasnya. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 15 Mar 2008

Label: , ,

2 Komentar:

Pada 15 Mei 2009 pukul 12.03 , Blogger jufri a. baiytuna mengatakan...

ayo! majukan desa kita

 
Pada 15 Mei 2009 pukul 12.04 , Blogger jufri a. baiytuna mengatakan...

salam pada keluarga

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda