Pondok Pesantren Nurul Huda Pengilen Kecamatan Dasuk

Bina Santri Tafaaquh Fiddin

Terletak di pedalam Kecamatan Dasuk, KH Jazuli mendirikan pondok pesantren kecil dengan kapasitas yang serba apa adanya. Awalnya, hanya sekedar langgar kecil dengan 25 santri. Kini menjelma menjadi lembaga pendidikan dengan metode modern. Uniknya, pesantren ini elastis dengan kondisi zaman. Bagimana kisah perjalanannya?

Bunyi hadrah di tabuh. Bergemuruh. Sejumlah santri melantunkan senandung salawat. Hikmat. Sementara di sejumlah gang dan di sisi gedung yang berpetak-petak, sebahagian santri sibuk meghafal bait-bait alfiyah.

Saat Koran ini bertandang, situasi pesantren Nurul Huda sudah lengang. Bahkan kondisi pesantren tergolong sunyi, seperti dibungkus suara bunyi musik yang ditabuh.

Melihat sejarah berdirinya yang tercatat tahun 1933, pesantren ini jauh dari kesan maju. Mengingat dulunya sistem yang diterapkan menggunakan metode salafiyah (tradisonal). Dimana yang ditekankan hanya fokus pada santri untuk belajar mengkaji ilmu bahasa Arab. Alasannya, karena sudah menjadi tradisi di semua pesantren. "Seorang santri wajib bisa membaca kitab tanpa harakat," ungkap KH Syamsul Anwar, putra pendiri pesantren almarhum K. Jazuli.

Bahkan, seorang santri harus bisa menguasai pengetahuan agama (tafaqquh fiddin). Yakni faham atas persoalan keagamaan. Karena masyarakat menunggu kiprah para santri.

Dari tahun ke tahun, pesantren Nurul Anwar mengalami perkembangan. Dari sitem salafiyah berubah ke khalafiyah (modern). Kemajuan ini menjadi kebahagian tersendiri baginya.

Pesantren Nurul Huda menapaki masa kemajuannya baru tahun 2001. Utamanya saat pesantren ini mengikuti saran pemerintah untuk melaksanakan pendidikan madrasah diniyah. Saat itulah, tutur Syamsul, pesantren ini berubah wajah dari salafiyah ke kombinasi. Meski perubahan itu tidak serta merta menghapus wajah yang sebelumnya.

Syamsul mengaku, kemajuan yang didapat hari ini berkat perjuangan generasi sebelumnya. Makanya dia akan terus menjaga perkembangan dan kemajuan pesantren yang kini diasuhnya.

Selain pesantren ini menerapkan sistem khalafiyah, system salafiyah juga tidak ditingalkan. Tujuannya agar santri bisa memperoleh dua pengetahuan sekaligus. Yaitu pengetahuan agama dan pengetahuan umum.

Sampai hari ini, pesantren Nurul Anwar sudah mempunyai lembaga pendidikan hingga tingkat madrasah aliyah (setingkat SMA). Bahkan direncanakan hingga peguruan tinggi.

Impian tersebut disampaikan K. Syamsul melihat kesadaran masyarakat sekitar akan makna penting ilmu (pengetahuan). Kesadaran tersebut, tutur Syamsul, menjadi media untuk terus meningkatkan mutu pendidikan. Supaya generasi baru mampu membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. "Saya berdoa, para santri bisa mengabdi kepada agama, bangsa dan negara," imbuhnya.

Pesantren Nurul Anwar yang terletak di pinggiran Kecamatan Dasuk ini mempunyai areal lokasi seluas 2 hektar. Di tempati rumah pengasuh, gedung sekolah dan sarama santri.

Dengan jumlah 165 santri, pesantren ini berharap mampu membumikan kecintaan ilmu kepada seluruh masyarakat. Menurut Syamsul, ada sebagian masyarakat yang masih enggan memposisikan ilmu pada tempat yang seharusnya. Sehingga targetnya adalah mengajak seluruh masyarakat (Dasuk) untuk terus menyekolahkan anak-anaknya. "Dengan ilmu semua akan benderang," terangnya. (ZAITURRAHIEM)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 13 Mei 2008

kembali

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda