Zawawi Imron Raih Penghargaan dari Thailand

Minggu depan, tanggal 12 Februari 2012, akan menjadi saat yang membanggakan bagi penyair jempolan asal Madura, D Zawawi Imron. Dia akan terbang ke Thailand guna memenuhi undangan Raja Thailand untuk menerima penghargaan Penyair Asia Tenggara (South East Asia Writer Award).

Sastrawan yang telah menginjak usia 69 (tapi dia tidak mengetahui tanggal dan bulannya) ini mengatakan bahwa penghargaan diperoleh dari antologi puisinya yang berjudul 'Kelenjar Laut'.

"Buku antologi puisi Kelenjar Laut ini yang mau saya bawa ke Thiland, karena ini yang dinilai," ungkap Zawawi kepada beritajatim.Com, saat ditemui di sela-sela acara Workshop Penulisan Kreatif di SMK Satya Widya, Kamis (02/02/2012).

Buku itu juga yang mengantarkannya meraih penghargaan tahun 2010 dan juga tahun 2011 dari Pusat Pembinaan Bahasa Nasional. Puisi-puisi yang mendapat apresiasi luar biasa ini, berisi puisi bebas yang tetap menunjukkan ke-khasan kampung halamannya, Madura.

Nilai seni yang tinggi dalam "Kelenjar Laut" juga diamini oleh sastrawan muda dan juga murid Zawawi Imron, Mardi Luhung. "Puisi-puisi beliau ini, memang punya kekhasan dan pantas jika mendapat penghargaan," kata Mardi.

Zawawi yang pernah memperoleh penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara di Malaysia ini juga siap melaunching 85 sajak-sajaknya terbaru yang ia beri judul 'Kaki Tiga'. Pemberian nama 'kaki tiga' terinspirasi dari kondisi zawawi yang sejak 4 bulan lalu harus berjalan dibantu dengan tongkat.

Saat ditanya apa pesan untuk para pemuda, Zawawi mengutip ungkapan di sastra Jawa yang sering disampaikan Sunan Kalijaga. "Dadio wong seng iso rumongso, ojo dadi wong seng rumongso iso," ungkapnya.

Sekadar diketahui, D Zawawi Imron adalah penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat. Sampai sekarang, dia tetap tinggal di desa kelahirannya (di Batang-batang, Sumenep, Madura). Dia pernah memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995).

Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002). [hay/but]

Karya-karya Zawawi:
  • Semerbak Mayang (1977)
  • Madura Akulah Lautmu (1978)
  • Celurit Emas (1980)
  • Bulan Tertusuk Ilalang (1982; mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama)
  • Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985)
  • Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
  • Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
  • Madura Akulah Darahmu (1999).
Reporter: Hayik Ali Muntaha

Sumber: bertajatim, Kamis, 02 Februari 2012

Label: , , , , ,

Jangan Lupakan Madura

Sebagian warga Madura telah melupakan tanah airnya. Mereka telah mengabaikan kesederhanaan dengan cara berfoya-foya. Padahal, warga lainnya masih hidup dalam kemiskinan dan dililit utang. Sementara Madura sendiri memiliki budaya idealistik yang jauh dari tindakan negatif.

Pernyataan ini disampaikan D. Zawawi Imron saat orasi budaya di SMK (RSBI) kemarin. Penyair yang dikenal dengan sebutan si Celurit Emas ini mengatakan, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mahmud Syaltut menilai negeri ini sebagai negara yang makmur. Pujian itu diabadikan pemusik Koes Plus dalam sebentuk lagu Kolam Susu. Salah satu baitnya, Zawawi menyebutkan, tongkat dan kayu (yang ditanam di Indonesia) menjadi tanaman. "Tetapi sekarang, bagaimana wajah negeri ini?" katanya.

Pada konteks Madura, menurut Zawawi, remaja saat ini tidak lagi mencerminkan sebagai generasi yang santun. Dia membagi santun kepada sebangsa manusia, Tuhan, dan alam. Kata dia, generasi muda lebih menyukai destruktif daripada konstruktif. Padahal, Tuhan telah mengajarkan kesopanan kepada hamba-hambanya melalui wahyu Alquran.

Itu sebabnya, Zawawi mengingatkan generasi muda Madura agar tidak melupakan budaya idealistik yang diwariskan leluhurnya. Dulu, kenangnya, orang Madura yang merantau ke Jawa atau luar Jawa dengan bangga mengakui dirinya sebagai warga Madura. Tapi, Zawawi menggelengkan kepalanya ketika dalam sebuah bus mendengar dua pemuda bercakap dengan bahasa Indonesia justru di dalam perjalanan dari Sumenep ke Pamekasan. Dari logatnya, pemuda itu orang Madura. Celakanya, pemuda itu mengaku bukan asli Madura, meski dari logatnya tidak bisa dipungkiri sebagai warga Madura. "Ayat mana lagi yang mereka dustakan?" katanya dengan bercanda.

Di ujung orasinya, Zawawi didaulat membaca puisi. Secara acak, budayawan asal Batang-Batang, Sumenep, ini memekikkan puisi berjudul Madura Akulah Darahmu. Ketika membaca puisi ini, ratusan mahasiswa se Madura tercengang. Terutama saat si Celurit Emas nyaris menangis lantaran khusuk membaca puisi yang mendapat anugerah dari Balai Pustaka itu. (abe/mat)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 24 September 2009

Label: , ,