Muhammad Rodlin Billah
Kenalkan Seni dan Budaya Madura ke Canada
SEMANGAT kedaerahan pemuda yang satu ini patut diacungi jempol. Ditengah maraknya degradasi nilai budaya lokal dikalangan pemuda, dia justru percaya diri dan bangga dengan kebudayaan Jawa Timur, khususnya Madura. Bahkan, dia bertekad mengenalkan pulau Madura beserta seni dan budayanya kepada dunia Internasional. Kecintaannya kepada Madura tumbuh dari ayahnya Zainal Abidin yang berdarah Madura dan dilahirkan di Kabupaten Sampang.
Tanggal 1 September 2008 mendatang, pemuda pemilik nama lengkap Muhammad Rodlin Billah ini akan berangkat ke Canada. Termasuk pakaian adat Madura, souvenir, dan kesenian yang akan ditampilkan di negara tujuannya.
"Saya sudah memersiapkan pakaian Madura dari bawah sampai atas untuk dipakai di sana (Canada, Red). Beberapa souvenir juga saya siapkan untuk diberikan kepada keluarga asuh yang akan menampung saya selama tiga bulan setengah di Canada. Saya mengutamakan kesenian Madura. Meskipun nanti saat pembekalan mungkin akan diajarkan kesenian lain," papar Oding -panggilan akrab Muhammad Rodlin Billah ini.
Menurut mahasiswa semester VIII Tekhnik Industri ITS Surabaya ini, membawa kesenian dan pakaian adat Madura ke Canada bertujuan agar dunia mengetahui keberadaan Madura dan keseniannya. Selain itu, dia ingin menunjukkan bahwa generasi Madura tidak kalah dengan pemuda dari negara lain yang memiliki intelektualitas tinggi yang tetap mencintai tanah kelahirannya.
"Saya memang tidak di lahirkan dan dibesarkan di Madura. Tapi, saya tetap generasi Madura. Karena ayah saya asli Madura. Karena sering dibawa ayah ke Madura, saya merasa sangat kental dengan kehidupan Madura," tuturnya.
Di Indonesia, kata Oding, Madura menjadi ikon dan memiliki predikat cukup terkenal. Terlepas dari positif dan negatifnya, warga Madura dimata masyarakat Indonesia yang lain merupakan salah satu daerah yang budaya dan karakternya sudah diakui. "Jadi, kenapa tidak dikenalkan ke dunia. Saya yakin masyarakat dunia juga menunggu Madura dan keseniannya bisa go internasional," tandasnya.
Oding mengungkapkan rasa syukur karena kesempatan yang dia tunggu, akhirnya datang juga. Tepatnya saat terpilih sebagai peserta program pertukaran pemuda Indonesia dan Canada.
Menurut dia, program pertukaran pemuda merupakan kegiatan rutin dilaksanakan antara pemerintah Indonesa dengan Canada sejak 1974. Sebab, program tersebut dinilai mempunyai peran strategis dalam rangka menjalin persahabatan dan saling pengertian antar pemuda dari kedua negara.
Di samping itu, tujuan lain untuk memberikan pemahaman aspek sosial di masing-masing negara pada pemuda peserta tukar pelajar tersebut. "Kegiatan ini hampir sama dengan KKN (kuliah kerja nyata, Red). Jadi, selama di Canada saya dan teman-teman lain akan dititipkan ke salah satu keluarga dan berinteraksi dengan lingkungan di sana," terangnya.
Salah satu tugas spesial setiap perwakilan negara yang juga menjadi bagian dari program pertukaran pelajar adalah mengemban misi kebudayaan dan pembelajaran. Agar dikenalkan pada negara tujuan masing-masing. "Sebenarnya bukan hanya ke Canada. Tapi ke negara tujuan Australia dan Jepang. Nah, saya kebetulan dapat kesempatan datang ke Canada," ungkapnya.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengatakan, untuk bisa menjadi delegasi ke Canada bukan hal mudah. Informasi yang dia peroleh dari internet mengenai program tukar pemuda, dia harus bisa bersaing dengan ratusan peminat lainnya di Indonesia. Proses lamaran dan berbagai tes berjalan relatif panjang.
Seleksi admnistrasi bisa dilewati Oding dengan mudah. Lalu dia harus menghadapi ujian tulis bahasa Inggris, pengetahuan umum, dan tes potensi akademis lainnya. Lolos tes tulis, putra pasangan Dr Ir H Zainal Abidin MS (Sampang) dan Dra Hj Masriatin MPd (Jombang) mengikuti tes wawancara bersaing dengan 300 peserta lain dari seluruh nusantara. Tidak berhenti disitu. Beberapa tes dan wawancara terus dilakukan untuk menyaring dan memilih calon peserta terbaik.
"Yang jelas, dari ratusan pelamar menyusut sampai tertinggal 12 orang. Artinya, empat orang untuk masing-masing negara (Indonesia, Canada, Australia, dan Jepang, Red). Tapi empat orang itu tidak berangkat sekaligus. Yang lolos diberangkatkan satu per satu setelah panitia merangking peserta yang lolos dengan hasil tes terbaik. Alhamdulillah, saya ada di rangking pertama dan diberangkatkan tahun ini ke Canada," urainya.
Dia berharap, keberangkatannya ke luar negeri tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri. Melainkan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. "Madura akan saya perkenalkan di sana (Canada, Red). Supaya mereka tidak hanya tahu Madura lewat kerapan sapinya saja," ujar demisioner Sekretaris BEM ITS Surabaya ini. (nra/tra)
Jangan Malu Mengaku Madura
PEMUDA Madura jangan pernah malu mengaku dirinya berasal dari Madura. Sebab, ada nilai tambah tersendiri bagi mereka yang bangga mengakui kedaerahannya. Bukan untuk hal yang negatif. Tapi justru menghilangkan penilaian negatif yang sering dilontarkan banyak kalangan. Dengan karya nyata yang positif, pemuda Madura dengan sendirinya mementahkan pandangan orang lain tentang Madura yang tidak baik.
Demikian disampaikan Muhammad Rodlin Billah. Pemuda yang pada 16 April 2008 lalu genap berusia 22 tahun ini banyak pengalaman menarik yang membuatnya bangga menjadi bagian dari Madura. Meskipun dia tidak dilahirkan lahir di tanah keahiran orang tuanya. Salah satunya, saat dia mengikuti tes wawancara program pertukaran pemuda Indonesia-Canada beberapa bulan lalu.
Dalam wawancara, ada satu sesi yang mengharuskan semua peserta memresentasika siapa dan dari mana asal mereka. Seperti peserta lainnya, Oding -sapannya, menulis riwayat hidupnya. Dalam presentasinya, terungkap bahwa dia warga yang memiliki darah Madura dari ayahnya.
"Saya memang menerangkan bahwa saya adalah orang Madura. Meskipun dilahirkan di Jombang. Saya mengunggulkan Madura sebagai daerah karena memiliki banyak potensi, kesenian, dan karakter manusia yang khas," kenangnya.
Mendengar pemaparannya, peserta dan panitia terkesan dengan apa yang disampaikan. Bahkan, dia dinilai unik dan memiliki nilai tambah diantara peserta lain yang juga berasal dari Jawa Timur. Selain memiliki pengetahuan banyak tentang Madura, Oding juga memiliki wawasan luas tentang provinsi Jatim dalam. "Waktu itu, banyak yang tidak menyangka saya anak Madura," tandasnya.
Bagaimana setelah mereka tahu? semua yang hadiruntuk bernyanyi lagu Madura. Diapun dengan fasih menyanyikan salah satu lagu Madura yang sudah banyak dikenal masyarakat. Yaitu Ngapote. "Begitu tahu saya anak Madura, mereka minta saya nyanyi lagu Madura. Semuanya baik-baik saja. Komunikasi juga tetap lancar. Mungkin karena saya lama di Surabaya," tuturnya.
Tapi, sambungnya, titik beratnya sebagai pemuda yang memiliki darah Madura bukan pada komunikasi. Melainkan pembentukan kesan bahwa pemuda Madura juga bisa membuktikan dirinya bisa berada di tengah masyarakat. Dengan demikian, dia mengimbau kepada pemuda maupun pemudi Madura tidak segan, malu, atau rendah diri karena berasal dari Madura.
"Kalau bukan generasi dari Madura, lalu siapa yang akan mengangkat harkat dan martabat masyarakat Madura. Kalau buruk kita perbaiki. Kalau negatif kita isi dengan hal-hal yang positif. Pokoknya, jangan sekali-kali merasa rendah diri," katanya mengingatkan.
Menurut dia, segala sesuatu yang akan disumbangka oleh pemuda akan berdampak langsung pada Madura. Misalnya, ada pemuda Madura yang ahli dalam tekhnologi, maka secara langsung pemuda itu akan membongkar nilai atau anggapan bahwa masyarakat Madura gagap tekhnologi.
"Yang penting kita bisa membuktikan diri kita dihadapan orang lain. Apapun profesinya, strata, dan posisi di masyarakat, pemuda Madura harus bisa memberikan sumbangan positif. Bukan sekedar memeroleh pengakuan. Tapi juga bekal menggantikan pemimpin kelak jika sudah waktunya," terang pecinta olahraga Tae Kwondo ini.
Orang tua juga punya andil besar dalam pembentukan karakter anak. Menanamkan pada putra putrinya agar bisa memberikan manfaat pada orang lain mutlak diperlukan. Kepekaan sosial anak sangat tergantung pada apa yang ditanamkan orang tua dalam pendidikannya di rumah. Sebab, jika orang tua hanya membiarkan anak tumbuh dalam lingkungannya secara mandiri. Imbasnya, anak sulit menemukan arah bagaimana bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain, bangsa, negara, dan agamanya.
"Sebenarnya sederhana saja. Membiasakan anak bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan sudah cukup. Dengan begitu mereka akan melihat banyak yang lebih tidak beruntung. Kepekaan sosialnya akan terbuka, dan dia akan mulai memberikan kontribusi kepada masyarakat," ujarnya.
Jadi, sambung Oding, pemuda tidak hanya berani bicara tanpa kerja nyata. Langkah yang bisa diambil oleh pemuda misalnya bergabung dengan organisasi-organisasi kepemudaan. "Saya yakin, organisasi apapun pasti berupaya memberikan kontribusi positif pada masyarakat. Terlepas masalah ideologi, saya yakin maksud mereka baik," tegas pemuda hitam manis ini. (nra/tra)
Bangga Dibesarkan Keluarga Agamis
Banyak pemuda menikmati masa mudanya untuk sekedar bersenang-senang. Atau melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya. Namun, ada pula yang memanfaatkan masa mudanya untuk belajar dan menimba ilmu untuk bekal di hari tuanya. Bagaimana dengan Muhammad Rodlin Billah, Mahasiswa semester VIII Tekhnik Industri ITS Surabaya ini?
Apa yang membuat Anda meraih banyak prestasi?
Yang pertama, karena didikan kedua orangtua saya. Ayah saya dari Madura dan ibu dari Jombang. Dua daerah ini terkenal sangat religius. Begitu juga yang saya rasakan selama berada di tengah keluarga. Kalau masih muda, mungkin malas dibesarkan orangtua yang sama-sama memegang teguh agama. Karena terkadang kita ini salah persepsi. Bahwa orang tua selalu membatasi ruang gerak anaknya. Tapi, setelah besar saya merasakan sangat beruntung bisa dibesarkan dalam keluarga yang agamis.
Apa yang mereka (orang tua, Red) tanamkan kepada anda?
Nilai-nilai agama, kedisiplinan, dan motivasi agar bisa berhasil di bidang apapun. Mereka memberi contoh kepada saya. Di rumah, saya dan adik-adik selalu sholat berjemaah. Setelah itu, mengaji Alquran atau kitab-kitab pesantren bersama-sama. Selain itu, saya sering diajak hadir ke acara-acara penganugerahan prestasi yang sudah mereka raih. Atau datang ke acara dimana ayah saya menjadi pembicara atau pemateri seminar. Yang jelas, orang tua saya tidak mau anaknya neko-neko.
Bagaimana dengan Anda?
Dididik sedemikian rupa jelas besar dampaknya kepada saya. Secara pribadi, saya memegang prinsip bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain. Dan bisa berkontribusi di bidang apapun adalah sebuah kemajuan dan prestasi. Meskipun tanpa pengakuan dari orang lain. Jadi, itulah yang mendorong saya untuk berkiprah di berbagai kegiatan dan organisasi sejak masih sekolah hingga kuliah.
Apakah organisasi tidak mengganggu kuliah?
Tidak. Sejak awal kedua orangtua saya sudah mewanti-wanti agar kesibukan di luar pelajaran mengganggu atau menurunkan prestasi saya dalam belajar. Setiap hendak masuk ke sebuah organisasi, ibu selalu mengingatkan agar IP (indeks prestasi, Red) saya jangan kurang dari tiga. Terbukti, sejak semester I sampai sekarang IP saya tidak pernah turun dari rata-rata tiga koma nol.
Bagaimana perjuangan Anda hingga mendapat kesempatan ke luar negeri?
Untuk yang ke Canada, sebenarnya sudah kedua kalinya saya punya berkesempatan ke luar negeri. Semester lalu, saya pernah berkunjung ke Malaysia dalam rangka pertukaran pemuda. Nah, kesempatan ke luar negeri itu tidak mungkin saya dapatkan tanpa menyeimbangkan kuliah dan organisasi.
Apa resepnya agar punya kesempatan ke luar negeri?
Soft skill dan hard skill sama-sama diperlukan. Yaitu, bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan santun, berani mengemukakan pendapat, dan punya bakat kepemimpinan. Itu hanya bisa dikembangkan dalam organisasi. Lalu, penguasaan akademis juga menjadi kebutuhan dasar, selain penguasaan bahasa Inggris aktif. Yang penting juga penguasaan tekhnologi informasi. Internet jangan dipakai macam-macam. Karena itu bisa sangat bermanfaat untuk kita. Sebab, saya sendiri bisa memeroleh informasi beasiswa dan berkesempatan ke luar negeri ya dari internet. (nra/tra)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 16 Agustus 2008
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda