Peserta Kontes Kecantikan Telanjang

Kompas/BDR/Karapan Sapi

Meski sudah menjadi tradisi tahunan,Lomba Sapi Sonok atau sapi hias se-Madura tetap selalu menyedot perhatian. Tak hanya dari warga Madura sendiri, ribuan orang yang memadati tempat penyelenggaraan di halaman kantor Bakorwil Madura (dulu kantor pembantu gubernur Madura) di Pamekasan itu juga berasal dari luar Madura, dan bahkan puluhan turis asing.

Peserta kontes ini benar-benar telanjang. Hanya sebagian kecil tubuhnya yang tertutupi oleh pernik-pernik perhiasan. Tak ada yang marah, karena mereka memang hanya seekor sapi betina.

Lomba Sapi Sonok yang biasa diadakan sehari sebelum Karapan Sapi itu, diikuti oleh 24 pasangan sapi dari empat kabupaten di Madura (yakni Bangkalan, Pamekasan, Sampang dan Sumenep).

Karena pada dasarnya merupakan kontes kecantikan, maka sapi-sapi yang jadi peserta pada Sabtu (25/10) siang itu, semuanya betina. Masing-masing pasangan sapi itu tampil berjalan menuju panggung dekat garis finis, dengan diiringi musik tradisional Madura sebagai pengiring.

Meski ada garis finis, dalam lomba ayu-ayuan sapi itu, bukan unsur kecepatan yang dinilai. Ada tiga kriteria yang menjadi penilaian dalam Lomba Sapi Sonok yang digelar kali ini.

Pertama, keindahan seragam atau pakaian sapi yang digunakan. Kedua, keserasian gerak langkah kaki pasangan sapi saat menuju lokasi panggung. Dan ketiga, keserasian gerak langkah kaki sapi dengan iringan musik gamelan yang menjadi musik pengiring pasangan sapi.

Setiap tampil, ada dua pasang sapi sonok yang melenggang di atas arena rumput, yang dari start hingga finis dekat panggung sepanjang 30 meter.

Kepala Bakorwil IV Madura, Drs H Makmun Dasuki, kontes sapi sonok ini jauh berbeda dengan karapan sapi yang selama ini menjadi ikon budaya dan pariwisata Madura. Nuansa seni lebih kental dalam kontes sapi sonok. Bahkan, pihak panitia juga menyediakan piala khusus bagi kelompok musik pengiring sapi, yang mampu tampil dengan menarik.

"Ini merupakan kegiatan rutin yang biasa digelar setiap tahun sebagai rangkaian dari lomba Karapan Sapi yang akan digelar pada hari Minggu besok (hari ini, red). Namun demikian, setiap tahun, kita upayakan acaranya bisa lebih baik dan meriah dari sebelumnya," kata kepala Bakorwil IV Madura, Drs.H. Makmun Dasuki, Sabtu (25/10).

Tidak ada yang tahu persis kapan Lomba Sapi Sonok ini dimulai. Namun, jika kegiatan semacam kontes kecantikan sapi ini selalu diadakan menjelang acara karapan sapi, maka usia Lomba Sapi Sonok bias dikatakan setua karapan sapi.

Berdasarkan catatan yang ada, karapan sapi mulai diadakan pada saat Madura diperintah oleh raja Jokotole antara tahun 1415-1460.
Zainuddin, Ketua Paguyuban Sapi Sonok, menjelaskan bahwa kata 'sonok' mengandung arti menerobos. Garis finis sapi sonok memang berupa pintu bergaya joglo. Di pintu itulah sepasang sapi sonok beserta para pengiringnya harus 'nylonok' dan keluar dari arena.

Sebelum tampil di arena, sepasang sapi sonok dihias terlebih dahulu. Badan sapi sonok diberi 'baju' kebesaran. Baju berbahan kulit yang dililit ke perut sapi. Baju berhias pernak-pernik manik-manik.

Kepala sapi juga diberi mahkota. Tandukpun diberi selongsong hiasan emas.
Aneka hiasan tampak pula dipasang melilit leher sapi. Hiasan yang menjuntai hingga mata kaki ini, kelihatan mewah. Beberapa pemilik sapi sonok, malah membelikan kalung berbahan emas seharga puluhan juta rupiah.

Menurut pemilik salah seorang pemilik sapi sonok Haji Umar, biaya yang dibutuhkan khusus untuk hiasan sapinya mencapai Rp15 juta dalam lomba kali ini.
"Hiasan mahkota yang ada di kepala sapi ini saja Rp 5 juta. Belum lagi selonsong emas yang ada ditanduknya itu. Lengkapnya dengan keleles dan bayaran para pemusik dan pesinden, sekitar Rp 15 jutaan itu," katanya menjelaskan.

Menurut Haji Umar, biaya Rp15 juta itu hanya biaya kelengkapan pakaian dan alat musik sapi sonok saat mengikuti kontes sapi, belum termasuk biaya perawatan sapi setiap bulan.

"Kalau saya mematok biaya perawatan sapi itu setiap bulan Rp1 juta. Itu untuk membeli telur dan jamu racikan lainnya, agar bulu sapi terlihat halus dan berminyak. Soalnya sapi sonok itu yang dinilai memang keindahannya," imbuh Haji Umar.

Umumnya, para peserta tak membandingkan antara biaya yang mereka keluarkan untuk merias sapi dengan penghargaan yang diterima. Tampil di kontes ini saja, sudah dianggap kebanggan tersendiri bagi pemiliknya.

"Kalau saya tidak peduli menang atau kalah. Bagi saya, yang penting bisa tampil dengan maksimal, terutama dalam penampilan musik gamelan," ujar Zainudin yang sudah 20 tahun mengikuti Lomba Sapi Sonok.

Kontes sapi sonok yang digelar kali ini mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun wisatawan asing. Bahkan, mereka berebut untuk mengabadikan kegiatan tersebut, terutama saat pasangan sapi hendak memasuki panggung yang disambut dengan tarian sinden Madura.

Layaknya artis, sapi-sapi peserta kontes menjadi rebutan para wisatawan asing untuk bisa berfoto bersama. Tidak sekadar berfoto biasa, bahkan para turis bule juga berfoto dengan berpelukan dan mencium wajah sapi.

"Gambar ini akan saya jadikan kenang-kenangan untuk keluarga di negera saya," kata salah seorang turis bule bernama Brian, dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Menurut Brian, yang membuat ia tertarik berfoto dengan pasangan sapi sonok karena sapi terlihat sangat indah, dengan perhiasan yang menempel di tubuhnya. Selain itu tubuhnya juga bersih berbeda dengan sapi-sapi biasa pada umumnya.

Sumber: Kompas, Minggu, 26 Oktober 2008

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda