Ulama Madura Larang Karapan Sapi,
Seniman Ajak Dialog Karapan sapi


Kalangan seniman di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, mengajak ulama di daerah ini melakukan dialog tentang penyiksaan dalam karapan sapi. "Penyiksaan dalam festival karapan sapi selama ini di kalangan masyarakat Madura harus dibicarakan dengan semua pihak karena menyangkut budaya leluhur Madura yang sudah dikenal luas di seluruh dunia," kata juru bicara seniman As'art Asharie di Pamekasan, Kamis.

Ia mengatakan, karapan sapi sebenarnya memiliki nilai seni yang sangat indah dan merupakan budaya asli masyarakat Madura. Namun budaya leluhur itu kini ternodai dengan adanya penyiksaan yang tidak manusiawi.

Menurut As'art, sapi Madura, apalagi sapi sonok atau sapi cantik dan sapi karapan, sebenarnya mengandung nilai seni yang tinggi. Oleh karena itu sapi masih sering menjadi objek lukisan para seniman lukis di daerah ini. "Oleh karena itu perlu ada solusi alternatif atau upaya dari berbagai pihak untuk tetap mempertahannya budaya leluhur ini," katanya.

Karapan sapi sebagai produk budaya Masyarakat Madura, katanya, harus tetap lestari dan penyiksaan yang terjadi seperti membacokkan paku atau yang dikenal dengan sebutan "rekeng" harus dihapus.

Menurut dia, fatwa tentang larangan melakukan praktik penyiksaan dalam pelaksanaan karapan sapi oleh para ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Komunikasi Ormas Islam (Fokus) tidak cukup.

"Perlu ada dialog guna merealisasikan cita-cita luhur kalangan ulama ini karena awalnya karapan sapi itu kan tanpa penyiksaan," katanya. Kalangan seniman di Pamekasan, termasuk seniman lain di Madura menyepakati praktik penyiksaan dalam karapan sapi tidak manusiawi dan menodai citra positif budaya Madura kepada masyarakat luar yang menonton karapan sapi.
Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Sumber: Republika, 18 Pebruari 2012

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda