Wisata Camplong Belum Optimal
Tindakan Pemkab Sampang beralasan karena penginapan di objek wisata pantai ini tidak dirawat pihak pengelola Surabaya Iin. Apalagi seiring operasional Suramadu, akses pantai Camplong sebagai tempat objek wisata yang strategis, tentunya membutuhkan pengelolaan profesional.
Sayangnya, itu diabaikan sehingga kondisi Pondok Wisata Camplong yang tidak terawat, dan terkesan kumuh membuat para wisatawan tidak berminat menginap di pondok wisata tersebut. Padahal sektor pariwisata saat ini tengah digalakkan sebagai salah satu unggulan mendongkrak PAD.
Menyikapi persoalan itu, Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kab. Sampang sebenarnya sudah beberapa kali melayangkan teguran keras terhadap Surabaya Iin. Tetapi sejauh ini diabaikan sehingga semakin melahirkan kekecawaan pemkab setempat.
“Selama 5 tahun berjalan dari batas kontrak 25 tahun, ternyata pihak pengelola tidak ada upaya membenahi dan merawat pondok wisata dan obyek wisata pantai Camplong. Akibatnya para pengunjung sering mengeluh tentang kondisinya,” kata H. Ahmad Bahrawi, Kepala Disbudpar Pemuda dan Olahraga, Jumat (3/7) siang.
Ditegaskan, jika pihak Surabaya Iin masih tetap tidak ada tindakan konkret untuk membenahi, pihaknya tidak segan-segan mencabut kontrak pengelolaan pondok wisata. Karena sebagai aset daerah nilai keuntungan yang didapat sangat kecil, bahkan dapat disebut pihaknya merugi.
Sekedara diketahui dalam kerjasama pengelolaan Pondok Wisata Campong ini, Surabaya Iin memberi kontribusi ke Pemkab Sampang sebesar Rp 1,185 miliar untuk 25 tahun,--terhitung 2005 hingga 2030. Rincian untuk 5 tahun pertama, pihak Surabaya Iin menyetor Rp 3 juta per bulan. Lalu 5 tahun ke dua setor Rp 3.250.000 per bulan, kemudian 5 tahun ketiga sebesar Rp 3.750.000 per bulan.
Kemudian memasuki 5 tahun ke empat mencapai Rp 4,5 juta/bulan, lalu 5 tahun berikutnya sebesar Rp 5,250.000 per bulan. ”Jika diamati nilai kontrak perjanjian itu sangat tidak rasional, mengingat jangka waktu kontrak terlalu lama. Sehingga nilai uang yang diangsur secara bertahap tersebut justru malah merugikan pihak Pemkab. Bahkan nilai itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontrak pengusaha kelontong,” kata Drs Solahur Rabbani, Sekretaris Komisi B DPRD Sampang.
Untuk itu, lanjut dia, memang sepantasnya kontrak perjanjian ditinjau, melalui pembahasan di dewan dalam sebuah ketetapan Perda sebagai legalitas dari isi kontrak tersebut. Sehingga nantinya kedua belah pihak sama-sama tidak dirugikan.
Manajer Operasional Pondok Wisata Camplong, Mohammad Hasyim, menolak kalau tidak mengelola secara profesional. Bahkan pihaknya telah menambah bangunan, semula 30 kamar kini menjadi menambah 50 unit kamar dan 1 ruang rapat berkapasitas 300 orang.
Pihaknya juga merehab total kolam renang yang terbengkalai dan membenahi obyek wisata pantai Camplong yang masuk tanggungjawan Surabaya Iin. “Kita mengakui tingkat okupansi tamu yang masih rendah membuat pihak manajemen terkadang megap-megap untuk membiayai kebutuhan operasional pondok tersebut,” ujarnya. Belum lagi menggaji 32 karyawan. “Dalam kondisi seperti sekarang ini memang cukup berat,” tambahnya. (ACHMAD HAIRUDDIN)
Sumber: Surabaya Post, Sabtu, 4 Juli 2009
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda