Pondok Pesantren Al-Huda Sumber Nangka, Larangan

100 Tahun Mengabdi untuk Mencerdaskan Bangsa

Sebagai pondok pesantren (ponpes) yang umurnya lebih 1 abad, Ponpes Al-Huda selalu berupaya mencetak para santri berdasarkan IMTAK dan IPTEK. Ini, agar alumninya menjadi orang yang berguna bagi bangsa, negara dan agama.

Lazimnya Madura, di Kabupaten Pamekasan bertebaran pondok pesantren. Salah satunya adalah Ponpes Al-Huda Sumber Nangka. Lokasinya, berada di Kecamatan Larangan. Tepatnya di Desa Duko Timur.

Tapi masyarakat kebanyakan menyebutnya dengan Ponpes Al-Huda Sumber Nangka. Ini karena di belakang pesantren ini terdapat sungai yang ada sumber mata airnya. Oleh warga sekitar, mata air tersebut dinamakan Sumber Nangka.

Seluruh santri Al-Huda, selalu memanfaatkan mata air sungai tersebut. Baik untuk minum, mandi dan cuci. Sehingga pesantren tersebut akhirnya lumrah disebut Ponpes Al-Huda Sumber Nangka.

Pesantren ini didirikan tahun 1907 oleh KHR Zainuddin yang beristrikan Ny. Hj Siti Aisyah dari Penang Malaysia. Sekarang pengasuhnya adalah Ny. Hj Makkiyah As’ad, istri dari almarhum Drs KH Shidqie Muzdhar, yang merupakan cucu dari KHR Zainuddin.

Terhitung sejak awal berdirinya, 1 abad sudah ponpes ini mencetak para santri. Dimana alumninya ditekankan agar bisa bersaing dan mencerdaskan dan membangun nusa dan bangsa. Dalam hal ini, santri yang dilandasi nilai-nilai agama yang kuat.

Tak ayal, ponpes yang diasuh kakak kandung KH Fawaid As’ad ini dikenal sebagai pondok pesantren basic nature, alias pesantren yang berwawasan modern. Yakni dengan adanya jenjang pendidikan antara non formal berupa pengajian kitab, jami’yatul qurro’ wal huffadz serta diniyah dan khitobah. Selain itu juga mengembangkan pendidikan formal.

Tentu saja, ini ditopang dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Selain asrama para santri, juga berdiri bangunan tempat pendidikan. Di antaranya, TKQ (taman kanak-kanak Alquran) sampai madrasah aliyah. Ini agar nantinya para santrinya berwawasan modern. Ponpes ini juga dilengkapi kursus-kursus. Di antaranya bahasa Inggris, komputer dan sanggar Pramuka.

Pesantren yang satu ini luasnya kurang lebih 30.000 m2. Sebelah baratnya berbatasan dengan perkampungan dan sebelah timurnya persawahan. Sekitar 500 santri -baik yang menetap di asrama maupun tidak, tertampung di dalamnya.

Para santri yang mondok di pesantren ini rata-rata dari wilayah Madura. Tetapi ada juga beberapa yang dari luar Pulau Jawa. Sehingga komunitas santri di pesantren ini sangat heterogen.

Pengasuh Ny. Hj Makkiyah As’ad saat ditanya sistem pendidikan yang diterapkan dipesantrennya mengatakan ada dua. "Kalau pagi kami fokuskan ke pendidikan formal. Sedang sore sampai pagi ke segi keagamaanya. Semisal pengajian kitab kuning dan lainnya," tutur sosok yang akrab dipanggil Ny Makki ini.

Ny Makki juga menambahkan, selain belajar di dalam pesantren, para santri juga diterjunkan ke masyarakat. Ini, agar santrinya bisa beinteraksi sekaligus mengabdi langsung ke masyarakat. "Intinya, harus menyalurkan ilmu yang sudah didapat di pesantren," tegasnya sambil tersenyum.

Putri KHR As’ad Syamsul Arifin Sukorejo ini menambahkan, pesanternnya dikehendaki bisa tetap mengawal dan mencetak para santri yang ber akhlakul karimah. Juga, berwawasan modern untuk pengembangan pengetahuan dan tekhnologi. "Itu tujuan jangka panjang lembaga kami," sambungnya.

Disinggung ’nasib’ para alumninya, sontak perempuan yang tergolong tambun ini menunjuk Juhedi selaku Wakil Ketua Yayasan. "Ada yang jadi dosen, polisi, birokrasi, wiraswasta, bahkan politisi," terang Juhedi yang diiringi tawanya yang agak keras.

Tak heran, pria berkaca mata minus ini ingin menambah bidang pendidikan. "Rencananya Kami akan membangun SMK (sekolah menengah kejuruan, Red.). Ini agar nantinya para lulusan ponpes ini bisa berwirausaha yang tetap dilandasi keimanan dan ketaqwaan." (NADI MULYADI)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 21 Des 2007

Label: , , , , ,