Rifai Agen Koran Jawa Pos Tertua
Dulu Antar 600 Eksemplar, Kini Hanya Mampu 125 Koran
Dibanding agen-agen yang lain, nama Moh. Rifai sudah cukup beken dan akrab di telinga pembaca setia koran Radar Madura-Jawa Pos. Maklum saja, warga Jalan Imam Bonjol Kelurahan Dalpenang, Kecamatan Kota Sampang ini sudah 28 tahun menggeluti bisnis pemasaran koran. Bagaimana kiprahnya kini?
DALAM benak Rifai, sama sekali tidak menyangka bisa menggeluti profesi sampingan sebagai agen Jawa Pos. Apalagi, mendapat duit dan rezeki berlipat dibanding nominal gajinya sebagai pesuruh SDN Panggung II Kecamatan Kota Sampang.
"Tapi karena Allah SWT memberkati pekerjaan ini, maka saya akhirnya bisa menjadi agen Jawa Pos pertama di Sampang," ujarnya.
Duda yang dianugerahi 12 orang putra ini bercerita, pekerjaan cadangan tersebut dilakoni setelah ia mendapat tawaran dari Kepala SDN Panggung II, yaitu (Alm) Abd. Aziz Jamil. "Saat itu, saya kan tidak tahu kalau Bapak Azis wartawan Jawa Pos. Yang jelas, saya ditawari pekerjaan menjadi agen. Karena mendapat garansi, saya akhirnya memulai bekerja sebagai agen sejak tahun 1981," ceritanya.
Kali pertama terjun ke dunia pemasaran Jawa Pos, kakek yang dikaruniai 25 cucu ini mengaku bingung. Maklum saja, Rifai sama sekali tidak memiliki latar belakang pengalaman kerja sebagai agen koran. "Setelah dibantu dan belajar dari Bapak Azis, saya akhirnya mulai bisa mengembangkan bisnis koran. Alhasil, sehari saya bisa memasarkan 600 eksemplar," ungkapnya.
Dijelaskan, tingkat kesulitan bisnis koran tempo dulu berbeda dengan era kini. Sebab, keterbatasan sarana maupun prasarana menjadi kendala utama. "Kalau sekarang, lokasi dropingan Jawa Pos sudah jelas dan terpusat di satu titik. Kalau dulu, harus dicari di empat lokasi. Maklum saja, saat itu Jawa Pos belum memiliki armada sendiri dan saat itu saya sulit melacak karena belum ada handphone," tuturnya.
Suami (Almh) Siti Fattumah ini menambahkan, saat itu ia mampu menjaring pelanggan di lima kecamatan. Ratusan pembaca Jawa Pos tersebut, tersebar di Kecamatan Ketapang, Sampang, Omben, Kedungdung, dan Torjun. "Kalau sekarang, jumlah pelanggan saya tinggal 125. Sebab, sekarang agen-agen Jawa Pos mulai menjamur di Kota Sampang. Jadi, saya kira wajar kalau jumlahnya menyusut," katanya.
Dia sama sekali tidak mempersoalkan anjloknya jumlah pelanggan tersebut. Sebab, penurunan jumlah pelanggan dianggap sebagai hal yang lazim dalam bisnis jual-beli koran. "Saya tidak boleh melarang pelanggan membeli Jawa Pos ke agen lain. Sebab, ini sudah menyangkut HAM. Sebaiknya, saya membiarkan mereka memilih dan berlangganan ke agen yang lain," tegasnya.
Selama menekuni profesi sebagai agen koran, lanjut dia, ia mengaku tidak pernah ditipu oleh pelanggannya. Sebab, Rifai sudah kadung percaya dengan masyarakat pelanggan. "Meskipun tidak ada kuitansi dan perjanjian hitam di atas putih, pelanggan saya tidak pernah telat membayar. Sebab, saya tidak pernah menipu dan mempermainkan mereka ," paparnya.
Ada beberapa pesan yang disampaikan Rifai. Salah satunya, minta kepada Jawa Pos dan Radar Madura tidak lupa dengan sejarah. "Radar Madura-Jawa Pos bisa menjadi koran terbesar di Madura dan Indonesia karena orang kecil seperti kami. Jadi, tolong jangan melupakan sejarah dan riwayat," pesannya.
Pria berusia 71 tahun ini menandaskan, seiring bergulirnya waktu, tenaganya kini tidak setangguh masa muda. Karena itu, ia kini memilih mengantar koran menggunakan sepeda angin di daerah terdekat. Sementara untuk lokasi yang jauh, saya serahkan kepada menantu saya, yaitu Sohiburrahman," pungkasnya. (HARIYANTO)
Sumber: Jawa Pos, Senin, 20 April 2009
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda