Perjuangan Hidup Para Pemulung
Pungut Rejeki di Sela Rangkaian Kegiatan HUT RI
Pemulung juga manusia. Untuk bertahan hidup mereka perlu makan. Sehingga sekuat tenaga memeras keringat mengais rejeki. Di momentum agustusan ini, rejeki dimaksud berserakan di antara serangkaian kegiatan yang tergelar.
PERINGATAN Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang rutin diperingati tiap 17 Agustus, turut menjadi momentum berkesan bagi para pemulung. Ini karena acara tersebut sekaligus kesempatan mengais rejeki dengan cepat.
Seperti yang dilakukan Saniwar. Pria 40 tahun ini terlihat menyusuri jalan Wijaya Kusuma. Berpakaian ala kadarnya, dia terus melangkah sembari membawa karung beras bekas dan sebuah gancu alias besi pengais sampah.
Satu persatu gelas plastik air mineral dan kardus bekas kue undangan dipilih. Untuk kemudian dikumpulkan dalam karung beras yang dibawanya. Apalagi saat itu tempat tersebut memang baru saja dijadikan sebagai pusat pelaksanaan rangkaian kegiatan HUT RI.
Sementara bagi para pemulung, sisa sampah kering yang sebagian besar berupa kardus, kertas dan botol plastik dianggap sebagai rejeki yang berserakan. Karena itu, satu persatu mereka punguti. Dari kumpulan sampah-sampah tersebut mereka bisa mendapat sejumlah tambahan rejeki.
"Alhamdulillah, peringatan Agustusan ini juga jadi rejeki tambahan buat saya," ujar Saniwar. Ini karena jumlah kardus dan botol/gelas plastik yang didapatnya pun semakin bertambah.
Adanya perayaan tersebut, membuat Saniwar dan para pemulung lainnya tidak perlu lagi bersusah payah mencari botol plastik dan sebagianya dengan keluar-masuk perkampungan. Banyaknya peserta undangan maupun pengunjung yang memadati arena kegiatan turut pula membuat sampah kering "pemicu rejeki" semakin menumpuk.
"Dalam waktu singkat kami tinggal mengais sampah kering ini," imbuh Saniwar sembari menujukkan keterampilannya menggunakan alat pengais sampah.
Kondisi sampah kering pengais rejeki inipun tidak terlalu buruk. Sehingga harga jualnya pun semakin tinggi.
Dari pengakuan Saniwar, harga 1 kilogram gelas plastik bekas air mineral mencapai Rp 9 ribu. Harga itu terbilang cukup tinggi bila dibanding dengan harga yang dikenakan sebulan lalu. "Sebelumnya, harga perkilonya hanya Rp 3 ribu," terang Saniwar.
Sedang untuk jenis kardus, satu kilogramnya pemulung bisa mendapat ganti Rp 1300. Padahal dalam satu harinya mereka mengaku bisa mendapat kardus lebih dari 3 kilo.
Sama halnya dengan yang dialami oleh Ndin. Bocah yang mengaku tidak pernah mengeyam pendidikan di bangku sekolah ini mendapat tambahan rejeki berkat adanya acara peringatan HUT RI. Seperti yang terlontar dari mulut kecilnya saat ditemui koran ini kemarin. "Sudah seminggu ini pendapatan saya terus meningkat," kata Ndin dengan sedikit tersipu.
Bagi Ndin, peningkatan pendapatan ini bisa digunakan untuk membantu beban tanggung jawab orangtua. Hanya saja bocah pemulung yang mengaku tinggal di Desa Pajudan, Kelurahan Rong Tengah ini tidak mau diajak bicara banyak.
Pakaiannya yang kusam lengkap dengan topi pelindung panas, cukup menggambarkan jika dirinya bermandi peluh untuk mengais rejeki tambahan. Terlebih saat itu karung isi barang bekas yang dibawanya sudah berjumlah lebih dari dua.
Ndin semakin bergerak manakala di sudut sebelah barat pendopo, tim gladi resik upacara detik-detik proklamasi diketahui telah membubarkan diri. Langkah kakinya mengarah ke tiap titik lokasi, tempat dimana kardus dan gelas plastik bekas tergelatak berserakan.
Satu persatu sampah tersebut dimasukkannya ke dalam karung. Perilakunya yang diam mengambarkan bila Ndin juga tak ingin mengganggu orang lain yang ada didekatnya.
Seperti saat pemulung lain mencoba mengincar titik tempat sampah itu berada, Ndin langsung melangkah menjauh. Baginya, rejeki yang ada disana juga merupakan rejeki bagi pemulung lainnya. "Tak apalah, Kita juga sama-sama mengais rejeki," katanya lirih. (SILVIA RATNA D)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 16 Agustus 2008
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda