Agus Riyanto, Pemilik Gallery Keris Tosan Aji
Dari Mobil dan Kafe, Jatuh Hati pada Ukiran Keris
foto: Surya/Ahmad Zaimul Haq Agus Riyanto Pemilik Galery Keris. |
Siapa sangka jika jual beli barang antik bisa menghasilkan keuntungan yang unik. Bisnis keris meski tergolong langka namun segmen pasarnya tetap.
Kolektor keris, pedagang barang antik hingga penyuka alam gaib. Agus Riyanto sudah mencobanya sejak turun temurun dari orang tua. Omzetnya, walau tak bisa diprediksi namun tak menghunjam.
Oleh DWI PRAMESTI YS
Pemilik Gallery Keris Tosan Aji ini mengaku jika penjualan keris dari tahun ke tahun tak pernah padam. “Kompetitornya jarang, jadi penjualannya lancar. Harga keris juga tidak pernah turun karena namanya barang bernilai seni, taksiran harganya pasti beda-beda,” kata Agus, saat ditemui di stan miliknya di Royal Plaza LG, pekan lalu.
Pria kelahiran Surabaya 20 Agustus 1966 ini dulu terlibat langsung dalam proses pembuatan keris, bekerja sama dengan beberapa empu dari Malang, Solo, Jogjakarta dan Madura langganannya.
“Saya tinggal menggerinda (mengukir) kerisnya saja. Tetapi sekarang karena permintaan naik, maka saya kewalahan kalau harus mengerjakan dari hulu sampai hilir. Jadi, seluruh pengerjaan dilakukan oleh kawan-kawan saya yang merupakan empu itu. Saya tinggal bikin model dan pamor seperti apa sekalian sarung kerisnya gimana, lalu mereka yang buat,” ujarnya.
Harga keris yang ia jual bervariasi, mulai Rp 100.000–100 juta.
Konsumennya paling banyak para kolektor keris, mulai usia muda sampai yang dewasa, kebanyakan pria.
“Kebanyakan mereka minta duplikat keris warisan, ada juga yang re–seller. Generasi muda yang berburu keris biasanya dia yang mengerti tentang sejarah dan seni keris,” kata pria yang almarhum kedua orangtuanya berasal dari Ponorogo ini.
Sebelum menekuni bisnis keris, duda 45 tahun ini mengungkapkan, menekuni beragam bisnis mulai persewaan mobil, lahan, sampai buka café, namun akhirnya bangkrut. “Delapan tahun silam saya memulai bisnis keris, dari koleksi orangtua juga. Ayah saya dulu pembuat keris dan pencuci keris. Sejak kecil saya sering melihat prosesnya,” aku Agus, yang bakal menekuni usaha ini sepanjang hayatnya.
Menurutnya, hal-hal yang bisa menentukan murah atau mahalnya harga jual keris bisa dilihat dari bahan (kodokan) alias kualitas besinya, pamor (view), dapur (model) hingga rangka (sarung keris).
“Pamor udan mas paling banyak disukai, harganya mulai Rp 1,5–20 juta tergantung dari tingkat kerumitan dalam proses pembuatannya,” katanya.
Secara umum, kategori keris ada tiga zaman. Pertama, zaman lama (dibuat jaman kerajaan), dijamin punya kekuatan karena dibuat empu yang sangat sakti. Kedua, zaman sekarang (baru), bisa dibuat oleh empu dengan ritual atau oleh garis keturunan empu, bisa juga dibuat seseorang yang punya keahlian membuat seni keris (keris ini memiliki energi saja) karena besi apabila dicampur bermacam-macam jenisnya memunculkan energi secara fisik. Ketiga, zaman alam gaib, didapat dari yang tidak wujud menjadi wujud.
”Semuanya laku karena segmennya berbeda-beda. Belum lagi ada sekitar 250 dapur dan 250 pamor yang biasanya punya fungsi berbeda-beda juga, tergantung tujuan memiliki keris tersebut,” jelasnya.
Tiap dapur dan tiap pamor dibikin dengan fungsi antara lain, jenjang karir atau pangkat, wibawa, kekuasaan, rejeki, keilmuan, kesucian, dan masih banyak lagi. “Kalau dulu empu bikin keris selama tiga bulan puasanya selama tiga bulan. Kalau sekarang tidak. Cukup puasa waktu awal banca’an saja. Ada pergesaran budaya yang lebih fleksibel. Bukankah keris juga menjadi bagian senjata tradisional budaya Jawa,” pungkas Agus.
Sumber: Surya, Kamis, 30 Juni 2011
Label: barang antik, industri, keris
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda