Fatimatus Zahra ke Konferensi Nasional Best Practice

Sempat Diremehkan, Sukses Berdayakan Masyarakat

Fatimatus Zahra, kepala SDN Trasak I, Kecamatan Larangan, bersama 88 kepala sekolah se Indonesia akan memresentasikan keberhasilan pengelolaan pendidikan di Pamekasan. Apa saja yang telah dilakukan?

Hari bersejarah itu besok, 21-22 Mei 2008. Jika tidak ada halangan, Fatim - sapaan Fatimatus Zahra - akan memresentasikan keberhasilan pengelolaan pendidikan. Terutama, keberhasilannya memberdayakan masyarakat agar sadar pendidikan.

Berbagai persiapan telah dilakukan Fatim. Mulai dari membuat karya tulis yang akan dipresentasikan, mengumpulkan bahan-bahan presentasi, hingga persiapan mental. "Pokoknya semua sudah saya siapkan. Mau tidak mau memang harus siap sejak awal. Ini kan acara tingkat nasional," ujarnya saat ditemui koran ini kemarin siang.

Untuk kepentingan presentasi, Fatim mengaku harus banyak membuka file kegiatan yang pernah digelarnya. Terutama saat masih menjabat sebagai kepala SDN Bungbaru I, Kecamatan Kadur. Sebab, pengalaman itulah yang menjadikannya terpilih sebagai peserta konferensi nasional best practice kepala sekolah se Indonesia.

"Intinya, kegiatan ini untuk berbagai sesama kepala sekolah, mulai dari SD, SMP hingga SMA tentang pengelolaan pendidikan. Terutama, pengalaman-pengalaman yang pernah dialami dalam hal pengelolaan pendidikan," paparnya.

Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional RI, Fatim merupakan satu-satunya delegasi dari Madura. "Kalau melihat listing undangan, saya memang sendiri dari Madura. Lainnya dari berbagai wilayah di tanah air," terang Fatim.

Terpilihnya Fatim sebagai wakil Madura di konferensi nasional best practice kepala sekolah itu tak lepas dari karya tulis yang dibuatnya. Fatim menjelaskan, mulanya dinas P dan K mengirimkan brosur tentang karya tulis untuk kepala sekolah se Pamekasan.

"Dalam brosur itu kita diminta membuat karya tulis tentang pengalaman terbaik selama menjadi kepala sekolah. Terutama dalam hal pengelolaan pendidikan," ungkapnya.

Ada beberapa tema yang bisa dipilih. Mulai dari kegiatan belajar-mengajar, inovasi pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya. "Kebetulan, saya memilih pemberdayaan masyarakat. Ini didasarkan pengalaman saya saat menjadi kepala SDN Bungbaruh I di Kecamatan Kadur," katanya.

Fatim mengakui, saat menjabat kepala SDN Bungbaruh I memiliki pengalaman tak bisa dilupakan. Saat itu, Fatim satu-satunya kepala sekolah baru yang dikirim ke desa terpencil.

Semula banyak pihak yang meremehkan. "Selain saya perempuan, banyak yang menilai kondisi masyarakatnya susah. Makanya, saya diprediksi tidak akan bisa," tuturnya.

Namun, berbekal niat untuk mengabdi, Fatim mengaku tetap semangat. "Awal saya datang, minim orangtua yang peduli pendidikan anaknya. Mereka pasrah saja. Datang atau tidak datang anaknya ke sekolah, tidak peduli," ungkapnya.

Akhirnya, Fatim mulai menemukan ide peningkatan partisipasi masyarakat. Salah satunya dengan mendirikan TK gratis. "Semuanya saya tanggung sendiri. Mulai dari pembangunan gedung, hingga prasarananya. Ini agar ada semangat warga untuk menyekolahkan anaknya," terangnya.

Sejak saat itulah antusiasme warga mulai terlihat. Setelah TK berdiri, semakin banyak anak disekolahkan. Itu berlanjut hingga jenjang SD. Untuk menunjukkan bahwa murid-murid terpencil juga bisa, berbagai kegiatan digelar.

"Seperti saat perpisahan. Saya undang masyarakat untuk menghadiri. Saya undang kiai berpengaruh. Terus, saya tampilkan juga kreasi murid-murid. Mulai dari tari, puisi, drama, dan lainnya. Dan, itu berhasil," katanya.

Sejak saat itulah, persepsi masyarakat tentang pendidikan mulai berubah. Semula menilai murid SD terpencil tidak bisa apa-apa. Namun, setelah ada pentas akbar, masyarakat mulai percaya. "Bersamaan dengan itu, saya juga kerjasama dengan puskesmas untuk pengobatan gratis kepada warga. Antusiasme warga tinggi karena dilaksanakan di sekolah," paparnya.

Saking antusiasnya masyarakat terhadap pola pendidikan yang diterapkan, Fatim sempat 'disandera' agar tidak pindah ke sekolah lain. "Warga sempat mendemo agar saya tidak dipindah. Namun, setelah ada pendekatan, akhirnya mereka menerima," ungkapnya.

Beberapa hal itulah yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya tulis oleh Fatim. "Alhamdulillah, rupanya karya tulis itu dinilai ikut memberikan sumbangsih pada pendidikan. Terutama, dalam hal peningkatan partisipasi masyarakat agar sadar pendidikan," ujarnya. (AKHMADI YASID
)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 20 Mei 2008

Label: , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda