Ukiran Madura Minim Peminat

Seiring dengan maraknya produksi mebel yang bermotif modern, membuat produksi mebel motif tradisional Madura kian merosot. Ini disebabkan karena prilaku konsumen yang cenderung mengikuti tren masa kini.

Susmiati, salah seorang siswi SMA asal Kelurahan Rong Tengah mengaku sudah tidak menggunakan perabot rumah dengan nuansa ukiran Madura. Sebab, ukiran Madura dinilai terlalu monoton. "Terlalu kaku, baik warna maupun motifnya," ujar Sus, sapaannya.

Gadis belasan tahun ini mengakui bahwa ukiran khas luar Madura kini juga telah merambah Madura. Karena itu tidak aneh jika tenyata ukiran Madura lantas tersaingi. Semisal ukiran Jepara maupun lainnya. "Ukiran Jepara saja sudah mulai beragam dan menawarkan banyak pilihan, saya sering melihat jenis ukiran itu di rumah teman-teman," ujarnya.

Abd. Majid, seorang pengrajin mebel ukiran khas Madura maupun campuran juga melontarkan hal yang sama. Menurut Majid, mebel ukiran Madura sudah sangat minim. Bahkan, dalam satu bulan belum tentu ada pemesan yang menginginkan perabotan rumah bernuansa khas Madura. "Jarang sekali peminatnya, kalaupun ada itu sangat kecil," ujar Majid.

Selain kerena harganya yang mahal, ukiran motif Madura juga dinilai Majid cukup sulit. Karenanya, sudah banyak pengrajin mebel yang beralih pada ukiran campuran. Yakni ukiran khas Madura yang dibumbui khas Jawa. "Kalau ada yang memesan langsung, saya selalu meladeni. Tapi kalau tidak ada pemesan, saya jarang memproduksi," jelas Majid.

Tidak mengherankan memang. Pasalnya, untuk ukuran sebuah ranjang tempat tidur ukiran khas Madura (lencak pale'), Majid mematok harga Rp 1,5 sampai Rp 1,7 Juta. Sedangkan untuk ukiran campuran, Majid hanya mematok harga berkisar Rp 1 juta sampai Rp 1,4 Juta. "Semua harga itu beragam, tergantung dari tingkat kesulitannya. Tapi kalau ukiran Madura memang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi," ujarnya.

Meski demikian Majid menampik kalau ukiran Madura kurang peminat lantaran ukuran harga. Menurutnya, harga tidak akan menjadi penghalang bagi pembeli untuk memburu ukiran Madura. Sebab, pada ukiran Madura tidak pernah hilang dari kekhasannya mengusung nuansa hewan, khususnya burung dan ular. "Kalau sudah jatuh cinta pada Madura, saya pikir harga tidak akan menjadi alasan untuk mengurungkan niat memburu barang-barang antik yang bernuansa Madura," pungkasnya. (c8/ed)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 21 Juli 2008