Pondok Pesantren Kramat, Desa Ujungpiring

Pondok Pesantren Tua yang Mengajarkan Home Industri

Pondok Pesantren (Ponpes) Kramat berjarak sekitar lima kilometer dipinggiran pusat kota Bangkalan. Tepatnya di jalan raya Ujungpiring. Suasananya tenang karena jauh dari perkotaan. Dipesantren inilah para santri tidak hanya belajar ilmu agam. Tapi mereka juga belajar berusaha.

Berdasar prasasti yang tersisa, ponpes Kramat berdiri sejak tahun 1294 Hijriyah. Namun, pendiri pertama belum diketahui. Hingga kini, ahli waris pesantren tidak menemukan jawabannya. Mereka baru bisa menceritakan sejarah beridirnya pesantren setelah diasuh KH Affal, suami Nyai Maryam yang tak lain adalah kakak perempuan Syaichona Moh Kholil bin Abd Latief.

Konon, sepeninggal kedua orang tuanya, Syaichona Kholil tinggal bersama Nyai Maryam di ponpes tersebut. Hingga beranjak dewasa, guru pendiri NU KH Hasyim Asyari ini menghabiskan masa kecilnya disana.

Ponpes yang tergolong tua di Kabupaten Bangkalan ini juga tercatat sebagai ponpes yang berani menerapkan sistem klasifikasi pada santrinya. "Dulu, saat semua pondok (pesantren, Red) mengajar ngaji secara menyeluruh, kita mulai pisah mereka sesuai klasifikasinya," ujar Abdullah Mas'ud pengasuh ponpes Kramat.

Kini, ponpes Kramat juga terus melakukan terobosan dalam sistem pendidikan. Faktor geografis yang dekat dengan tambak dan laut juga dimanfaatkan santri untuk mencari pengalaman bekerja di sector perikanan. Jika ada waktu luang, mereka pergi ke tambak untuk praktek secara lansung berbudidaya ikan.

Bukan hanya itu, santri Ponpes Kramat juga belajar bekerja di sektor home industri. "Disini, santri juga belajar membuat fiber plastik. Bahkan, sudah banyak yang ahli. Mereka bisa dapat penghasilan dari sektor itu," tambahnya.

Keahlian membuat fiber itu mampu memunculkan ide kreatifitas santri. "Santri disini bisa membuat modifikasi sepeda motor dan alat-alat permainan dari fiber. Seperti papan seluncur," jelasnya.

Meski demikian, kewajiban utama menuntut ilmu agama tetap diutamakan. Setiap Maghrib, mereka belajar mengaji, dilanjutkan belajar kitab pada pukul sembilan malam. Bahkan, di pagi hari santri juga belajar pendidikan umum di SD dan SMP di sekitar ponpes. (AHMAD MUSTAIN SALEH)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 07 Agustus 2008

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda