Pondok Pesantren Al-Hasyimi Sampang

Siapkan Sanksi Fisik Sampai Pangkas Rambut

Untuk meningkatkan kedisiplinan seorang santri, setiap pondok pesantren (ponpes) tentunya memiliki aturan dan sanksi yang berbeda. Dan dibanding ponpes yang lain, barangkali aturan dan sanksi yang diterapkan Ponpes Al-Hasyimi yang paling unik. Mengapa demikian?

Sejak didirikan tahun 1960 sampai sekarang, Ponpes Al-Hasyimi Sampang dikenal sebagai salah satu ponpes yang konsisten mengajarkan ilmu kitab kuning. Seiring perkembangan jaman, wajah ponpes yang berlokasi di Kampung Kalabangan Daya, Jalan Imam Bonjol tersebut terus berbenah. Termasuk, menyempurnakan pelajaran dan mengkombinasikan kurikulum kepesantrenan dengan kurikulum pendidikan formal.

Meski tergolong ponpes berskala 'kecil', tapi kondisi tersebut tidak lantas menciutkan niat pengasuh Ponpes Al-Hasyimi KHA Marzuki Hasyim SH MSi guna mewujudkan impiannya mencetak santriwan-santriwati berimtaq, berahklaqul, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). "Sehingga setelah selesai mondok, mereka sudah memiliki bekal keilmuan yang diharapkan bisa memfiliter pengaruh era globalisasi . Termasuk, bisa berkompetisi secara sehat dalam menggeluti profesi pasca rampungnya pembangunan Jembatan Suramadu," ujar pengasuh Ponpes Al-Hasyimi KHA Marzuki Hasyim, SH MSi.

Dijelaskan, dalam rangka mempercepat penyerapan dan pemahaman santri atas pelajaran yang diberikan, pihaknya mempunyai kiat khusus. Salah satunya, dengan menanamkan dan meningkatkan jiwa kedisiplinan para anak didiknya.

Bagi santri yang tidak mengindahkan aturan, tuturnya, akan disanksi sesuai tingkat kesalahan yang dilakukan. Mulai dari sanksi fisik, sampai penerapan sanksi pemangkasan rambut alias diplontos.

Terkait aturan dan sanksi ketat yang diterapkan, ketua MUI Sampang ini mengaku semata untuk menanamkan dan meningkatkan kedisiplinan santri. Sebaliknya, sama sekali tidak bermaksud mendzalimi. "Diharapkan, sanksi tersebut berbuah hikmah dan menjadi motivator bagi santri agar mematuhi dan mengindahkan aturan yang ada," tegasnya.

Sebelum menerima seseorang mondok dan menuntut ilmu kepesantrenan, Kyai Marzuki menyampaikan aturan dan sanksi tersebut kepada wali santri. Sebelum ada kesepakatan antara pengasuh dengan wali santri, pihaknya tidak berkenan menerima seseorang mondok di pesantrennya. "Tapi kalau wali santri menyetujui aturan yang kami terapkan, mereka bisa memondokkan putra-putrinya di sini," terangnya.

Sementara salah satu aturan yang harus dipatuhi santriwan-santriwati Ponpes Al-Hasyimi adalah, mewajibkan santrinya salat 5 waktu berjamaah. Juga, mengaji bersama. Termasuk mengharuskan santri lapor terlebih dahulu sebelum tidak mengikuti proses kegiatan belajar mengajar (KBM). "Kalau sampai ada yang melanggar, maka mereka harus siap menerima sanksinya," jelasnya.

Lalu bentuk sanksi yang diberikan seperti apa? Menurut Kyai Marzuki, sanksi yang diberikan tentunya akan proporsional sesuai tingkat kesalahan yang dilakukan. Misalnya, push-up 30 kali, membersihkan kamar mandi, dan membaca surat Yasin.

Tapi, imbuhnya, kalau dalam waktu setahun ada santri yang melakukan pelanggaran selama 30 kali, maka rambut santri yang bersangkutan harus dipangkas hingga plontos. "Kalau mengulang kesalahan lagi, santri bisa dikembalikan kepada orangtuanya," ungkapnya.

Di usianya yang memasuki 47 tahun, Ponpes Al-Hasyimi terus berbenah seiring perkembangan jaman. Termasuk, menyempurnakan kurikulum pendidikan dan melengkapi lahan pondok seluas 2.000 m2 dengan bangunan gedung lembaga Taman Pendidikan Alquran (TPA), Madrasah Diniyah (MD), SMP dan lembaga kajian kitab kuning. "Sedangkan jumlah keseluruhan santri kami mencapai 200 orang," imbuh salah seorang putra pengasuh yakni Firdausy Hasyimi SPdI SAgI. (*)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 12 Des 2007

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda