Pondok Pesantren Al Falah Al Kholiliyah Kepang
Sebar Santri ke Pelosok Desa Sebagai Guru Tugas
Pondok pesantren (Ponpes) Al Falah Al Kholiliyah lebih terkenal dengan sebutan Pondok Kepang. Seperti apa pola pembelajaran untuk meningkatkan sumber daya santrinya?
Pondok Pesantren Al Falah Al Kholiliyah Kepang dikenal ketat dalam membina santri-santrinya. Ini dilakukan agar sang santri bisa mandiri selepas menempuh pendidikan di pesantren. Paling tidak, bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat di lingkungan masyarakat yang didiaminya kelak.
Hal tersebut menjadi pemikiran serius sekaligus program baku bagi pengasuh Pondok Kepang, Banagkalan. Paling tidak, tahun ini ponpes asuhan KH Muhammad Hasan Cholil dan KH Amin Bin Cholil Bin Yasin ini telah mengirim 60 santrinya ke 60 desa yang tersebar di seluruh pelosok Kabupaten Bangkalan. Santri pilihan yang dinilai memiliki cukup bekal ilmu ini diberi mandat sebagai guru tugas di sejumlah madrasah yang membutuhkan. Ini, sekaligus syarat kelulusan untuk bisa menggondol ijazah.
"Pengiriman ini berdasar permintaan dari pengurus madrasah-madrasah yang kebetulan memang memiliki hubungan dengan ponpes kita," tutur KH Muhammad Hasan Cholil mewakili pengasuh pesantren lainnya. Program dimaksud, diakui Ra Hasan - sapaannya - sudah dilakukan bertahun-tahun. Tujuannya, selain untuk membantu sekolah madrasah di pelosok yang membutuhkan bimbingan guru tugas, juga sebagai syarat bagi si santri untuk mendapatkan ijasah dari pondok. "Lamanya penugasan ini hanya setahun," imbuhnya.
Tapi, sambungnya, tujuan utama dari program guru tugas ini sendiri tak lain untuk mendidik santri lulusan agar mampu mandiri dan beradaptasi dengan masyarakat. Sehingga keberadaannya bisa berguna bagi masyarakat. "Paling tidak si santri bisa tampil di acara slametan, tahlilan, maupun acara pernikahan," tukas Ra Hasan.
Di ponpes yang didirikan tahun 1919 ini, pola pendidikannya memang murni salafiah. Mulai dari pelajaran tarikh, tafsir, kitab kuning, tauhid, hadist, maupun akhlak.
Selain belajar agama di pondok yang telah berusia hampir seabad ini, para santri juga mengikuti pelajaran umum. Ini karena di pondok seluas 4 hektar yang dihuni sekitar 400 santri putra dan 300 santri putri ini, juga ada pendidikan madrasah. Termasuk pula tsanawiyah hingga tingkat aliyah.
Dimana jam belajarnya, pada pukul 07.00-12.00 diisi pelajaran umum di sekolah madrasah dan tsanawiyah maupun aliyah. Usai itu, mulai jam 14.30 hingga maghrib, para santri diharuskan mengkaji ulang pelajaran di sekolah yang diperoleh pada siangnya. "Dan usai isak hingga jam 21.00, santri mendapat pelajaran salafiyah," terang Ra Hasan.
Tidak hanya sampai di situ, pembelajaran wajib lain yang harus diikuti para santri di pondok yang meliburkan diri pada hari Jumat ini adalah kegiatan pidato dan qiroatul quran. Kegiatan tambahan ini sebagai tambahan ilmu agar santri bisa tampil dalam acara-acara keagamaan dan kemasyarakatan. "Latihannya di musala ponpes sebagai pendalamannya," tuntasnya. (RUSLI DJUNAIDI)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 12 Jan 2008
1 Komentar:
madrasah dalam bentuk ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah, bukan madrasah seperti umumnya yang bernaung di bawah pemerintah. namun itu nama yang digunakan di dalam penjenjangan masdrasah diniyah (keagamaan)
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda