Jamu Tradional Madura Mulai Luntur
Madura tidak hanya dikenal sebagai penghasil garam, tetapi juga populer dengan ramuan jamu tradisionalnya. Namun sayangnya usaha rumahan (home industri) jamu racikan tersebut kini sulit dikembangkan. Maklum, generasi penerusnya enggan menekuni warisan tradisi leluhur sebagai aset kekayaan budaya yang harus dilestarikan.
Oleh: Achmad Hairuddin
Ditengah gencarnya arus globalisasi, tidak hanya berdampak terhadap prilaku dan pola masyarakat yang serba komsumtif, tetapi juga sangat berpengaruh dalam iklim usaha jamu ramuan Madura yang sudah kesohor khasiatnya itu, kini mulai ditinggal penerusnya. Sehingga usaha peracikan jamu itu banyak yang gulung tikar, bahkan di Kab. Sampang kini hanya tinggal 2 orang yang masih mampu bertahan mengembangkan usahanya.
Salah seorang peracik ramuan jamu Madura, yaitu Ibu Arif yang sudah meninggal dan Hj Hayati Waladi DH. Sosok Hayati Waladi di masa kecilnya sudah tidak asing dengan dunia jamu, karena dilahirkan dari keluarga pencinta jamu tradisional. Tidak heran jika dia sangat mencintai ramuan pengobatan yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Dia bertekad menekuni bisnis jamu tersebut secara total, dalam artian ingin mengangkat kembali citra Madura sebagai penghasil jamu berkhasiat.
Berangkat dari rasa keprihatinan melihat berbagai jamu tradisional Madura, tidak mengutamakan mutu tapi malah mengandung zat kimia dengan dosis tidak proporsional beredar dikalangan masyarakat luas. Maka dia berupaya memperkenalkan kembali bagaimana meracik jamu tradisional yang berkualitas, tanpa mengandung zat kimia.
Tetapi usaha yang dirintisnya, acap kali jatuh bangun karena terbentur kendala dana serta sulit dalam pemasaran. Namun rintangan itu tidak membuat langkahnya menjadi surut, justru sebaliknya wanita mempunyai 4 anak itu semakin gigih mengelola usahanya agar dapat berkembang dan semakin maju.
Sebagai pewaris generasi ke tiga dari usaha jamu yang dirintis keluarganya sejak 100 tahun lalu, dia tidak hanya semata-mata mencari keuntungan. Tetapi ingin mengembangkan peracikan jamu ramuan Madura yang telah dikelola lebih dari 10 tahun itu, tetap terjaga khasiatnya dan bisa diwariskan dari generasi ke generasi, agar tidak punah tergerus oleh modernisasi.
“Saya sangat prihatin dengan gaya hidup generasi muda yang enggan mengkonsumsi jamu tradisional, karena dianggap sudah tidak zaman lagi. Padahal jamu ramuan Madura selain khasiatnya sangat manjur bagi kebugaran tubuh, juga tidak mengandung efek samping yang membahayakan kesehatan. Karena tidak mengandung zat kimia, tetapi bahan bakunya murni dari unsur tumbuh-tumbuhan, “ kata Hayati, pemilik jamu Madura Sari, asal Jl Pahlawan, Kelurahan Rongtengah Sampang.
Setelah menerima tongkat estafet usaha keluarga, maka ia mencoba dengan berbagai resep jamu dari hasil pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya selama menekuni bisnis jamu. Semula leluhurnya hanya memiliki 6 produk jamu yang beredar dipasaran, namun setelah dia kelola sendiri, kini telah berhasil mengembangkan puluhan produk jamu untuk penyembuhan berbagai penyakit.
Selain itu, dia berinovasi dengan mengubah kemasan jamu lebih modern, sehingga terkesan menarik dan mampu bersaing dipasaran. Tidak hanya itu, melihat jamu dalam bentuk serbuk jarang disukai karena rasanya pahit, lalu dia membuat dalam bentuk butiran agar mudah diminum dan tidak terasa pahit.
“Produk jamu yang paling banyak diminati konsumen yakni jamu empot-empot ayam atau legit wangi, tongkat Madura, galian rapet, serta berbagai jamu yang mengobati masalah organ intim kewanitaan, “ ujarnya.
Hasil pengembangan terbaru yang telah dia lakukan, adalah aroma therapy yang berasal dari dupa, serta campuran rempah-rempah khusus. Agar produk jamunya tidak mudah ditiru pihak yang tidak bertanggung jawab, dia telah mempatenkan trade mark, serta mendaftarkan di Menteri Kesehatan, No. 068/IKOT/JATIM/97.
Berkat kegigihan dan ketekunannya dalam menggeluti jamu tradisional karya adiluhung warisan budaya Indonesia tersebut. Wanita yang dikarunia 4 empat anak itu, telah berkeliling ke pelbagai daerah di pelosok tanah air sambil memperkenalkan jamu Madura. Bahkan dalam segi pemasaran, tidak hanya merambah pasar dalam negeri saja, tetapi kini juga telah mampu merambah pasar Singapore dan Jerman.
Berbagai perhargaan yang diraih, antara lain, berasal dari pusat penelitian obat tradisional dan lembaga penelitian serta pengabdian masyarakat, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Penghargaan sebagai industry jamu tradisional dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Penghargaan dari Gubernur Jatim, Imam Utomo, sebagai pengusaha kecil berprestasi, jenis industry pertanian. (*)
Sumber: Surabaya Post, Minggu, 30/10/2011
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda