Buku 'Kiai' Menuai Kritik

Sebuah karya buku berjudul 'Kiai di Tengah Pusaran Politik Antara Petaka dan Kuasa', karangan Ibnu Hajar asal Sumenep menuai aksi protes dari kalangan pondok pesantren dan mahasiswa. Karya tulis setebal 163 halaman itu dinilai telah mencoreng posisi kiai dan pesantren bahkan telah melecehkan dan menghina kiai.

Kemarahan santri dan mahasiswa itu disampaikan dalam aksi turun jalan yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Kyai (AMPK) Sumenep, yang ditempatkan di Taman Adipura depan Masjid Agung Sumenep. Massa tidak saja menghujat penulis buku dengan poster, tetapi juga membakar buku terbitan IRCiSod, Yogyakarta itu.

Koordinator Lapangan (korlap) aksi, Moh Rusdi mengatakan, buku kontoversial yang dikarang oleh sastrawan Sumenep itu tidak lebih dari upaya menelanjangi sosok kiai yang dihormati. Karena hampir keseluruhan isi buku bukanlah menggugat politik kiainya, tetapi penuh hujatan dan hinaan bagi para kiai yang terjun ke dunia politik.

"Karena itu kami tegaskan, bahwa masyarakat, mahasiswa dan santri Sumenep menyatakan menolak penerbitan buku tersebut, bahkan kami minta agar peredaran buku itu ditarik kembali," ujar Rusdi dengan nada geram.

Sementara itu, Ibnu Hajar, sang penulis, mengaku sangat kecewa dengan sikap antipati mahasiswa dan santri yang menolak buku karya tulisnya. Karena dalam buku itu bukan menghina kiai, bahkan sebaliknya untuk mengembalikan citra kiai yang sebenarnya.

"Kalau dicermati secara dalam, buku itu sama sekali tidak ada upaya memecah belah kiai. Tetapi bagaimana melihat lebih dalam dan jauh bagaimana peran kiai ketika terjun ke ranah politik," tandas Ibnu Hajar.

Ibnu juga menilai cara-cara yang dilakukan mahasiswa dan santri itu sangatlah tidak mencerminkan seorang intelektual. Karena seharusnya, jika melihat isi buku itu kurang disetujui dan dipahami sebaiknya dibicarakan di meja diskusi atau juga membuat tanggapan ilmiah dalam karya tulis buku juga.

"Saya masih siap dialog dan membedah buku itu dengan kalangan mahasiswa. Bukan dengan cara menghujat atau membakar bukunya," pungkasnya. (st2)

Sumber: Surya, Rabu, 18 Februari 2009