Pondok Pesantren Darul Akhlaq Toronan

Pisahkan Salaf - Khalaf, Tanamkan Kerukunan Umat Beragama

Ponpes Darul Akhlaq (DA), hampir tak berbeda dengan pesantren lain. Bedanya, DA memulai pendidikan dengan sistem pendidikan modern. Pesantren ini berawal dari lembaga formal, TK, RA, MI, MTs, dan MA yang bercorak khalaf (modern). Sedangkan pesantren yang berciri salaf (tradisional) muncul belakangan. Mengapa?

Pesantren DA berada di Desa Toronan, Kecamatan Kota Pamekasan. Dari jantung kota menuju pesantren ini diperlukan waktu sekitar 15 menit ke arah utara. DA berada di kitaran rumah penduduk yang bekerja sebagai petani, wiraswasta, dan PNS. Selain itu, di sekitar pondok ditanami pohon kelapa dan tanaman yang berbuah serupa mangga dan sejenisnya.

Seperti di pesantren lain, para santri wajib salat subuh berjamaah. Selesai salat, santri mengaji kitab-kitab klasik yang berkaitan dengan fiqh, nahwu, saraf, dan tafsir. Sekitar pukul 06.00, semua santri wajib sekolah formal (TK, MI, MTs, dan MA). Menjelang adzan ashar, santri harus sudah berada di masjid untuk mengikuti salat ashar berjamaah yang diteruskan dengan mengaji kitab kembali sampai jelang maghrib tiba.

Usai salat maghrib berjamaah, santri tidak boleh turun dari masjid. Sebab, jeda antara maghrib dan isya, santri dibagi berkelompok. Satu kelompok mengaji kitab sesuai kemampuannya di level awal. Begitu pula santri mengaji di level menengah dan atas. Para santri mengaji kitab yang berbeda-beda sesuai tingkatannya berdasarkan daya intelektualitas santri.

Pengasuh ponpes DA KH Muidz Khazin menganggap ada pemisahan antara kurikulum sekolah formal (khalaf) dan belajar non formal sorogan (salaf). Muidz menjelaskan bahwa ponpes yang dipimpinnya bermula dari sekolah formal. Tetapi atas permintaan masyarakat, pria murah senyum ini melangsungkan aktivitas yang berlatar salafiyah. "Tanpa tradisi salaf, pesantren akan kehilangan ruhnya," dia menjelaskan.

Selain sebagai pengasuh, Muidz tercatat juga sebagai ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Pamekasna. Dia bilang kerukunan antarumat beragama benar-benar dia tanamkan juga kepada santri di lingkungannya. Tujuannya, agar santrinya dapat menghormati orang lain dari latar agama yang sama maupun dari keyakinan yang berbeda. "Anggap saja materi kerukunan umat beragama ini sebagai tambahan kurikulum," dia bercanda.

Di DA, santri menerima matrikulasi kajian kitab-kitab yang sederhana dan prinsipil. Muidz bilang dirinya masih mengajarkan sullam, ta’limul muta’alim, dan fathul qarib. Dia bilang kitab-kitab tersebut terglong sederhana dan masih dipelihara di berbagai pesantrean salaf. Hal lain, DA memberikan pelajaran tambahan di luar kesalafan dan kekhalafan. Yakni, santri menerima pelajaran berwawasan masa depan.

Di antaranya, Muidz mencontohkan santri menerima materi keterampilan serupa tata busana maupun tata boga. Selain itu, pesantren menuntut santri mahir ketik komputer, baik latin maupun arab. Kiai moderat ini menilai salaf dan khalaf penting bagi remaja. Tetapi, dia bilang penting juga santri dibekali keterampilan. "Biar lengkap, ini kan ikhtiar untuk mencetak SDM yang berkualitas," paparnya. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 29 Nov 2007

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda