Lebih Menyatu Pakai Injil Bahasa Madura

Perayaan Natal di Gereja Kristen Jawi Wetan Pasamuan

Setiap menjelang Natal, Gereja Kristen Jawi Wetan Pasamuan di Desa Sumberpakem, Sumberjambe, Kabupaten Jember, disorot. Gereja di antara komunitas kaum Madura ini selalu menarik perhatian.

Memang gereja yang dipimpin Pendeta Sapto Wardaya ini unik. Gereja itu menggunakan Alkitab berbahasa Madura. “Mungkin ini satu-satunya yang ada di Indonesia, bahkan di Madura saja tidak ada,” kata Sapto.

Alkitab dan khotbah yang digunakan di gereja itu menggunakan bahasa Madura. Sejak berdiri 27 Juli 1882, pendeta dan jemaat gereja ini memang menggunakan bahasa Madura.

Julius Petrus Esser, seorang dokter Belanda yang menjadi pendeta pertama di gereja ini menggunakan bahasa Madura. Alasannya, supaya lebih dekat dengan masyarakat.
“Karena komunitas di Sumberpakem itu Madura, makanya para penginjil dulu menggunakan bahasa Madura. Untuk adaptasi,” lanjut Sapto.

Selain menggunakan Alkitab - yang dalam bahasa Madura ditulis dengan 'Alketab' -sebanyak 104 cerita dan pujian juga ditulis dengan bahasa Madura. Bahkan altar juga bertuliskan bahasa Madura kuno. Tulisan bahasa Madura kuno itu mengelilingi salib yang ada di atas tempat khotbah. “Kalau dalam bahasa Jawa ha na ca ra ka, tetapi kalau bahasa Madura a na ca ra ka,” jelas Sapto.

Ketika Surya masuk dan mengamati jemaat, banyak yang sudah sepuh. Namun bukan berarti generasi muda gereja tersebut tidak ada. Karena itulah sekarang tidak hanya menggunakan bahasa Madura. Dulu memang tak ada yang bisa berbahasa Indonesia tetapi sekarang berbeda.

Kebaktian menggunakan dua bahasa ini berselang-seling tiap minggu. Hal ini supaya orang muda mudah menangkap pesan, dan yang sepuh tetap bisa menikmati ritual. Tetapi Sapto meyakinkan bahwa bahasa Madura akan tetap dipertahankan.

Kebaktian Natal di gereja ini dilakukan mulai Rabu (24/12) sore. Kebaktian diikuti oleh jemaat dari Desa Sumberpakem dan dari Kecamatan Sukowono, serta Kalisat. Seluruhnya mencapai 300 orang. Tetapi tahun ini ada sedikit perubahan.

“Tidak hanya menggunakan bahasa Madura, tetapi juga bahasa Indonesia dan Jawa,” lanjut Sapto, yang menjadi pendeta di geraja ini sejak tahun 2002.

Hal menarik, semua pujian dilantunkan dalam bahasa Madura, dan bernyanyi dalam bahasa Madura lebih mengena di hati. Nanang E, salah satu jemaat, menuturkan, menyanyikan pujian dalam bahasa Madura lebih mudah.

“Karena bahasa Madura itu bahasa ibu, meski tidak diartikan kami langsung tahu,” kata Nanang. Dia menambahkan, ketika latihan, para jemaat lebih cepat bisa menyanyikan lagu pujian dalam bahasa Madura daripada Indonesia. Nah, bisa membayangkan lagu White Christmas dinyanyikan dalam bahasa Madura? (SRI WAHYUNIK)

Sumber: Surya, Wednesday, 24 December 2008

Label: , ,