Kawasan Bebas BAB Sembarangan (1)

Baunya Sekarang Tidak 'Kedengaran'


MADURA selain dikenal karena ciri khasnya yang unik, juga dikenal sebagai objek berbagai anekdot. Rencana pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) yang sempat terkatung-katung, juga tak lepas dari anekdot tingkah dan pola masyarakat Jawa Timur tapi beda pulau itu.

“Jembatan Suramadu selain akan dikenal sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara, juga akan dikenal sebagai WC umum terpanjang di dunia,” demikian anekdot yang beredar seiring rencana pembangunan jembatan pada 2003 lalu.

Disebut WC umum terpanjang karena hingga beberapa tahun terakhir, masyarakat pesisir Madura memang suka buang air besar (BAB) alias beol di sembarang tempat. Bahkan, kebiasaan buang hajat yang tidak pada tempatnya ini sempat menjadi perhatian pejabat pusat di Jakarta dan Bank Dunia.

Pada sekitar tahun 2006, mereka menyempatkan berkunjung ke Desa Dlambah Dajah, Kecamatan Tanah Merah, Bangkalan. Mereka terkagum-kagum dengan perubahan drastis perilaku masyarakat Madura yang mulai sadar akan kebutuhan hidup bersih.

Hanya dalam tempo dua tahun, sejak 2004, telah berdiri sebanyak 350 jamban di sekitar rumah warga. Meski masih sangat sederhana, hanya bertutup sesek atawa lembaran anyaman bambu, tapi jamban yang dibuat di atas lubang galian tanah ini sudah cukup layak.

“Baunya sudah tidak kedengaran (maksudnya, tidak tercium, Red) kemana-mana,” kata Klebun (Kepala Desa) Dlambah Dajah, H Abdul Cholid, yang ditemui Surya di rumah sekaligus kantor desanya. Sebelum tekad hidup bersih dimulai, sejumlah kawasan pojok kampung, tak jarang dihiasi gundukan kecil yang bau.

Mulai dari pematang sawah, selokan, di bawah rerimbunan pohon hingga di pekarangan belakang rumah. Karenanya, untuk sekedar berjalan kaki, warga harus ekstra waspada. Jika tidak, sumpah serapah bakal terucap ketika kaki menginjak gundukan gembur tersebut. “Tidak gampang untuk menjadikan masyarakat sadar akan hidup bersih. Butuh kesabaran dan perjuangan keras,” tandas Klebun Cholid.

Untuk merealisasikan gagasan bersih lingkungan ini, rembug desa yang biasanya membahas rencana pembangunan, sengaja difokuskan pada pembuatan jamban. Jamban yang hanya digali sebidang tanah kosong belakang rumah, dibuatkan sesek dari anyaman bambu. “Karena sebagian ada yang tidak setuju, kami hanya membuat beberapa buah saja. Kami berharap ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat,” katanya.

Secara perlahan, kebiasaan pola hidup bersih ini mulai menular dari mulut ke mulut. Di kawasan rumah penduduk yang dibuatkan galian jumbleng sudah tidak lagi didapati bau yang tak sedap. Dari semula yang hanya berdiri lima jamban, berkembang sedikit demi sedikit hingga akhirnya semua orang bisa menyalurkan kebiasaan membuang hajat di tempat tertutup.

Meski belum semua warga belum memiliki jamban atau WC tertutup yang permanen, kini kebiasaan buang hajat sembarangan sudah mulai ditinggalkan, dengan beralih ke jamban atau sungai. (Arie Yoenianto)
(bersambung)

Sumber: Surya, Selasa, 6 Januari 2009