Pondok Pesantren Hidayatullah, Desa Jalmak

Utamakan Kemandirian, Ada Santri yang Jadi Loper Koran

Meski terbilang baru, Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatullah, Desa Jalmak, Kecamatan Kota Pamekasan, relatif dikenal luas di masyarakat. Selain mengajarkan pelajaran kitab kuning dan menggelar pengajian, pesantren ini juga memiliki usaha sendiri yang melibatkan para santrinya.

Sekilas, bangunan Ponpes Hidayatullah tidak terlihat seperti pondok pesantren pada umumnya. Di samping terlihat sangat sederhana, hanya ada beberapa ruang yang menjadi tempat tinggal santri. Pembangunan gedung di pondok ini memang belum selesai dilakukan.

Meski begitu, jika ditelusuri lebih jauh, kegiatan di lembaga yang didirikan pada tahun 1997 ini tidak kalah dengan ponpes lainnya. Kegiatan belajar mengajar, pengajian Alquran dan kajian kitab kuning menjadi rutinitas santri tiap hari.

Dari pagi, sore, hingga malam hari, aktivitas di pesantren yang dihuni puluhan santri ini terlihat sangat padat. Rutinitas kegiatan dimulai pukul 03.00 dini hari. Yakni, berupa salat tahajud yang memang menjadi keharusan di pondok.

"Biasanya setelah salat tahajud, kegiatan santri disambung dengan salat subuh berjamaah dan mengkaji kitab kuning," ujar Ustad Fauzan, pengasuh Ponpes Hidayatullah.

Ustad asal Desa Batu Ampar, Kecamatan, Guluk-Guluk, Sumenep, ini lalu menjelaskan, menjelang pagi, kegiatan rutin santri lainnya berlanjut. Yakni, menempuh pendidikan formal di sekolah. Namun, karena masih dalam tahap pembangunan, para santri ini menempuh pendidikan formalnya di lembaga lain. Mulai dari Madrasah Tsanawiyah atau SMP, Madrasah Aliyah atau SMA, termasuk SMK di sekitar Kota Pamekasan. "Karena jaraknya sangat jauh ke beberapa sekolah, antara 1 sampai 7 kilometer dari pondok pesantren, sejumlah santri memilih naik sepeda ontel," katanya.

Fauzan juga menjelaskan, Ponpes Hidayatullah tidak hanya menekankan pelajaran agama saja. Tapi, juga membentuk sikap kemandirian. Itu dipraktikkan dalam hal pengelolaan pesantren, mulai dari menyapu masjid hingga halaman pesantren, mencuci pakaian serta perlengkapan lainnya. "Bahkan sebagian santri memilih berjualan koran sebelum berangkat ke sekolah. Hal-hal seperti ini memang kita tanamkan agar santri memiliki kemandirian. Sebab, itu akan menjadi bekal kalau sudah terjun ke masyarakat," terang Fauzan.

Secara hirarkis, Ponpes Hidayatullah ini berada di bawah naungan Yayasan Hidayatullah. Selain mengelola ponpes, yayasan ini juga memiliki lembaga pendidikan yang dikelola secara mandiri. Seperti taman kanak-kanak (TK) dan kelompok bermain Ya-Bunayya. Lokasinya terletak di komplek perumahan Graha Kencana, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan. "TK Ya-Bunayya dirikan pada 2004 dengan jumlah siswa 40 anak. Hal ini murni swadaya masyarakat," paparnya.

Lembaga lain yang dikelola adalah BMH (baitul mal hidayatullah). Lembaga ini didirikan hampir bersamaan dengan pondok pesantren Hidayatullah, yakni pada 1997. Lembaga yang satu ini menjadi tulang punggung pembiayaan pendidikan di Yayasan Hidayatullah. "Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, hingga biaya hidup para santri di pondok pesantren, memang banyak dibantu BMH. Maklum, saat ini BMH sudah mempunyai seribu satu donatur tetap dengan jumlah total sumbangan sekitar Rp 15 juta," terang Fauzan.

Untuk mengelola BMH secara profesional sebagai lembaga sosial, kini telah ada 12 karyawan yang umumnya para santri yang telah belajar di Ponpes Hidayatullah. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 09 Feb 2008

Label:

2 Komentar:

Pada 1 Maret 2009 pukul 20.37 , Blogger bangun yoga kelana mengatakan...

tetap semangat Allahu Akbar......!
blog santri nakal di http://bangun15.blogspot.com

 
Pada 2 November 2015 pukul 17.26 , Blogger Dinasti majapahit timur mengatakan...

terus berkarya

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda