Kebun Salak di Jalan Pesalakan

Banyak Dibangun Rumah, Pemerintah Siapkan Penyangga

Keberadaan buah salak sudah menjadi ikon bagi Kabupaten Bangkalan. Sebab, bukan hanya di pedalaman, di wilayah kota pun buah tersebut banyak dijumpai. Bahkan, salah satu jalan yang akhirnya diberi nama "Pesalakan". Bagaimana kondisinya kini?

ZAMAN dan pertumbuhan populasi membawa manusia semakin membutuhkan tempat tinggal untuk anak cucunya. Sehingga, banyak lahan perkebunan dan pertanian berubah fungsi menjadi pemukiman. Di sisi lain, kebutuhan materi juga menjadi alasan perubahan lahan kebun dan tani tersebut.

Untuk perkebunan, Bangkalan boleh dibilang 'raja' penghasil salak di antara kabupaten lain di Madura. Hampir di seluruh wilayah kabupaten paling barat Madura ini pohon salak bisa tumbuh dan berbuah. Buahnya pun berbeda dan memiliki ciri khas di antara salak lainnya. Ada sensasi kecut dan berair. Sedang salak di daerah hanya "menang" renyah dan tidak bersensasi kecut.

Dari sekian banyak wilayah Bangkalan yang menjadi penghasil salak, ada satu tempat yang sangat identik dengan salak. Yaitu, Jalan Pesalakan, Kecamatan Kota Bangkalan. Para orang tua membenarkan bahwa daerah tersebut sejak awal adalah sentra penghasil salak terbesar di antara wilayah lain.

Jalan Pesalakan ada di dua wilayah kelurahan yang berbeda. Dari tengah ke arah selatan hingga ujung jalan, masuk wilayah elurahan Kemayoran. Sebaliknya, dari tengah hingga ujung paling utara jalan masuk wilayah Kelurahan Demangan. Tapi, kantor kelurahan Kemayoran ada di ruas jalan tersebut.

Setelah berkeliling melihat keberadaan kebun salak di jalan itu, koran ini langsung menuju kantor kelurahan Kemayoran di ujung selatan jalan. Setelah menjelaskan status jalan tersebut, Lurah Kemayoran Sugiono mengatakan bahwa kebun-kebuin salan di jalan tersebut telah menyusut. "Sudah banyak jadi rumah Mas. Dulu memang katanya di sini ini hampir semuanya kebun salak," tuturnya.

Tapi, sambungnya, jika mau lebih teliti masih banyak warga yang memertahankan kebun salaknya. "Di bagian depan (tepi jalan, Red) memang banyak yang jadi rumah. Tapi, ada yanng tidak kelihatan sampai belakang yang masih kebun salak," ungkiapnya. Keberadaan kebun salak yang ada hingga saat ini sedikitnya 8000 meter persegi.

Menurut dia, penyusutan lahan salak di Jalan Pesalakan itu semakin terlihat sejak tahun 2000. Banyak warga yang membabat habis kebun salaknya untuk dibangun rumah untuk anak dan cucunya. "Kalau untuk itu warga kan tidak izin, hanya IMB-nya (Izin Mendirikan Bangunan) saja yang harus ke sini," paparnya.

Pemerintah Bangkalan nyatanya respon terhadap buah ikon tersebut. Beberapa waktu lalu Sugionan menghadiri pertemuan untuk mengantisipasi kepunahan salah di wilayah kota. "Pemerintah tetap berupaya untuk memertahankan identitas Bangkalan sebagai kota dan penghasil salak. Sekarang kan sudah ada penyangganya di daerah Kramat sana," ulasnya.

Meski sudah ada wilayah penyanggah, kebanyakan warga masih berharap di wilayah kota sensiri masih ada kebun salak. Paling tidak untuk "menghias" pemandangan dan sebagai pertanda masuk wilayah Kabupaten Bangkalan. "Kalau saya sebenarnya masih sering pesan salak ke pemilik kebun di Jalan Pesalakan atau Jalan Sidingkap (seberang jalan Jalan Pesalakan, Red)," aku Tatik saat ditemui sedang menawar salak di pasar Senin.

Bahkan, sambungnya, tak jarang dia membawa tamunya ke pemilik kebun di kota untuk memetik sendiri buah salak. "Kadang-kadang saya juga ajak mereka menawar sendiri harga salak di pinggir-pinggir jalan ini," ujarnya. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda