Pondok Pesantren Darul Ulum Desa Bandungan

Kukuh Memertahankan Tradisi Pesantren Salaf

Di era modern ini, pondok pesantren (Ponpes) berlomba-lomba merubah sistem pembelajarannya. Jika awalnya menerapkan tradisi salaf, kini pesantren memadukan pembelajaran modern dengan tradisonal. Namun tidak demikian yang dilakukan Ponpes Darul Ulum, Desa Bandungan, Kecamatan Pakong.

Sekitar 1953, Ponpes Darul Ulum didirikan KH Abd Adim. Beliau merupakan pengasuh pertama ponpes di wilayah utara Pemekasan ini. Sejak saat itu, ponpes yang terletak di tengah areal persawahan warga ini bertekad menyebarkan syiar Islam.

Untuk menuju ponpes Darul Ulum tidak terlalu sulit. Meskipun jarak dari kota Pamekasan sekitar 17 km, namun akses jalan menuju ponpes dilewati angkutan umum. Sehingga, siapapun yang hendak singgah atau mondok ke pesantren yang saat ini diasuh KH A Zaini tidak akan kesulitan. Dari terminal lama Pamekasan bisa ditempuh sekitar 30 menit dengan ongkos antara Rp 4-5 ribu.

Sejak beridi hingga sekarang, ponpes yang diasuh kiai muda ini meningkat signifkan. Terutama segi bangunan fisiknya. Tempat bermukim santri misalnya. Tidak satupun mengunakan bilik. Tapi, dibuat bangunan permanen dan bertegel. Sedangkan pagar masih perpaduan antara pagar alas (Madura, Red) dengan tembok.

Ditengah pesantren berdiri masjid megah yang menjadi tempat ibadah dan kegiatan belajar santri putra. Sedangkan santri putri melaksanakan kegiatan ibadah di musala putri.

Meskipun bangunannya modern, Ponpes Darul Ulum termasuk lembaga pendidikan yang tidak menerapkan pendidikan formal. Sang kiai tetap kukuh memertahankan tradisi pesantren salaf-nya.

"Kami tetap menggunkan sistem tradisional. Dan kami tidak meyediakan lembaga pendidikan umum. Semuanya pendidikan keagamaan," kata Kiai Zaini saat ditemui wartawan koran ini di kediamannya.

Menurut dia, yang terpenting dalam mengarungi bahtera kehidupan adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah harus diutamakan. Sebab, sambunya, apabila imtaqnya (iman dan taqwa) sudah terkikis zaman, jangan harap kemakmuran dan ketenangan akan tercapai.

"Apalagi dijaman sekarang ini, budaya asing sudah mengepung budaya ketimuran. Yang diperlukan sekarang adalah ketebalan iman. Agar tidak terpengaruh godaan yang akan menggiring manusia ke api neraka," tuturnya.

Menurut Kiai Zaini, sistem pembelajaran bagi santri putra dan putri yang mondok di pesantrennya terbagi dua. Yakni, siang dan malam. Siang hari, baik putra maupun putri di fokuskan pada keilmuan tanfidul quran­. Serta pembelajaran kitab kuning atau sorogan. Malam hari juga terdapat sorogan dan pendidikan tambahan. "Santri putra dan putri tempatnya dipisah," katanya.

Lembaga pendidikan untuk santri putra, kata Zaini, terdapat mubtadiyin, mutawasyitin, motaqoddimin. Khusus santri putri menempuh pendidikan tentang mubtadiat, mutawassitod, mutakoddimad.

"Semua berlandaskan Islam. Agar keluaran santri sini (Darul Ulum, Red) berakhlaqulkarimah. Nantinya diharapkan bisa bermakna dan berguna bagi agama dan negara," katanya.

Lembaga pendidikan di Ponpes Darul Ulum, juga terdapat pendidikan keguruan. Yakni tarbiyatul muallimin yang nantinya akan mendapatkan pemahaman tentang pendidikan-pendidikan yang diterapkan di masyarakat.

Selain fokus kepada pendidikan salaf, Kiai Zaini tetap membekali santrinya dengan sejumlah keterampilan. Diantaranya kursus komputer, elektronik, tehnik sipil, menjahit, dan kaligrafi. "Bagaimanapun, mereka (santri) perlu dibekali keterampilan. Nanti, setelah lepas dari pesantren ini bisa jadi bekal mereka hidup di masyarakat," pungkasnya. (NADI MULYADI)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 09 Agustus 2008

Label: , , ,

1 Komentar:

Pada 14 November 2010 pukul 01.01 , Anonymous Ahmad Haryanto mengatakan...

Salam kenal mas....! saya adalah santri darul ulum.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda