Pondok Pesantren Al Muqrie di Desa Prenduan

Ingin Ayomi Anak Kurang Mampu, Dirikan Sekolah Umum

Berangkat dari keinginan mengayomi kepentingan anak-anak kurang mampu (secara ekonomi) yang berada di kawasannya, Ponpes Al Muqri membuka lembaga pendidikan formal. Yakni, madrasah ibtidaiyah (MI). Itu terjadi pada tahun 1991 lalu. Kala itu, tujuan awal dari pendirian MI adalah agar anak-anak ekonomi sulit tersebut bisa menuntaskan pendidikan setingkat sekolah dasar (SD).

Pondok Pesaantren Al Muqrie berada di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Sumenep. Sejarahnya, ponpes ini berdiri sejak tahun 1916. Al Muqrie diretas oleh (alm) KH Ahmad Muqri, dan sejak 1992 diasuh oleh cucunya sendiri, KH Abdullah Hammam Ali. Sebelumnya, pada era 1908-1992, kendali Al Muqrie berada di tangan (alm) KH Moh. Ali Bakri (putra menantu KH Ahmad Muqri).

Pada 1991, Al Muqri membuka jalur pendidikan formal. Kala itu, lembaga pendidikan formal yang kali pertama adalah MI Islamiyyah Al Muqrie. Kemudian, AL Muqrie mengepakkan sayap dalam pembentukan lembaga pendidikan formal. Tak heran saat ini lembaga pendidikan formal di Al Muqrie mulai dari RA (TK) hingga SMA.

KH Abdullah Hammam Ali menjelaskan, pendirian lembaga pendidikan formal diawali semangat untuk membantu anak-anak kurang mampu. Itu, agar mereka tetap mengenyam pendidikan setingkat SD. Sehingga, kala itu (1991), orang tuanya (KH Moh. Ali Bakri) memutuskan membuka MI. "Kita mencoba mengayomi anak kurang mampu di sekitar lingkungan Al Muqrie," katanya.

Al Muqrie didirikan dengan konsep pondok pesantren (ponpes) yang salaf. Sehingga, aktifitas mutlak para santri tetap belajar kitab-kitab kuning. "Membuka lembaga pendidikan formal yang memasukkan unsur non syar’ie (ilmu umum, Red) bukan berarti kita akan meninggalkan salaf," katanya lugas.

Buktinya, warna salaf tetap mengiringi perjalanan lembaga pendidikan formal yang didirikannya. Sehingga, setiap jenjang pendidikan formal wajib memasukkan pelajaran-pelajaran yang bermuatan salaf. Meliputi fan fiqh; tauhid; dan akhlaq dengan referensi kitab-kitab klasik. Antara lain: sullam al-taufiq; safinah an-naja; ta’lim al-muta’allim; dan taqrib.

Kitab-kitab kuning lainnya, lanjut Kiai Hammam -sapannya, juga menjadi santapan sehari-hari bagi santrinya (yang bermukim di Ponpes Al Muqrie). Termasuk siswa-siswa lembaga pendidikan formalnya di luar jam efektif formal. "Kita akan tetap menerapkan metode salaf sebagai dasar pengelolaan Al Muqrie. Ini tidak akan dirubah," katanya lugas. (SLAMET HIDAYAT)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 01 Jan 2008

Label: , , , ,

1 Komentar:

Pada 20 Agustus 2009 pukul 02.53 , Blogger partelon mengatakan...

Inna Li-Llaahi wa innaa ilaihi raaji'uun...
KH. Abdullah Hammam Ali (Pengasuh PP al-Muqrie Prenduan) telah wafat pada Hari Ahad/Malam Senin, 26 Sya'ban 1430 H/16 Agustus 2009, sekitar pukul 18.10 WIB.
Ghafara-Llaah dzunuubahu wa nawwara dlariihahuu wa ja'ala-l jannata matswaahu...
Al Fatihah...

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda