Pembuatan Kapal Layar Khas Majapahit Dimulai

Pembuatan kapal layar khas zaman Kerajaan Majapahit di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diawali dengan syukuran (selamatan), Selasa (1/12) malam.

Syukuran atas pembuatan kapal layar khas Majapahit yang digelar di Pantai Slopeng, Kecamatan Dasuk, dihadiri Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Suroso.

“Pembuatan kapal layar khas zaman Kerajaan Majapahit ini adalah program kerja sama antara Pemerintah Jepang dan Indonesia,” kata Suroso di Sumenep.

Ia mengatakan, di Jepang terdapat komunitas yang cinta pada Kerajaan Majapahit dan memiliki organisasi, yakni Masyarakat Jepang Cinta Majapahit.

“Masyarakat Jepang Cinta Majapahit ini yang menjadi penggagas pembuatan kapal layar khas Majapahit,” katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Sumenep, Mochammad Dahlan mengucapkan terima kasih pada Pemerintah Jepang yang telah mempercayakan pembuatan kapal layar khas Majapahit pada perajin Sumenep.

“Ini sebuah kebanggaan, sekaligus tantangan bagi perajin kapal asal Sumenep, apalagi kapal layar khas Majapahit dijadwalkan berlayar keliling dunia. Artinya, kapal yang dihasilkan harus berkualitas tinggi,” katanya.

Pembuatan kapal layar khas Majapahit yang dipercayakan kepada kelompok perajin asal Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk, ditargetkan selesai paling lambat bulan Maret 2010, karena pada bulan April 2010 dijadwalkan berlayar keliling dunia.

Kapal layar tanpa mesin khas zaman Kerajaan Majapahit yang akan dibuat perajin Sumenep itu sepanjang 20 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 2,75 meter. Kcm

Sumber: Surya, Selasa, 1 Desember 2009

Label: , , ,

Patung Peninggalan Majapahit Hilang

Patung peninggalan umat Hindu pada masa Kerajaan Majapahit yang ditemukan warga Desa Candi Burung, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur (Jatim), hilang.

“Dulu yang menemukan patung itu bernama Dul Ahmad di lokasi bekas pembangunan candi,” kata Halifah (58), warga Desa Candi Burung, Minggu (4/10).

Ada dua patung yang ditemukan Dul Ahmad saat itu. Diperkirakan memang merupakan patung peninggalan umat Hindu saat akan membangun candi di desa tersebut.

Oleh warga setempat, dua patung temuan Dul Ahmad itu berupaya dipindah, tetapi sebagian warga tidak setuju karena di tempat patung yang ditemukan itu memang merupakan bekas bangunan candi.

“Katanya itu merupakan situs sejarah. Karena bekas bangunan candi yang ada di sini ini konon dibangun pada masa Kerajaan Mahapahit dulu,” tutur Halifah.

Keinginan warga memindah dua patung tersebut karena sebagian tokoh agama yang ada di wilayah Kecamatan Proppo khawatir bisa membuat masyarakat beralih kepercayaan. Sebab, menurut cerita yang berkembang di sana, sebelumnya ada warga yang berupaya membuang patung tersebut, tetapi tidak bisa.

Dul Ahmad sendiri menemukan patung kuno itu konon melalui petunjuk mimpi bahwa di bekas bangunan candi di desanya itu ada dua buah patung yang terpendam dan harus digali.

Sejarawan Pamekasan, Sulaiman Sadik, menyatakan, wilayah Kabupaten Pamekasan memang pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit sebelum Islam masuk ke Madura.

Sementara Desa Candi Burung sendiri terekam dalam sejarah termasuk sebagai pusat pengembangan agama Hindu di Pamekasan. Dengan demikian, di wilayah tersebut ada situs candi.

Diperkirakan, candi yang ada di desa itu pada sekitar abad XVI, awal masuknya ajaran agama Islam ke Pamekasan.

“Di sana itu memang ada situs bangunan candi yang gagal dibangun, dan gagalnya pembangunan candi menjadi nama sebuah desa, yakni Candi Burung,” katanya.

Burung merupakan istilah bahasa Madura yang artinya adalah gagal. Gagalnya pembangunan candi di Desa Candi Burung tersebut karena pada saat yang bersamaan ajaran agama Islam juga mulai menyebar luas di Pamekasan yang juga berpusat di wilayah Kecamatan Proppo, yakni di Desa Jambringin.

Hal itu, kata Sulaiman Sadiq, ditandai dengan adanya situs langgar, yakni sejenis musala dan menjadi tempat ibadah umat Islam di rumahnya masing-masing tapi terbuat dari kayu. Langgar itu bernama langgar Gayam.

“Kalau akhirnya ada warga yang menemukan patung di sekitar lokasi candi, itu jelas merupakan patung umat Hindu pada masa Kerajaan Majapahit dulu,” katanya menjelaskan.

Menurut Suheb, salah seorang aparat desa setempat, sejak patung itu ditemukan oleh warga bernama Dul Ahmad tidak diperhatikan sama sekali. “Wong masyarakat di sini sudah berpikir tidak ada gunanya,” terang Suheb. kcm

Sumber: Surya, Minggu, 4 Oktober 2009

Label: , , , , , ,