Warga Sampang Memasak dengan Biogas
Sebagian warga Sampang, Madura, kini mulai menggunakan biogas untuk memasak dan keperluan rumah tangga lainnya. Seperti penuturan Nidhamuddin warga Sampang, Sabtu (3/1/2009), gagasan kreatif ini timbul setelah dalam beberapa bulan terakhir minyak tanah di wilayah setempat langka.
Warga Desa Baru, Kecamatan Kota, Sampang itu memanfaatkan biogas untuk memasak. Berkat adanya biogas, kini dia tidak lagi merasa khawatir akan kelangkaan minyak tanah dan elpiji. Biogas buatannya itu tergolong tidak membutuhkan biaya. Sebab, bahan bakunya hanya dari kotoran sapi yang memang tersedia di rumahnya.
“Saya punya sapi sepasang, jantan dan betina. Jadi kalau sudah bahannya habis, tinggal mengambil di kandang kemudian diisi ke tempat tilang penampungan. Jadi tidak butuh biaya sama sekali,” katanya. Menurut ayah dari dua orang anak itu, yang membutuhkan banyak biaya adalah pada saat pertama kali membuat sarananya. Seperti tilang penampungan, tembolong, termasuk kompor gasnya.
Untuk satu tempat pengolahan biogas yang bahan bakunya dari kotoran sapi membutuhkan biaya Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. “Setelah itu tidak ada lagi biaya. Tenaga manusia hanya mencari rumput untuk makanan sapi. Tapi itu bukan hanya untuk kebutuhan bahan biogas, melainkan hanya sampingan saja,” katanya.
Tilang penampungan yang dibutuhkan untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas ukuran minimalnya 5×5 meter persegi, layaknya penampungan air di bawah tanah, atau yang biasa disebut “jeding” oleh warga setempat.
Dari tilang penampungan itu uap kotoran sapi dialirkan ke tembolong, hingga akhirnya disalurkan ke kompor gas. Bahan yang digunakan untuk membuat biogas hanya kotoran sapi dan air dengan perbandingan 1 banding 4. Artinya, jika kotoran sapi satu bak, maka air yang harus dimaksukkan ke tilang penampungan gas sebanyak empat bak.
Menurut Nidhamuddin, untuk sejumlah bahan seperti itu mampu menghasilkan gas yang bisa digunakan dalam waktu selama enam jam. Selain untuk gas, sistem pengelolaan biogas dengan teknologi sederhana ini juga digunakan untuk lampu penerangan.
“Jadi memiliki multifungsi. Bukan hanya untuk memasak, tapi juga untuk lampu penerangan. Namun, kami selama ini lebih menggunakan hanya untuk memasak,” katanya. Sisa dari hasil penampungan bisa digunakan lagi untuk pupuk kompos, bahkan bisa juga dibuat makanan sapi dengan dicampur tahu.
“Perbandingannya 1 banding 4. Yakni satu bak kotoran ternak sapi untuk empat bak ampas tahu kemudian diolah. Jadi, tidak ada yang terbuang,” terang Nidhamuddin. Selain bisa menghemat dari sisi ekonomi, warga mengaku tidak merasa kesulitan dengan adanya kelangkaan minyak tanah.
Menurut dia, sudah tiga bulan dirinya menggunakan teknologi tersebut. “Temuan saya ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia pendidikan saya. Saya kan jurusan Tarbiyah,” katanya. Saat ini sudah ada lima rumah tangga yang menggunakan biogas temuan Nidhamuddin itu. Tetapi yang sudah beroperasi dan bisa dimanfaatkan baru tiga rumah tangga, yaitu di Kelurangan Rongtengah, Desa Asem Nunggal, Torjunan, dan satu lagi di Kecamatan Katapang, Sampang.
“Kami berharap pemerintah bisa menyediakan bantuan untuk pembuatannya. Ini kan hanya subsidi sekali, setelah itu tidak ada lagi. Sebab, tanpa modal yang banyak tidak bisa membuat seperti yang saya gunakan ini,” katanya. (ant)
Sumber: Surya, Sabtu, 3 Januari 2009
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda