Pondok Pesantren Darul Kholil
Kampung Pegadangan

Antisipasi Suramadu, Bekali Santri dengan Agama dan Ketrampilan

Memasuki era industrialisasi pasca Suramadu, menjadi pemikiran tersendiri bagi para pengasuh pondok pesantren (ponpes). Ini, agar para santrinya siap mandiri dengan bekal yang didapat dari pesantren. Karenanya, selain dibekali ilmu agama, santri juga wajib memiliki ilmu umum dan ketrampilan.

Prinsip khusus diterapkan dalam pembelajaran di Ponpes Darul Kholil Kampung Pegadangan, Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan. Dimana para santri dan siswa binaannya harus bisa mandiri dan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang siap pakai di era industrialisasi Madura pasca Suramadu mendatang.

"Pada prinsipnya, selain memberi ilmu keagamaan di pondok, kami juga ingin agar para santri keluaran dari sini bisa mandiri dan mampu bertindak sebagai pemain. Bukan hanya penonton ketika era industrialisasi pasca jembatan Suramadu nanti," tutur pengasuh Ponpes Darul Kholil, KH Mukaffi, yang ditemui usai memberi arahan keagamaan kepada para santrinya, kemarin.

Ketrampilan yang diberikan untuk kesiapan SDM para santri-santriwatinya, sejauh ini ada empat aktifitas. Antara lain pertukangan, mengelas, menjahit, bahasa Inggris, bahasa Arab, percetakan, dan otoimotif sepeda motor. Kesemuanya itu terjadwal seminggu dua hingga tiga kali. Tentunya di luar jam sekolah dan belajar ngaji di pondok yang didirikan sejak tahun 1995 ini.

"Sebab manusia ingin hidup bahagia. Baik di dunia maupun akhirat. Sehingga harus memiliki ilmu. Karena kebodohan itu sangat dekat dengan kemiskinan. Untuk ini kami terapkan dua ilmu di pondok, agama maupun ilmu ketrampilan khusus," tukas putra almarhum Kyai Mastufa Al Haj Moh. Kholil, ini.

Tak heran, di kompleks Ponpes Darul Kholil yang memiliki santri sekitar 250-an ini juga terdapat bangunan sekolah umum. Mulai MI hingga SMP dan SMA, yang dididik oleh 8 ustad dan ustadah. Rata-rata siswanya adalah mereka yang mondok di pesantren ini. Meskipun tidak sedikit pula yang berasal dari lingkungan sekitar pesantren.

Khusus untuk pengajaran di ponpes, pengasuh yang juga mubalig di masyarakat ini menerapkan metode kedisiplinan bagi para santri-santriwatinya. Untuk mengantisipasi agar tata tertib di ponpes tidak dilanggar, pengurus sudah memberi batas dengan sanksi. "Yang melanggar dihukum membaca surat Waqiah dan Yassin sebanyak tujuh kali," tuturnya.

Dengan metode disiplin seperti ini, ternyata tidak membuat para santrinya jera dan bahkan meninggalkan ponpes. Sebaliknya, mereka ternyata terlihat betah dan kerasan. Bahkan sepertinya tidak ada hari libur bagi santri.

"Kalau hari libur, para santri biasanya mengisi dengan aktifits kursus maupun latihan ketrampilan yang ada. Jadi bisa dikatakan tidak ada hari libur bagi mereka," usainya. (RUSLI DJUNAIDI)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 18 Feb 2008

Label: , ,