Khawatir Diklaim Orang Lain

Sudah empat tahun Bangkalan telah mengusulkan 13 motif batik asli Tanjung Bumi, untuk dijadikan hak paten. Hanya saja, usulan tersebut belum turun dari pemerintah pusat, sehingga dikhawatirkan bisa diklaim orang lain.

“Kami sudah mengusulkan 13 motif batik pada pemerintah pusat untuk dijadikan hak paten sejak 2005, Kenyataannya hingga saat ini belum ada jawaban,” kata Kadisperindag Kabupaten Bangkalan, Geger Prayitno, Jumat (2/10).

Geger menjelaskan, pihaknya tidak tahu secara pasti alasan pemerintah pusat belum merespon usulan tersebut. Pasalnya, hingga kini tidak ada jawaban dari pemerintah pusat terkait hak paten.

“Padahal hak paten itu sangat ditunggu–tunggu. Terutama pemilik motif batik itu. Supaya ketiga belas motif batik yang merupakan buah karya masyarakat Bangkalan tidak diakui daerah lain,” ungkapnya.

Menurut Geger, ketiga belas motif batik yang diusulkan diantaranya berupa, kupu-kupu, ba-saba, ketupat, kentongan, ramok, dan daun mimbah.

“Dari ketiga belas motif batik itu mempunyai ciri masing-masing. Yang bisa membuat orang lain tertarik dan ingin memiliki,” ujarnya.

Geger berharap, pemerintah segera merespon usulan hak paten tersebut. Sehingga hasil karya warga Bangkalan bisa diunggulkan dan bersaing dengan batik dari daerah lain di tanah air.

“Sebab, mendapatkan hak paten merupakan kebanggaan tersendiri bagi kami. Dan itu berarti buah karya warga disini dilindungi,” harapnya.

Geger menerangkan pengusaha batik di Bangkalan 60 orang. Sedangkan, pengrajin batik mencapai ribuan orang. Sehingga bisa dipastikan batik yang merupakan warisan nenek moyang bisa dilestarikan.

“Karena banyak kalangan muda yang bisa membatik dan mereka masih menyebarkan ilmunya pada generasi yang lebih muda,” ungkapnya.

Diantara motif batik produk asli Bangkalan ini, jenis Kentongan paling diminati masyarakat luas. Karena lebih natural dibandingkan dengan jenis batik yang lain.

“Disini batik yang paling diminati konsumen jenis kentongan meski harganya bisa dikatakan tergolong mahal,” terang Cintia (26), salah seorang karyawan sebuah galeri batik di Bangkalan.

Cintia menjelaskan, konsumen banyak tertarik pada batik jenis kentongan disamping dalam proses pembuatannya memakai bahan alamiah seperti akar tumbuh - tumbuhan, juga bahan bakunya bagus.

“Jika dipakai, enak dipandang dan lembut di kulit. Sehingga orang yang memakainya merasa nyaman dan bertambah percaya diri,” katanya.

Menurut Cintia, harga batik jenis kentongan untuk kategori kain mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 9 juta/lembar. Sedangkan untuk jenis sarung harganya berkisar antara Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta.

“Hargaya tergantung dari kualitas dan bahan yang dipakai untuk membedakan harga antara yang satu dengan lain,” ujarnya.

Cintia menambahkan, mahalnya harga batik jenis kentongan juga disebabkan dari tingkat kesulitan dalam proses pembuatan. Serta membutuhkan waktu relatif lama bahkan sampai satu tahun.

“Karena usai ditulis, setiap 24 jam sekali harus dibersihkan dan dicelupkan pada gentong. Agar paduan warnanya bisa menyatu,” ucapnya.

Sementara, sambung Cintia, jenis batik umumnya proses pembuatan hanya membutuhkan waktu satu minggu. Sebab, proses pembuatannya tidak sulit dan tidak memakai bahan natural.

“Harganya pun untuk batik yang biasa relatif murah yakni berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 1,3 juta per lembar,” paparnya.

Cintia menambahkan, adapun motif batik jenis kentongan yang paling diminati warga meliputi koceng renduh, kupu-kupu, ramok, dan ketupat. Dan yang membedakan batik Bangkalan dengan daerah lain pada warna yang mencolok seperti merah dan hijau.(kas)

Sumber: Surabaya Post, Jumat, 2 Oktober 2009

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda