Taman Siswa Mendidik Santri Mandiri
Tumbuh dan berkembang atas dasar kebutuhan masyarakat dalam usaha meningkatan mutu pendidikan, baik agama maupun umum, berakhlak karimiyah dan bermanfaat bagi lingkungannya. Demikian cita-cita Nyai Hj Nur Jihan Mu'afi, pengasuh Pondok Pesantren Putri Nazhatut Thullab, yang kini telah menjadi kenyataan. Meski berada di tengah-tengah kampung serta jauh dari hiruk pikuk pembangunan kota, upaya pimpinan pondok pesantren dalam memajukan para santrinya, tak pernah lekang. Berlokasi di Desa Prajjan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Pondok pesantren Nazhatut Thullab tak pernah surut mengajarkan para santrinya berbagai ilmu modern.
Selain ilmu-ilmu agama dan pengetahuan umum, pesantren yang didirikan sejak 300 tahun yang lalu itu juga mengajarkan berbagai keterampilan. Mulai bordir, menjahit, tata boga, tata rias, mengetik, kalifgrafi, seni hadrah, komputer, dan ketrampilan lainnya.
Tentu saja, bukan tanpa alasan, bila kemudian pesantren yang dirintis oleh almarhum Kyai Abdul 'Allam tahun 1702 hingga generasi kesembilan sekarang ini, memadukan ilmu-ilmu agama, pengetahuan umum dan berbagai ketrampilan yang memang dibutuhkan di masyarakat. Alasan tersebut bisa disimak dari penjelasan Nyai Hj Nur Jihan Mu'afi, istri KH A Mua'fi A Zaini, pimpinan Pondok Pesantren Putra Nazhatut Thullab. "Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, pengajaran sosial, dan dakwah, seharusnya memiliki ciri khas tersendiri. Ponpes mengemban misi keilmuan etika, estetika sosial yang intelektual secara religius," tandas Nyai Hj Nur Jihan Mu'afi seperti dikutif Buletin Al-'Allam.
Nama Nazhatut Thullah sendiri berasal dari bahasa Arab: Nazhatun artinya kebun atau taman dan At-Thullab yang berarti pelajar atau siswa. Jadi Pondok Pesantren Nazhatut Thullah berarti Taman Siswa. Penamaan ini boleh jadi ada kaitannya dengan istilah Taman Siswo yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro (pendiri Taman Siswa).
Mulai dari periode ke sembilan itulah Ponpes Nazhatut Thullab berbenah diri dengan mendirikan beberapa unit lembaga pendidikan formal yang berinduk pada beberapa departemen: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Departemen Agama, dan Departemen Kesehatan. Yaitu dengan mendirikan Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (1933), PGA 4 tahun (1969), MTs Ujian Negara (1984), MA Ujian Negara (1986), SD Pamong (1988), SMU Ujian Negara (1988), STITNAT (1988), SMP (1995), MAK (2000), MTs Diniyah (2002), MA Diniyah (2001), AKPER NATA (2002).
Di samping membekali santrinya dengan pendidikan agama dan umum, Ponpes Nazhatut Thullab juga membekali para santrinya dengan berbagai keterampilan guna mencapai tujuan pendidikan berbasis komprehensif (PBK) dan pendidikan berbasis kultural. Antara lain bordir, jahit, tata boga, tata rias, mengetik, kaligrafi, seni hadrah, komputer, pramuka dan keterampilan lainnya yang cukup mendukung pada pola pendidikan tersebut. Dari berbagai perkembangan itulah kemudian direncanakan sejumlah rumusan. Antara lain, aspek pendidikan yang meliputi Tafaqquh fiddin (kajian pendidikan agama), pendidikan umum, pengetahuan bahasa, dan keterampilan.
Sistem pendidikan dan pengajaran meliputi pengetahuan agama dengan sistem salafiyah (sorogan) dan juga klasikal. Selain itu, pengetahuan umum yang menekankan pada penguasaan Mabifiki/Mifa, penguasaan bahasa dengan mentradisikan khiwar dan khithobiyah berbagai bahasa (Arab, Inggris, Indonesia, dan Daerah), keterampilan santri yang berbasis komprehensif dan kultural. Secara umum tujuan pendidikan selaras dengan tujuan pendidikan nasional.Secara khusus mencetak kader Muslim profesional dan proporsional.
Sejarah
Pendirian Pondok Pesantren Nazhatut Thullab bermula dari peristiwa menyejarah 'Babat Ranah Prajjan' oleh Kiai Abdul 'Allam. Bernama asli Pang Ratoh Bumi, berasal dari ujung Wetan Pulau garam Madura, yaitu Kabupaten Sumenep, Kiai Abdul 'Allam dikaruniai dua putri dan satu putra.
Dari salah satu putrinya tersebut, Buju' Abdul 'Allam mempunyai keturunan yang menempati daerah Enjelen. Dari putrinya yang satu lagi menurunkan keturunan di daerah Langger Tana (Surau/Langgar pertama kali yang terbuat dari tanah). Dan dari seorang putranya ini melahirkan keturunan beliau yang kemudian memangku dan melanjutkan Rukhiyah Islamiyah dan Rukhiyah Wathoniyah (dakwah kemasyarakatan dan kepemerintahan) yang menempati Langgar Genteng atau Langgar Bere' yang kini menjadi Pondok Pesantren Nazhatut Thullab.
Silsilah Kiai Abdul 'Allam seperti yang tertera dalam kisah Babat Tanah Prajjan yang dimulai pada tahun 1702 hingga sekarang telah memiliki 9 keturunan. Yaitu, Kiai Abdul 'Allam, Kiai Abdul Kamal bin K Abdul 'Allam, Kiai Masajid bin K. Abdul Kamal, Kiai Su'aidi bin K. Masajid, Kiai Sufyanah bin K. Su'aidi, Kiai Alimuddin bin K. Sufyanah, KH Syabrawi bin K. Alimuddin, KH Muhammad Zaini bin KH. Sabrawi, KH Ahmad Mu'afi Alif Zaini bin KH. Muhammad Zaini. Adapun nama Pondok Pesantren Nazhatut Thullab bermula pada generasi ke tujuh sekitar tahun 1932. Yang diprakarsai oleh 'Catur Tunggal' Nazhatut Thullab. Yaitu, KH Syabrawi bin K. Alimuddin, Kiai Bahri bin KH. Syabrawi, KH Muhammad Zaini bin KH. Syabrawi, KH Fata Yasin (mantan Menteri Alim Ulama' 1965).
Sejak periode ini Pondok Pesantren Nazhatut Thullab mulai menata diri. Bahkan sejak masa itu Pondok Pesantren ini menjadi pionir sistem pendidikan klasik, yang selanjutnya telah melahirkan berbagai lembaga pendidikan dengan berbagai sistem yang sama pada masanya. Hingga kini Pondok pesantren Nazhatut Thullab telah berusia tiga abad lebih, dihitung sejak terjadinya peristiwa Babat Tanah Prajjan, yaitu pada tahun 1702. Ahad (3/8) malam merupakan malam istimewa bagi ratusan santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Nazhatut Thullab.
Mereka mengenakan baju putih lengah panjang, celana panjang warna hitam dan berpeci itu, tengah duduk khusyuk di masjid dua lantai yang belum rampung pembangunannya. Pada malam itu mereka kedatangan tamu seorang tokoh dan mantan Menteri Agama di era Presiden HM Soeharto, yakni Tarmizi Taher. Dalam ceramahnya, Tarmizi Taher mengingatkan para santri bahwa dalam era globalisasi, generasi muda akan menyiapkan jawabannya. Jawabannya adalah pendidikan. Pendidikan itu ada dua macam.
Pertama, pendidikan agama, dan kedua pendidikan ilmu non-agama. Karena kalau kita lihat jauh ke depan, moral manusia masih dibina dengan agama masing-masing, sedangkan ilmunya, otaknya masih dibina. Tanpa kedua kemampuan itu kita akan kalah bersaing. "Jadi, kalau kita beriman saja tanpa berilmu, kita ditipu orang. Tanpa iman hanya berilmu saja kita yang menipu orang. Jadi, sekarang ini persaingan dalam segala hal termasuk lapangan kerja. Apakah kerja kasar yang sedikit keterampilan atau kerja dengan kemampuan yang sedikit profesional itu sudah mempunyai sains tingkat dunia," tutur ketua Korps Muballigh Nasional Muhammadiyah ini. Tarmizi juga menambahkan bahwa generasi muda sekarang ini mesti melihat ke depan dengan pendidikan yang bermutu. Pendidikan sekarang ini menurutnya terlalu komersial. "Jadi pendidikan itu harus pertama jadi tanggung jawab orang tua. Kedua, tanggungj awab pemerintah. Orang tua tidak bisa lepas tangan dengan pendidikan anaknya, sama halnya dengan pemerintah. Tanggung jawab itu kita pikul bersama-sama." Tarmizi mengaku kagum dengan usia pesantren Nazhatut Thullab yang telah mencapai lebih dari 300 tahun. "Itu pesantren tua yang sudah tiga ratus tahun dan termasuk salah satu pesantren tua di Madura, atau di Jawa Timur. Sudah sembilan generasi," ungkapnya seraya memuji kesungguhan pimpinan pesantren dan keluarga untuk terus tekun di dalam bidang pendidikan, kususnya pesantren. "Saya sangat kagum sama dia, jadi dia meninggalkan segala macam kegiatan politik untuk betul-betul menghabiskan hidupnya dalam pendidikan. Sebuah sikap yang sangat bagus sekali." (Damanhuri Zuhri/dokrep/Agustus 2003)
Sumber: Republika, Rabu, 24 Desember 2008
Label: camplong, nazhatut thullah, pendidikan, ponpes, prajjan, sampang
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda