Mente Ketapang Tak Mampu Tembus Pasar Ekspor

Musim panen mente hanya satu tahun sekali, namun masa panennya bertahap. Dua bulan sebelum memasuki Idul Fitri, mente siap dipanen selama enam bulan berikutnya. Saat itu bisa diperoleh 20-24 ton mente per bulan.

Pada saat panen seperti itu hampi seluruh rumah di Kecamatan Ketapang tampak kesibukan mengupas biji mente. Dengan kacep (alat pengupas mente tradisional) ibu-ibu tampak sibuk. Setelah kulit mente pecah, dipanggang di atas talam yang dipanasi dengan serbuk kayu, untuk mengelupas lapisan dalamnya; sebelum pengepul datang untuk membelinya dengan cara borongan.

Biji mente yang utuh lebih dihargai dibanding biji yang pecah. Namun seringkali petani mente mengakalinya dengan melem kembali biji mente yang pecah dengan menggunakan tepung terigu. Setelah bersih, petani menyetor ke pengepul. Sebelum dipasarkan, mente dijemur terlebih dahulu hingga benar-benar kering, kemudian dikemas dalam ukuran 20 kg, dengan harga RP 45 ribu/kg.

Semua dilakukan dengan cara tradisional, mulai dari menanam, mengupas sampai memasarkannya.

“Sebenarnya jika menerapkan teknologi tepat guna, buah mente dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku yang bernilai ekonomis tinggi,” kata Elly Erawati SS, Tenaga Konsultan Bisnis (TKB) Kec. Ketapang, Rabu (17/3).

Selama ini setelah diambil bijinya, buah mente dibuang percuma. Hanya sebagian dikonsumsi sebagai bahan campuran rujak. Sedangkan kulit biji mente untuk bahan pembakaran kapur. Satu sak kulit biji mente ukuran 50 kg dijual dengan harga Rp 10 ribu – Rp 12 ribu.

Menurut Elly, selama ini para petani dan pengusaha mente tidak bergabung ke sentra yang besar — kebanyakan jalan sendiri-sendiri. Sehingga penjualannya hanya mampu menembus pasar lokal Surabaya, Sidoarjo dan Pontianak. Padahal potensi unggulan itu sangat menjanjikan apabila dikembangkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Keberadaan sentra itu, kata dia, diharapkan akan berpengaruh terhadap stabilitas harga mente di pasaran. Dengan demikian, akan terjadi iklim persaingan usaha yang sehat dan wujud wirausaha yang lebih besar; sehingga mente Sampang layak ditawarkan di pasar ekspor.

Menurutnya, ada berapa faktor yang menghambat berkembangnya pemasaran mente; antara lain kelemahan di bidang manajemen dan organisasi; kurangnya perencanaan dan pengendalian kualitas produksi, desain dan kemasan. Minimnya informasi peluang dan cara memasarkan produk serta minimnya sumber permodalan dengan persyaratan yang mampu dijangkau petani.

”Melihat berbagai kelemahan tersebut, maka perlu pembinaan dan pemberdayaan berbasis usaha, untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan, serta meningkatkan peran wirausahawan dalam pengelolaan dan pemanfaatan mente secara maksimal,” ujar Elly. (ACHMAD HAIRUDDIN)

Sumber: Surabaya Post, Rabu, 17 Maret 2010

Label: , , ,

Kemasan Baru, Judi dan Mabuk Dihilangkan

Melihat Sandur, Seni Tradisi Khas Madura di Ketapang

Seni Sandur khas etnis Madura kembali menghibur warga Ketapang. Tari yang diiringi gamelan dan dilakoni penari pria yang berbusana wanita Madura ini cukup menarik antusias warga. Tak sekedar melestarikan budaya, digelarnya seni tari asal Sumenep ini dibalut arisan hingga menjadi wadah pemersatu masyarakat.

Oleh Hari Kurniathama, Ketapang

INILAH Sandur. Atau lainnya menyebut sebagai Jidur. Permainan sandiwara bak tonil atau kesenian topeng Betawi. Sedangkan untuk di Kalbar, mungkin lebih dekat dengan kesenian Mendu. Pentas sandiwara jaman dulu. Acara yang digulirkan Sabtu (10/1) malam membuat masyarakat memadati Taman Hiburan Rakyat (THR) di Jalan Monginsidi Desa Sungai Kinjil Kecamatan Benua Kayong.

Alunan musik tradisional yang dimainkan group Sandur Pontianak menghangatkan suasana. Tenda dengan lampu terang benderang menjadi tempat duduk para tokoh masyarakat, pemuda masyarakat Madura Ketapang. Dengan mengguna peci hitam masyarakat Madura Ketapang duduk teratur dengan akrab sembari menikmati kopi dan sepiring kacang yang siap disantap.

Tak selang berapa lama. Penari Sandur muncul. Dengan diiringi alunan musik tradisional. Sembari diikuti para masyarakat yang hadir. Sembari memberikan sejumlah uang kepada sang penari. Para penari tersebut adalah sosok pria yang dibalut keanggunan pakaian wanita. Bahkan tak jarang satu persatu anggota masyarakat ikut menari sesuai alunan musik tradisional dan diikuti tepuk tangan masyarakat lainya. Menurut Tokoh Madura Ketapang, H Mathoji, seni Sandur ini merupakan peninggalan budaya sejak zaman dulu.

Sandur merupakan hasil budaya masyarakat Madura. Sandur dulu dan sekarang memang berbeda. Dulu Sandur identik dengan hal-hal yang dilarang agama seperti sabung ayam, minum-minuman keras dan aneka perjudian lainnya.

“Namun Sandur yang sekarang justru sebaliknya, Sandur sekarang merupakan pergelaran seni yang dikemas sederhana dan menarik karena merupakan atraksi budaya yang menghibur, sekaligus asset daerah yang patut dilestarikan,” katanya.

Tak hanya sampai di situ melalui pergelaran Seni Sandur ini diharapkan pergelaran seni ini sebagai wadah pemersatu masyarakat Ketapang.Sementara itu, sesepuh tokoh masyarakat Madura Ketapang, H Abdullah Yasin, mengatakan digelarnya Seni Sandur ini merupakan aktualiasasi peninggalan nenek moyang masyarakat Madura. Tujuanya adalah untuk mempererat silaturahmi masyarakat Madura Ketapang dan meningkatkan rasa persaudaraan semua lapisan masyarakat Ketapang umumnya.

“Marilah kita bersama-sama saling bekerjasama dalam persaudaraan,” ajaknya.Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat Madura Ketapang, Marzuki, Sandur ini boleh dikatakan acara seni hiburan rakyat sekaligus wadah pemersatu. Dimana acara ini dipenuhi kerabat, keluarga dan saudara untuk saling berkomunikasi dan saling mengenal satu dengan yang lain.

Selain itu pergelaran ini merupakan upaya pelestarian Sandur. Sehingga diharapkan instansi terkait seperti Disbudpora memberikan perhatian lebih terhadap Seni Sandur ini. Hal ini dikarenakan asset daerah yang perlu dibina dan dikembangkan agar memiliki nilai jual dalam membangun dunia wisata Ketapang nantinya. (*)

Sumber: Pontiannak Post, Senin, 11 Januari 2010

Label: , ,

Air Terjun Toroan di Desa Ketapang Utara

Sepi Pengunjung, Belum Dikelola Maksimal

Kabupaten Sampang memiliki sejumlah objek wisata alam yang potensial tapi belum dikelola dengan baik. Salah satunya, objek wisata Air Terjun Toroan. Tapi sayang, jumlah pengunjung tempat wisata ini kini mulai berkurang. Mengapa?

Pancaran keindahan alam yang natural benar-benar terasa saat koran ini mendengar percikan air yang jatuh dari atas. Itulah suasana yang terekam saat koran ini datang ke objek wisata Air Terjun Toroan, Desa Ketapang Utara, Kecamatan Ketapang. Namun demikian, suasana ini tidak didukung oleh sarana dan fasilitas yang ada di lokasi. Artinya, kondisi objek wisata Air Terjun Toroan sangat memprihatinkan.

Saat wartawan koran ini menikmati pemandangan Air Terjun Toroan, salah seorang petugas keamanan desa bernama Sayar, bercerita, supaya bisa aman memasuki Air Terjun Toroan, maka pelancong harus menuruni lembah curam dengan jalan setapak sejauh 50 meter. "Yang membabat jalan itu saya dan teman-teman," tuturnya.

Menurut dia, jalan tersebut merupakan jalan alternatif. Bagi pengunjung yang membawa kendaraan roda dua, bisa dititipkan kepada pria berusia 30 tahun tersebut. "Kalau sepeda motor, sebenarnya bisa dibawa dan diletakkan di dekat air terjun. Tapi kalau tidak mau repot, bisa dititipkan kepada kami saja," imbuhnya.

Pria yang bekerja sebagai penambang pasir ini kemudian mengajak koran ini untuk mendekati lokasi Air Terjun Toroan. Kenyataannya, memang tidak ada akses jalan sama sekali. "Pengunjung harus bersedia untuk mengitari bibir pantai dengan batu - batu karang dan sisa genangan air laut untuk bisa menuju Air Terjun Toroan," terangnya.

Kepada koran ini, saya menuturkan bahwa di areal Air Terjun Toroan memang tidak aman. Dia menuturkan bahwa sering terjadi perampasan handphone milik pengunjung. "Biasanya anak-anak dari luar daerah sini yang seperti itu Mas. Karena itu bapak kepala desa menugaskan saya di sini," akunya.

Pria kelahiran Ketapang Daya ini menambahkan, dulu Air Terjun Toroan pernah menelan korban. Insiden tersebut, terjadi setelah ada salah seorang pengunjung yang berenang di sekitar air terjun. "Dulu ada dua orang yang menjadi korban. Kalau tidak salah, keduanya tercatat sebagai warga Bangkalan. Tapi, itu dulu dan sekarang sudah tidak ada lagi," terangnya.

Setelah ditanya tentang penyebab meninggalnya dua korban tersebut, pria yang pernah melancong ke negeri seberang tersebut mengaku tidak tahu pasti. "Jika ada unsur mistik saya kurang tahu. Tapi jika diukur kedalaman palung tersebut memang benar - benar dalam. Kira-kira seukuran pohon bambu," ujarnya.

Ditandaskan, Air Terjun Toroan saat ini hanya difungsikan warga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Termasuk mencuci pakaian, mandi, dan menyuci jaring. "Setiap hari, warga sekitar datang ke sini untuk mencuci, mandi, dan mencuci jaring," pungkasnya. (yan/rd/SYAH MANAF)



Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 19 Desember 2009

Label: , , , ,