Pondok Pesantren Nurul Amanah, Tanah Merah
Menciptakan Pesantren yang Ramah Lingkungan dan Peduli Sosial
Secara geografis, Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Amanah berada di wilayah Kecamatan Tanah Merah, Bangkalan. Padahal lokasinya lebih dekat ke wilayah Kecamatan Tragah. Apa uniknya ponpes yang diasuh oleh KH Jazuli Nur LC?
Terletak di pinggiran Kota Bangakalan yang sejuk, Ponpes Nurul Amanah terlihat sangat asri. Bayangkan, kompleks ponpes berhadapan dengan bentangan sawah yang menghijau. Hembusan anginnya pun sepoi-sepoi. Ini jelas menambah teduhnya hati para penghuninya. "Sedang sibuk apa, Pak kyai," tanya wartawan Jawa Pos mengawali pembicaraan. "Ini lagi Ro’an (kerja bakti, Red.). Setiap minggu selalu ada kegiatan kerja bakti dan penghijauan," kata KH Jazuli Nur, pengasuh Ponpes Nurul Amanah.
Terlihat, di pelataran masjid para santri putri sedang sibuk mencabuti rumput dan membersihkan halaman pondok. Sementara santri putra sibuk di pekarangan pondok.
Dari lahan seluas tiga hektar, baru sekitar dua hektar yang digunakan untuk fasilitas gedung sekolah maupun asrama. Sisanya masih berupa tanah pekarangan yang penuh dengan tanaman produktif. Seperti mangga, pisang, maupun sayur-mayur. "Itu asrama putri yang akan dibangun lantai dua," kata Shomad, asisten KH Jazuli Nur menunjuk ke bangunan yang masih dalam proses pengerjaan.
Ditambahkan Shomad, konsep yang dianut ponpes Nurul Amanah laiknya boarding school. Dimana setiap santri harus mengikuti sekolah umum pada jam 07.00 sampai 13.00. Selepas itu, mulai pukul 13.30 semua santri harus mengikuti sekolah diniyah sampai jam 17.00. Khusus siswa madrasah diniyah, tidak hanya dari kalangan santri saja. Tapi juga diikuti siswa luar ponpes.
Selain itu, santri juga diwajibkan mengikuti salat wajib berjamaah, salat dhuha dan salat tahajud. Ini dimaksud agar santri memiliki keseimbangan antara fikriyah (akademik) maupun ruhiyah (ruhani/ibadah).
Ponpes yang didirikan tahun 1996 ini mamiliki 770 santri dengan jenjang pendidikan umum. Mulai dari SMP, MTs, SMA dan SMK jurusan Jaringan Komputer dan Otomotif. Pondok pesantren ini telah memiliki fasilitas yang cukup memadai. Seperti laboraturium IPA untuk SMP dan SMA, laboratorium komputer, bengkel otomotif maupun kantin.
Ke depan, pengasuh ponpes ingin membangun sebuah perpustakaan yang cukup memadai untuk setiap tingkakan sekolah. Termasuk juga laboratorium bahasa.
Masih menurut Shomad, sistem pengajaran yang dipakai menggabungkan antara salafiyah dan modern. Ini sengaja dilakukan karena kebanyakan santrinya berasal dari keluarga menengah ke bawah. Tak sedikit di antaranya merupakan santri dari kalangan keluarga tidak mampu dan berasal dari berbagai pelosok desa. "Tetapi ada juga santri yang berasal dari luar daerah, misalnya Surabaya dan Jakarta."
Karena menilai santri yang tidak mampu pun berhak mendapat pendidikan yang layak, sehingga pihak pesantren sangat welcome terhadap siapa saja yang punya kemauan untuk menimba ilmu.
Kondisi tersebut tidak membuat pengurus ponpes berputus asa. Upaya terus diupayakan sekuat tenaga agar santrinya bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa, dan tentu saja agama.
Terkait sarana dan prasarana, Jazuli mengeluh kurangnya kepedulian depag maupun diknas setempat. Sebab mayoritas kondisi sekolah di desa jauh berbeda dengan di kota. Lebih-lebih secara SDM sekolah di desa kebanyakan sangat minim. "Kalau pun ada, itu pun kalau datang pasti kesiangan. Tapi kalau pulang pasti duluan. Nah, ini yang harus menjadi perhatian depag maupun diknas," kata Jazuli.
Ditambahkan pria yang juga menantu KH Makki Sharbini ini, pesantren merupakan aset negara. Jadi harus mendapatkan perhatian yang maksimal dari pemerintah.
Dalam mengurus pesantrennya, Jazuli menilai yang paling sulit dilakukan adalah mendidik santrinya untuk berdisiplin. Termasuk suka membaca dan suka belajar. Ini menurut Jazuli karena latar belakang santri yang berbeda.
Namun dengan penanganan dan pendekatan yang baik, dia yakin akan bisa menciptakan good habits (kebiasaan-kebiasan baik) di ponpesnya.
Diakuinya, menjadi seorang pengasuh pondok pesantren tidak hanya menjadi guru bagi santrinya. Tapi juga menjadi pendidik sekaligus orang tua bagi santrinya.
Selain aspek fikriyah dan ruhiyah (akademik dan ibadah), di Nurul Amanah juga diajarkan untuk mandiri. Utamanya dengan memberi keterampilan hidup (life skill) kepada santrinya. Ada bengkel otomotif dan laboratorium komputer yang dapat digunakan oleh santri untuk melatih kemahiran di bidang komputer maupun perbengkelan.
Pihak pondok pesantren juga sering mengirim santrinya dalam kegiatan-kegiatan peningkatan keterampilan dan kemandirian santri yang bekerja sama dengan dinas sosial maupun pemkab setempat. Hal ini juga dimaksudkan untuk mendukung program kerja dari pemerintah.
Kedepan, Jazuli mengharap agar bisa mengembangkan pesantrennya sesuai dengan perkembangan jaman. Tetapi tidak meninggalkan ciri khas kepesantrenan. Yaitu tetap mempertahankan nilai-nilai klasik dan mengadopsi sitem modern yang lebih bagus.
Dari sini ia berharap agar output santrinya nanti bisa menjadi orang yang menguasai iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Tapi tetap teguh memegang imtaq (iman dan taqwa).(*/ed)
Sumber: Jawa Pos, Rabu, 26 Des 2007
Label: ponpes
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda