Srikaya Butuh Sentuhan Pengembangan

Para pedagang dari Sampang menjual buah Srikaya yang berukuran besar hanya dengan harga Rp 1.000/buah, sedangkan untuk yang ukuran kecil seharga Rp 40 ribu dalam satu keranjang penuh.

“Untungnya memang tidak seberapa, karena dipotong ongkos pekerja serta biaya angkutan pengiriman ke Surabaya. Tapi, daripada dibiarkan membusuk tidak laku, kan lebih baik dijual. Sebagian buah-buah itu juga saya berikan kepada para tetangga, “ kata Sulaihah, warga Desa Temoran, Kec. Omben, sambil mengemasi buah Srikaya ke dalam keranjang, pekan lalu.

Aminah, juga pemilik tanaman srikaya, menuturkan, selama musim panen ia bisa memperoleh hasil penjualan sebesar Rp 1 juta dari 4 pohon srikaya yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Biasanya, dia menjual kepada para pedagang yang langsung datang memborong buah srikaya untuk dibawa ke Surabaya.

“Jadi, saya tidak perlu repot-repot menjualnya ke pasar, karena sudah ada pengepul yang langsung memborong seluruh buah yang sudah matang. Uang hasil penjualannya saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,“ ujarnya.

Salah satu penyebab nilai jual buah srikaya masih rendah, karena proses pengemasannya yang sangat sederhana, sehingga buah itu mudah rusak dan busuk. Padahal secara kualitas, srikaya asal Omben itu rasanya sangat manis dan segar. Tapi, sampai saat ini belum ada kepedulian dari pihak mana pun untuk mengembangkan dan menggalakkan komoditi unggulan tanaman pangan dan holtikultura tersebut. Karena itu, perlakuan terhadap srikaya yang masih seadanya itu belum mampu mengangkat kesejahteraan ekonomi para petani.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Ir H Maryoso, menyatakan, dibandingkan dengan jenis tanaman holtikultara yang lain, buah srikaya sulit diketahui tingkat produktivitasnya karena kebanyakan tumbuh liar di halaman rumah penduduk.

“Berbeda dengan bentul, semangka maupun jambu air, yang sudah dibudidayakan menjadi tanaman pertanian. Hasil tanaman ini sudah dikembangkan dari segi pemasaran dan pengemasannya, agar mempunyai nilai jual lebih tinggi. Namun, untuk jenis buah srikaya kita memang belum begitu menyentuh secara teknis, karena masih kesulitan dalam pendataannya, “ jelas Maryoso.

Diakuinya, beberapa kelemahan dari tanaman holtikultura tersebut adalah masa berbuahnya hanya bersifat musiman, sehingga tidak efektif untuk dikembangkan sebagai produk olahan, misalnya dibuat sirup atau selai. Tingkat produktivitasnya pun setiap tahun cenderung menurun, dan belum adanya kemasan buah yang baik.

“Kita memang belum berani mengembangkan menjadi produk olahan yang bisa dilempar ke pasaran. Namun, secara bertahap kita sudah berupaya mengarah ke sana dengan mengadakan berbagai pelatihan tentang teknik pengolahan hasil produk unggulan itu sebagai bahan olahan agar dapat meningkatkan kesejahteraan para petani, “ katanya.

Maryoso menambahkan, untuk mengarah ke sana, perlu diadakan program pengembangan sentra-sentra produksi dengan memperkenalkan penggunaan pupuk penyubur tanaman secara tepat, serta melakukan pemeliharaan tanaman pasca berbuah. Selain itu, perlu juga adanya percontohan tentang teknik pengemasan buah yang lebih baik sehingga potensi sumber daya alam yang ada dapat dikembangkan dan dikenal oleh daerah lain sebagai produk unggulan yang cukup berkualitas.

Sumber: Surabaya Post, Senin, 23 Februari 2009

Label: , , , ,