Bug Mae Berjualan Pisang di Trotoar

Sering Diobrak Satpol PP Jualan Pindah-pindah

Bug Mae sudah berumur 90 tahun. Tapi dia tetap bersemangat berjualan pisang. Aktifitas ini dilakukannya setiap hari, meskipun harus menempuh jarak 10 km dari rumahnya. Siapakah dia?

Saat sebagian besar orang tertidur lelap, Bug Mae sudah siap dengan aktifitas kesehariannya. Perempuan sepuh ini berjualan pisang di Kota Pamekasan. Bug Mae berasal dari Desa Panaguan, Kecamatan Proppo.

Aktivitas Bug Mae dimulai pukul 04.00, saat itu mengayunkan langkah dari rumahnya menuju Jalan Raya Proppo. Jarak rumahnya ke jalan raya mencapai 3 km. Kemudian, dia menyetop mobil penumpang umum (MPU) tujuan Kota Pamekasan yang berjarak 8 km.

Sekitar pukul 04.30, Bug Mae sudah tiba di pertigaan Bugih di Jalan Pintu Gerban, tempat pemberhentian terkahir MPU jurusan Kota Pamekasan-Proppo. Dengan badan membungkuk, dia memindahkan barang dagangannya ke atas becak.

Penarik becak pun mengantarkan lansia ini menuju trotoar di Jalan Cokroatmojo. Setelah tiba, Bug Mae langsung menyodorkan uang Rp 2 ribu. Rutinitas ini dijalani setiap hari selama puluhan tahun.

Menariknya, meski sudah berumur hampir satu abad, Bug Mae tidak terlihat lelah sedikit pun. Raut wajahnya selalu terlihat segar. Setiap hari dia dengan setia menawarkan dagangannya kepada setiap orang yang lewat di depannya. "Pisangnya nak, murah dan bagus," begitu kalimat yang biasa Bug Mae ucapkan.

Bug Mae memang termasuk sosok yang ulet dan pekerja keras. Meski tinggal sebatang kara, dia tetap bertahan berjualan pisang. Suaminya meninggal dunia enam tahun lalu. Sedangkan ketiga anaknya sudah berkeluarga semua dan tiga lainnya meninggal dunia.

"Kalau jualan pisang ini sudah puluhan tahun saya lakukan," tuturnya sambil menggosokkan tembakau ke giginya. Ketika ditanya kapan waktu pastinya memulai berjualan pisang, Bug Mae hanya geleng kepala.

Tempat berjualan Bug Mae selalu berpindah-pindah. Berkali-kali dia berpindah tempat. Selain mengikuti kepindahan pasar kaget, dia mengaku sering terkena razia Satpol PP. "Kali pertama saya jualan di Pasar Gurem dan disuruh pindah bapak baju coklat itu (Satpol PP, Red)," akunya.

Setelah itu, Bug Mae pindah ke trotoar di Jalan Kabupaten di depan pertokoan Citra Logam Mulia (CLM). "Tapi masih kena obrak lagi," tuturnya. Akhirnya, dia ikut tetangganya, Jumiyati, yang kebetulan juga berjualan pisang di sepanjang trotoar Jalan Cokroatmojo. Itu berlangsung hingga sekarang.

Bug Mae menuturkan, dirinya bukan senang berjualan pisang dan sering terkena obrakan Satpol PP. Namun, hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa menyambung hidup. "Tidak bisa makan kalau tidak jualan," katanya lantas tersenyum. (NADI MULYADI)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 19 Mei 2008

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda